Beranda / Romansa / PETAKA REUNI / Hari Bersejarah

Share

Hari Bersejarah

Penulis: Wanti Arifianto
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-02 22:31:24

Aku memasuki rumah dengan langkah lesu. Asing sekali rasanya rumah ini. Entah mengapa rasanya begitu hampa. Padahal, biasanya aku juga sendiri, rumah pun dalam keadaan kosong ketika aku pulang bekerja.

Mataku langsung menjelajah seisi ruang tamu ketika pintu terbuka. Kubuka pintu selebar-lebarnya, membiarkan udara masuk dan melepaskan kebebasanku sendiri. Sebab, sesak rasanya ketika membayangkan aku hanya seorang diri di sini. Apakah ... apakah Arsyl benar-benar tidak akan pulang lagi malam ini? Sampai kapan dia berdiam di rumah sakit dan mengabaikanku?

Aku berjalan perlahan, lalu berhenti tepat di tengah ruangan. Tatapanku terarah pada foto pernikahan berukuran besar yang terpajang di dinding. Nuansa merah jambu dan perak di foto itu membuat aku dan Arsyl tampak bercahaya. Kata orang yang hadir dalam acara resepsi atau melihat foto itu, aura kami begitu terpancar di sana.

Lalu, aku menatap foto itu sekali lagi. Tak ada senyum menghiasi bibirku ketika itu. Menunggu akad di bilik peng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PETAKA REUNI   Malam Pertama yang Berbeda

    Aku tak tahu, berapa lama sudah menghabiskan waktu dengan berkhayal di ruang tamu. Hingga malam menjelang, aku masih saja duduk di tempat yang sama, menatap foto pernikahan yang usianya hampir satu tahun. Sampai kemudian, ponselku berdering, menampakkan nama Kak Amy di layar. “Ya, Kak?” “Kamu nangis?” Alih-alih menyapa, pertanyaan itu yang dilontarkan Kak Amy ketika aku menjawab panggilannya. “Hampir.” Aku hanya tertawa ketika mengucapkannya. Tawa paling getir yang pernah keluar dari bibirku, setelah beberapa hari ini diliputi kesedihan.Tawa Kak Amy terdengar di seberang sana, sebelum dia mengembuskan napas berat. Sejak mengunjungiku tempo hari, Kak Amy lebih sering menelepon. Sekadar mengingatkan agar aku tak telat makan, atau menceritakan anak-anaknya. Kak Amy selalu saja punya bahan untuk menghibur dan mengajakku bicara. Beberapa kali dia juga meminta agar aku datang ke rumah Mama Indi. Hanya saja, aku belum sanggup bertemu siapa pun sekarang, takut bila tiba-tiba menangis dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • PETAKA REUNI   Kembali Asing

    Malam sudah semakin menua, melewati batas pertengahannya. Namun, aku sama sekali masih belum bisa tidur. Akhir-akhir ini aku tak bisa tidur nyenyak. Banyak hal yang membuatku merasa aneh. Kupikir, semua akan kembali normal saat Arsyl pulang beberapa hari yang lalu. Nyatanya, saat tinggal bersama seperti sekarang, aku merasa jarak yang membentang di antara kami kian terbuka lebar.Arsyl, dia pulang dengan sosok yang berbeda. Dia pulang, tetapi seperti meninggalkan dirinya yang selama ini kukenal, entah di mana. Dia pulang sebagai orang asing, orang yang tak kukenali, dan bahkan ... mungkin dia pulang sebagai orang yang membenciku. Ingin aku memanggilnya, lalu membuka pembicaraan untuk menjelaskan semuanya. Ingin aku mengurutkan setiap hal di masa laluku, membuatnya mengerti atas apa yang sebenarnya terjadi, sampai aku lepas kendali dan melakukan perbuatan yang menyakitinya, menodai pernikahan kami. Akan tetapi, aku tak bisa. Arsyl sama sekali tak membuka ruang. Dia tak pernah memberi

