Kaisar melangkah ke kediaman sewaannya dengan pikiran yang kacau. Sesampainya di sana, dia merenung, berencana untuk mengunjungi rumah dokter tengah malam nanti, ketika sunyi telah menyelimutinya dengan mantel malam yang pekat. Namun, sebelum malam benar-benar turun, Kaisar tertarik pada misteri pria yang mirip dengannya tadi. Wajah yang seolah mencerminkan identitas dan rahasia masa lalunya. Rasa penasaran menguasai dirinya, dan dia tidak bisa menahan keingintahuannya. Tanpa ragu, dia menghubungi pengurus panti tempat dia dibesarkan dahulu. Penerimaan panggilan dari nomor luar negeri menggiring keheranan dalam benak pengurus panti. Berbeda dengan nomor yang biasa dikenalnya dari negara Taraka, ini berasal dari Taruma. Kaisar segera masuk ke pembicaraan. "Permisi, apa ini dari panti tempat saya dahulu tinggal?" tanya Kaisar dengan suara hati-hati. Pengurus panti terdiam sejenak sebelum menjawab, "Benar, ini dari panti. Dan saya pengurusnya. Dengan siapa saya bicara?” Kaisar mengen
Hujan gerimis menambah kesan suram malam di Kota Metropolitan yang penuh lampu neon. Kaisar, dengan senyum misteriusnya, berbicara lewat telepon genggamnya. Dia memandang keluar jendela kota yang tidak pernah tidur."Sang Dokter tidak ada di rumahnya. Dia sepertinya kabur. Tidak ada siapa pun yang ada di rumahnya," ucap Kaisar dengan suara berat pada Mata-mata di sebernag sana.Mata-mata di seberang sambungan terdiam sejenak. Mereka tahu bahwa ketenangan yang mereka nikmati selama ini bisa saja berakhir jika Sang Dokter tidak berhasil melarikan diri."Harusnya saya menyergapnya tadi malam," seru Kaisar dengan nada penyesalan.Mata-mata berusaha menenangkannya, "Jangan menyalahkan diri sendiri, Jendral. Kita tak bisa memprediksi langkahnya. Saya punya saran, mungkin saat ini dia bersembunyi di bandara. Penerbangan keluar negeri atau ke kota lain biasanya dilakukan pada jam pagi. Saya yakin dia sedang berada di sekitar bandara, Jenderal."Kaisa
Elena terbangun. Dia baru saja mimpi buruk. Dalam mimpinya dia melihat Kasiar dikepung oleh pasukan militer asing dan ditembak mati. Dia gelisah dan entah kenapa seketika mengkhawatirkan keadaannya. Tak lama kemudian dia bangkit dari atas kasurnya lalu turun kemudian berjalan menuju pintu. Saat pintu terbuka, dia melihat Damian dan dua tentara sedang berjaga di sana.“Nona,” ucap Damian heran melihat wajah Elena yang terlihat gusar.“Apa aku benar-benar tidak bisa berkomunikasi dengan Kaisar di markas Angkatan militernya?” tanya Elena tiba-tiba yang membuat Damian heran.“Seperti yang dikatakan Kaisar pada Nona sebelum dia berangkat ke sana,” jawab Damian. “Dia tidak akan bisa dihubungi hingga kita menunggu kedatangannya, Nona.”“Kalau seandainya aku mengunjunginya ke sana, apa diperbolehkan?” tanya Elena sekali lagi.“Tidak bisa, Nona,” jawab Damian. Bagaimana pun dia harus te
Dengan masker yang masih menempel di wajahnya, Kaisar tiba di depan rumah seorang pria yang mirip sekali dengannya. Rasa gugup dan kekhawatiran tersembunyi di balik kedamaian wajahnya yang terlindung oleh masker itu.Saat mengetuk pintu, seorang pembantu yang akrab keluar untuk menyambutnya. Wanita itu tersenyum sopan, tidak menyadari bahwa dia sebenarnya berbicara dengan kaisar yang bersembunyi di balik topeng dan penampilan biasa."Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya pembantu itu, membungkukkan sedikit tubuhnya.Kaisar, yang sedang berusaha mempertahankan karakter berbeda menyahut, "Ya, saya ingin bertemu dengan Tuan dan Nyonya. Di mana mereka sekarang?"Pembantu menjelaskan bahwa tuan rumah sedang berlibur selama seminggu di sebuah villa pegunungan. Kaisar cukup terkejut karena kedatangannya ke sana rupanya terlambat. Dia akhirnya bertanya lebih lanjut tentang lokasi villa tersebut."Villa di pegunungan? Itu pasti tempat yang indah," ujar Kaisar, mencoba menyelipkan nada kekaguma