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • PETAKA REUNI   Berat

    Rasa penasaran karena hal semalam membuatku tak bisa tidur lagi. Aku benar-benar tak sedikit pun memicingkan mata malam ini. Pikiranku campur aduk. Ingin tahu, kesal, dan mungkin juga ... cemburu. Namun, untuk bertanya atau sekadar membuat Arsyl sadar akan keberadaanku, aku tak mampu. Tak tahu akan melakukan apa, aku memilih menyibukkan diri dengan beberapa kegiatan rumah. Hal yang biasanya dilakukan orang seminggu sekali, kali ini kulakukan sendiri, tanpa lelah dan bahkan tanpa istirahat. Aku membersihkan seluruh rumah dengan hati-hati, tak ingin Arsyl sampai mendengar dan terbangun. Apa yang akan aku katakan sebagai alasan bila dia mendapatiku sekarang? Mungkin, hanya ada canggung yang lagi-lagi menjadi penengah di antara kami.Waktu baru menunjukkan angka tiga pagi ketika aku selesai membersihkan seluruh rumah. Bantal kursi, taplak meja, sampai keset dan gorden telah kuganti. Untung saja, lemari penyimpanan ada di belakang. Kalau tidak, tentu kegiatan membuka tutup laci akan meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04
  • PETAKA REUNI   Siasat

    Hari-hari selanjutnya, keadaan di dalam rumah masih sama. Arsyl pulang setiap malam tetapi kami tak terlinat percakapan apa pun. Dia langsung menuju kamar, melangkah cepaf ketija melintasi pintu. Sebagai orang yang memang terlahir cerdas, Arsyl memilih cara terbaik dalam menghindariku. Kupikir, tinggal di rumah sendirian tanpa kepulangan Arsyl adalah situasi yang paling menyiksa. Nyatanya, keberadaannya di rumah, pulangnya setiap larut malam dan kembali pergi ketika pagi menyapa bahkan sebelum kami saling bertanya kabar, itu semua seperti racun yang membunuhku perlahan. Aku ada di rumah itu. Sebagai istri, sebagai teman bicara yang Arsyl butuhkan. Namun, satu kesalahan yang kulakukan agaknya terlalu fatal, hingga akhirnya dia mengabaikanku dari waktu ke waktu. Aku ada di hadapannya tapi Arsyl seperti enggan menyapa. Aku ada dan menantinya setiap hari, tetapi dia tak melihatku sama sekali. Tahukan rasanya ketika kita merasa tergantung dan begitu mendamba tetapi yang diharap tak kunju

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • PETAKA REUNI   Jejak Rindu

    Tak ingin membiarkan jarak di antara aku dan Arsyl semakin menjauh, pagi ini aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit. Sesuai janji yang kubuat dengan Suster Eni beberapa waktu lalu, hari ini aku datang tanpa sembunyi-sembunyi lagi. Kedatanganku pagi ini pun sengaja dan sesuai kesepakatan. Suster Eni yang memang dinas malam belum pulang, sekalian menungguku. Sementara itu, aku sepakat pergi pagi ini karena sekalian ke kantor. Tak apa meski rutenya memutar. Sesuatu yang kuperjuangkan memang lebih besar. Seumur hidup, aku tidak pernah mengiba kepada siapa pun, apalagi sampai mengucapkan maaf berkali-kali. Aku bahkan terus melakukannya tanpa peduli, meski diabaikan Arsyl berkali-kali. Jangankan menerima permintaan maafku, melihatku saja Arsyl seperti enggan. Akan tetapi, kali ini, aku merasa harus menerima semuanya. Berhari-hari aku merasakan sikap tak acuhnya Arsyl sebagai hukuman, karena memang telah melakukan kesalahan fatal. Satu hal yang terus kupegang untuk tak terluka kia

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05
  • PETAKA REUNI   Patah Kedua Kali

    Tekad untuk memperbaiki semuanya membuatku menekan ego sedalam-dalamnya. Bagaimanapun, perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga ini bermula dari salahku. Aku yang kembali hanyut dalam pesona Danar dan tak bisa menata hati pasca reuni. Aku yang terlalu mendahulukan hati, padahal kisah lampau itu sama sekali tak berarti untuk diingat lagi.Bertemu Danar kala itu memang merusak semua tatanan yang tengah kubangun dengan susah payah. Akan tetapi, aku percaya pada hikmah dalam setiap kejadian. Sekuat tenaga pun aku berusaha menutupi kecurangan itu, tetap saja Arsyl bisa mengetahuinya. Sebab, Sang Maha ingin aku menerima konsekuensi atas semuanya, sebagai pengingat agar tak melakukannya di kemudian hari. Aku harus sadar, bahwa tugas istri adalah menjaga kehormatan suaminya. Bagaimanapun mengingkari ikatan itu, aku dan Arsyl tetaplah suami istri yang harus menjadi pakaian satu sama lain. Terima atau tidak, pernikahan ini bukan ikatan main-main. Janji itu diucapkan Arsyl penuh kesungguha

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-06
  • PETAKA REUNI   Surat Cinta

    Dear, Arsyl. Aku paham kalo kamu marah. Silakan. Aku nggak akan protes atau keberatan.Karena memang ini semua salahku, dan aku akan terus minta maaf untuk itu.Seperti kamu yang ngasih aku waktu, maka kali ini pun sama.Ambil waktu sebanyak yang kamu mau.Aku nggak akan memaksa, juga nggak akan merayu.Tapi satu hal, Arsyl ... aku datang karena aku rindu.Aku mau kamu, dan aku mau memperbaiki semuanya.Bukan demi keluarga, tapi benar-benar demi aku dan kamu.Aku nggak mau kamu merasa tidak nyaman karena aku.Kalo keberadaanku di rumah bikin kamu harus menghabiskan waktu di luar, maka aku minta maaf.Pulanglah. Nggak perlu bohong dengan menyibukkan diri di rumah sakit.Karena aku tau, kamu cuma menghindar dari aku.Pulanglah, istirahat dan makan dengan baik di rumah.Aku menyimpan beberapa makanan beku seperti biasa.Pulanglah, karena kamu punya rumah untuk istirahat dengan baik.Meski istri yang kamu harapkan nggak ada di dalam rumah itu.Sementara itu, biar aku yang pergi.Dalam

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-06
  • PETAKA REUNI   Tertangkap Basah

    Aku menatap Arsyl yang mendekat dengan langkah pelan. Dia menyelisik wajahku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Kemudian, aku sedikit berdeham dan mengalihkan pandangan ketika dia duduk di tepi ranjang, di sisiku. Flu?” tanyanya. Terasa canggung. Tak lupa tangannya menyusup menyentuh leher, juga dahiku. Ini adalah kebiasaan yang dilakukannya sejak lama. Sementara itu, aku mengangguk tanpa berkata. Seperti seorang anak yang mengakui kesalahan pada orang tuanya. Rasa sedih ini, rasa bersalah ini ... semua karena aku sangat mencintainya. Ya. Aku mencintainya.Dia menghela napas sejenak, belum menarik tangan dari dahiku. “Mandi malam lagi? Bandel!”Aku bergeming, merasakan tangan Arsyl yang masih menempel di pipi. Ingin rasanya menjawab, tapi semua kata tercekat dalam tenggorokan. Namun, desakan dari hati membuat air mata ini menitik, kala aku berkata, “Maaf.”Hanya itu. Ya, hanya itu kata yang mampu kuucap untuk mengurai semua masalah ini. Kata yang seharusnya terucap di awal pernika

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-07

Bab terbaru

  • PETAKA REUNI   Terima Kasih (ending)