Saat Elena mempersilahkan Paman Lionel, Paman Mason, dan Bibi Lili untuk duduk di ruang tamu Kastil yang indah itu, Damian memberi kode pada Elena untuk berbicara empat mata. Elena mengangguk mengerti dan segera pamit sejenak pada tamu-tamu yang baru datang.Saat Elena dan Pimpinan tentara itu menghilang dari ruangan, kecurigaan muncul di benak Lionel, Mason dan Lili. Mereka saling berbisik.“Kenapa dia memanggil Elena?” tanya Lili.“Entahlah,” jawab Mason.“Mungkin dia ingin mengusir kita dari sini,” tebak Lionel. “Dari wajahnya sudah terlihat dia tidak suka dengan kita. Siapa dia? Dia hanya orang kiriman dari teman lama mendiang kakak kita saja. Dia tidak berhak untuk meminta Elena mengusir kita dari sini.”Mereka menatap ke dalam dan menunggu Elena untuk kembali ke sana.Elena dan Damian berkumpul di ruangan yang lebih tenang di Kastil. Wajah Elena mencerminkan rasa penasaran atas apa yang akan Damian katakana padanya."Ada apa?" tanya Elena dengan serius, matanya mencari pemahaman
Malam yang tenang menyelimuti kawasan villa, seakan menyambut kedatangan Kaisar dengan ketenangan. Kaisar memasuki gerbang villa dengan mobilnya, menarik nafas panjang sebelum melangkah keluar dari kendaraannya. Meski sudah berada di kawan villa, Kaisar tetap menggunakan masker, mungkin sebagai bentuk kehati-hatian dan kebiasaan selama perjalanan panjangnya.Di depan villa, Reno dan kedua orang tuanya, Nyonya dan Tuan Dominic menanti dengan cemas saat diberitahu oleh pengurus villa tadi. Mereka tidak tahu siapa tamu yang akan datang, apalagi begitu penting hingga menyurutkan Kaisar dari kepergiannya.“Apakah dia temanmu?” tanya Tuan Dominic pada Reno.Reno mengangkat kedua bahu, “Aku sama sekali tidak memberitahu teman-teman kalau akan berlibur ke sini bersama kalian. Yang tahu cuma kekasihku.”Nyonya Dominic pun penasaran dan sedikit khawatir. “Bagaimana kalau dia orang jahat?”“Kau jangan khawatir,” ucap Tuan Dominic menenangkan istrinya. “Penjaga Villa tidak akan mengizinkannya mas
“Kaisar,” panggil Tuan Dominic dengan sorot mata penuh penyesalan padanya.“Iya, Tuan,” sahut Kaisar.Tuan Dominic menoleh pada Nyonya Dominic dengan sorot mata harunya sesaat kemudian menatap Kaisar kembali.“Maaf kami yang tidak mencarimu di New Taraka,” ucap Tuan Dominic dengan sedih.“Ibu juga minta maaf,” tambah Nyonya Dominic. “Mungkin sudah banyak jalan hidup yang pahit yang kau jalani di sana di saat kami hidup tenang di sini bersama adikmu Reno.”“Bapak dan Ibu jangan merasa menyesal dan bersalah atas takdir hidupnya,” sahut Kaisar. “Aku tahu, semuanya ada alasan. Kalian tidak bisa mencariku ke New Taraka karena dalam keadaan perang dan kalian sudah mendengar kabar bahwa aku sudah meninggal di sana.”Tuan dan Nyonya Dominic mengangguk sedih. Seketika Tuan dan Nyonya Dominic melihat ke luar. Mereka heran Reno belum masuk ke dalam juga.“Kemana Reno?” tanya Nyonya Dominic.“Biarkan saja,” sahut Tuan Dominic. “Dia sedang asik teleponan dengan pacarnya.”“Siapa pacarnya?” tanya K