    “Ssst!” Arsyl meletakkan telunjuk ke bibir ketika aku masuk ke kamar. “Boss besar baru aja tidur.” Dia melanjutkan kalimatnya.“Lho, kok bisa? Kan, dia belum ng-ASI?” Aku mendekat.Sepulang dari mal tadi, kami mampir ke rumah Mama sebentar. Sementara itu, Arsyl lanjut ke klinik. Setelah urusannya selesai, baru kami pulang ke rumah bersama. Aku langsung mandi, karena lelah dan berpikir akan langsung tidur saja.“Tadi sudah aku angetin ASIP-nya.” Arsyl masih berbicara pelan. Dia mendekat dan bertanya, “Mau mompa?”Aku hanya mengangguk, dan mulai mempersiapkan alat. Selama menyusui, produksi ASI-ku memang berlimpah. Sebuah hal yang patut disyukuri, karena banyak ibu di luar sana yang mengalami nasib sebaliknya.“Mam, mompanya bisa biasa aja, nggak?”Aku menoleh? Apa katanya? Biasa saja? Aku bahkan belum mulai. Dasar mesum!“Maksudnya?”“Ya ... nggak usah pake baju begitu lagi, kan aku jadi—“Belum selesai kalimat Arsyl kala aku melemparnya dengan sebuah bantal.Suamiku itu hanya terkekeh

  • PETAKA REUNI   Hadiah Kedua

    Papa Ciiil!”Dua bocah berambut kriwil itu menyongsong dengan riang ketika aku dan Arsyl sampai di rumah Mama. Sore ini, Mama mengundang kami untuk datang ke acara makan malam keluarga. Berkumpul di sini, lalu nanti sama-sama menikmati hidangan di sebuah tempat di tepi pantai. Bukan tanpa alasan, sebab suami Kak Amy datang dari Manado tengah berulang tahun. Ayah si Kembar itu akan menghabiskan masa cuti beberapa hari di Makassar.Menurut Mama, sudah lama kami tak duduk dalam formasi lengkap. Sebab, selama ini memang kami jarang menemukan waktu yang pas. Biasanya, jika ada suami Kak Amy, maka Arsyl sibuk. Atau kalau tidak, aku yang sedang lembur.“Hey! Sudah makan belum?” Arsyl berjongkok, dan menyambut keponakannya dalam dekapan. Kemesraan yang selalu mampu menghangatkan hatiku sejak dulu. “Zaki udah!” Zaki mengusap perut ketika berkata demikian.“Zia juga udah!” Zia menyahut, tak mau kalah.“Anak pinter!” Arsyl menghadiahkan kecupan pada si Kembar, bergantian.“Papa Cil, nanti kit

  • PETAKA REUNI   Tentang Komitmen

    “Nanti aku ada pameran di mal. Bawa Arsha boleh, nggak?”Aku bertanya kepada Arsyl kala menyajikan sarapan. Ini adalah akhir pekan, tapi aku masih harus menyelesaikan beberapa tugas kantor terkait stand pameran disalah satu mal yang ada di Kota Makassar. Menjelang akhir tahun, berbagai perusahaan otomotif memang gencar melakukan kegiatan seperti ini dengan memberikan banyak potongan dan berbagai bonus.“Mau aku temenin sekalian?” Dia bertanya setelah menyesap air jahe. Hari ini Arsyl tidak ke rumah sakit. Dia bilang, nanti malam juga hanya akan ada di klinik satu jam saja.“Nggak usah. Mau ngapain?”“Ya sekalian belanja. Kamu nggak jaga stand, ‘kan? Cuma ngurus administrasi sama orang mall aja?”Aku mengangguk. “Iya. Tapi kalo kamu ikut, aku malah takut nggak konsen nanti.”Arsyl menimang bayi kami yang ada dalam dekapannya lalu berkata, “Nggak konsen? Emang kamu mau ngapain?”Aku melengos, lalu bangkit menuju wastafel. “Lagian mau ngapain ikut? Emang nggak bosen? Aku sampe jam tiga d