Kaisar melangkah dengan langkah tegapnya ke dalam Villa Dominic. Sesaat setelah pintu tertutup, wajahnya yang serius langsung memunculkan ketegangan di wajah Tuan dan Nyonya Dominic yang sudah menantinya di ruang tamu yang mewah itu."Tuan, maksudku, ayah!" sapa Kaisar dengan serius. "Saya memiliki kabar buruk mengenai Reno."Mata Tuan dan Nyonya Dominic langsung menunjukkan ketidakpastian. Mereka mengangkat pandangan ke arah Kaisar, menanti penjelasan lebih lanjut."Sepertinya terjadi hal yang tidak baik pada Reno," lanjut Kaisar, "Dia ditembak di mobilnya dan dibawa pergi oleh penembak."Tuan Dominic melepaskan napas dalam-dalam, ekspresinya mencerminkan kepanikan dan kekagetan. "Tembak? Bagaimana bisa ini terjadi? Siapa yang melakukan ini?"Kaisar menatap Tuan Dominic serius. "Itu yang ingin saya cari tahu. Apakah selama ini Reno memiliki musuh?"Tuan Dominic menggeleng cepat. "Tidak, sama sekali tidak. Dia tidak pernah terlibat dalam masalah yang bisa membuatnya memiliki musuh."K
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas
Di ruang istana yang megah, Jenderal Kaisar duduk di seberang meja dari Elena, istrinya. Suasana ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mendalam. Kaisar menatap Elena dengan ekspresi serius, dan Elena dapat merasakan ada sesuatu yang sangat penting yang ingin diungkapkan suaminya."Sayang," ucap Kaisar dengan suara yang dalam, "ada sesuatu yang perlu kusampaikan padamu."Elena mengangguk, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Kaisar?"Jenderal Kaisar mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Para peretas yang telah mengancam keamanan negara kita adalah agen mata-mata dari negara Taruma."Elena merasakan kejutan melintas di wajahnya. "Negara Taruma? Bagaimana bisa?"Kaisar menjelaskan dengan penuh ketegasan, "Kami telah melakukan penyelidikan, dan berdasarkan bukti yang kami temukan, kami berhasil menghabisi beberapa dari mereka. Bahkan, seorang dari mereka sudah kami tangkap."Elena merasa campur aduk antara kelegaan dan kecemasan. "Apakah ancaman
Ruang rawat inap rumah sakit militer itu terasa hening, hanya terdengar suara mesin-mesin alat medis yang terus berdenyut. Kaisar duduk di kursi di sebelah tempat tidur yang ditempati oleh Bara, salah satu agen rahasia dari pihak musuh yang berhasil mereka sandera. Damian berdiri di sampingnya sambil memperhatikan dengan serius.Dokter yang berkemeja putih memeriksa luka tembakan yang melukai Bara. Kaisar dan Damian menyimak setiap kata yang diucapkan dokter dengan ketegangan yang menggelayuti hati mereka."Dia harus istirahat dan pulih selama beberapa minggu. Luka tembaknya cukup serius, tapi kami melakukan yang terbaik untuk memperbaiki kerusakan," ujar dokter dengan suara lembut.Kaisar menundukkan kepalanya sejenak, lalu menatap Bara yang terbaring tak berdaya. "Lakukan apa pun yang diperlukan untuk kesembuhannya, dokter."Damian menarik napas panjang. "Jenderal, apakah Anda yakin kita harus meninggalkannya di sini? Bagaimana jika ada pihak lawan yang mencoba menyusup ke sini dan
Di dalam kamar hotel, Bara dan tim agennya sedang sibuk mengatur strategi mereka. Keheningan di kamar itu terputus ketika salah satu agen mendapat laporan penting."Apa yang terjadi di lobby?" tanya Bara dengan ekspresi serius.Salah satu agen menjawab dengan ketidakpastian, "Ada banyak pasukan tentara di sana, Bara. CCTV menunjukkan gerakan yang mencurigakan."Bara segera memeriksa layar laptop, matanya meneliti setiap sudut ruang hotel yang ditampilkan oleh kamera pengawas. Benar saja, tentara-tentara bersenjata berjaga di sekitar lobby."Sepertinya kita telah diintai," kata Bara dengan suara tegas. "Pihak musuh mungkin sudah mengetahui keberadaan kita di sini."Ketegangan menyelimuti kamar, dan Bara segera memberikan perintah, "Bersiaplah untuk segala kemungkinan. Keluarkan senjata dan siapkan diri untuk perlawanan. Jika mereka benar-benar menyerang, kita harus siap menghadapinya."Semua anggota tim segera bergerak dengan sigap. Senjata-senjata ditarik, dan wajah-wajah mereka mence