  • PETAKA REUNI   Hari-Hari yang Manis

    Jika ditanya apa yang paling kubenci akhir-akhir ini, maka tamu di pagi hari adalah jawabannya. Bukan saja karena masih ingin bermalas-malasan di tempat tidur, tapi karena banyak hal yang harus kubereskan lebih dahulu. Aku tidak suka jika rumah dalam keadaan berantakan lalu ada yang datang. Selain akan dicap jorok, tentu sebagian orang akan menganggap aku istri yang malas. Seperti pagi ini misalnya, kala Kak Amy datang tanpa memberi tahu. Salah Arsyl juga, yang membuka pintu tanpa berpikir panjang.“Ya aku nggak tau, Sayang. Kan kupikir itu Kak Amy, bukan orang lain.” Dia mengelak, sedangkan aku menatapnya dengan memberengut. Mungkin, kali ini wajahku sudah seperti Angry Bird karena alis yang menyatu.“Mau Kak Amy atau bukan, harusnya kamu bisa beresin dulu ruang tamunya.” Aku masih merasa sebal.Bagaimana tidak? Kak Amy datang di akhir pekan, kala kami masih ingin bergelung di balik selimut. Sialnya, Arsyl membuka pintu tanpa membereskan lebih dulu kekacauan yang semalam sempat kam

  • PETAKA REUNI   Reuni Kedua

    “Apa aku batalin aja?”Arsyl menatapku yang sedang berkemas. Lebih tepatnya, aku tengah mengemas pakaian dan segala perlengkapan kami. Rencananya, besok kami akan bertolak ke Bali untuk menghadiri acara reuni yang dilaksanakan oleh kampusnya. Reuni akbar yang digelar setelah lebih sewindu kelulusan.Jika biasanya kami bepergian cukup dengan satu kopor kecil, maka kali ini bawaan kami bertambah satu kopor besar lagi. Banyak bawaan yang tak bisa ditinggalkan, utamanya milik Baby Arsha. Bayi yang kulahirkan dua bulan lalu itu bernama Andi Arsha Hanafi. Darah keluarga Arsyl mengalir dalam tubuh bayi gembul itu.Lahirnya Arsha tentu saja disambut penuh sukacita. Selain menjadi cucu pertama laki-laki di keluargaku, Arsha juga bayi yang lahir setelah banyak drama terjadi dalam keluarga kami. Drama yang melibatkan semua orang, menyita waktu dan melelahkan hati.l“Kenapa harus dibatalin? Kamu nggak mau aku ikut?” Aku menjawab dengan sinis. “Sayang ... Baby Arsha kan masih kecil. Kamu tega mau

  • PETAKA REUNI   Untuk Kamu

    “Mam, mau sarapan apa?”Aku menggeliat kala merasa kecupan bertubi-tubi jatuh di pipi. “Ngh ... masih pagi.”“Sudah siang, Sayang.”“Tapi aku masih ngantuk.” Kunaikkan selimut sampai menutupi kepala, menyisakan mata saja.“Mau jalan-jalan, atau kita olahraga di sini saja?”Setelah Arsyl berucap demikian, terasa kasur empuk ini bergoyang. Benar dugaanku, dia menyusup ke dalam selimut sembari menjejakkan buai memabukkan. Ah, laki-laki ini! Apa dia tidak akan membiarkanku istirahat sebentar saja?“Bangun, atau keseksianmu pagi ini akan membangunkan sesuatu, Arini?’Apakah hanya aku yang mendengar bahwa pujian itu adalah ancaman dalam satu waktu?“Iya ... iya! Aku bangun!” susah payah aku bangkit dari pembaringan. Perut yang sudah bulat sempurna membuatku kepayahan tiap kali bangkit dari posisi berbaring. Karena perut yang sangat besar, Kak Amy beberapa kali menduga jika aku mengandung bayi kembar. Kehamilan yang tak lama lagi menuju persalinan ini membuat kaki sedikit bengkak. Itu sebab

  • PETAKA REUNI   Meja Hijau

    “Kamu sudah siap?” Arsyl mendekat, lalu mengelus bahuku. Setelah menanti dengan harap-harap cemas, akhirnya hari itu datang juga. Meski setengah hati, akhirnya aku menghadiri hari yang sebenarnya ingin aku hindari. Namun, bagaimana lagi? Aku tidak boleh lari, bukan? Aku tersenyum. Kami sudah sejauh ini dan tidak akan mundur lagi. “Iya.”Arsyl menatap dengan sorot serius. “Kalo kamu nggak bisa, nggak apa-apa, Rin.” “Aku nggak apa-apa. Mungkin, ini kali terakhir aku bertemu Danar.” Kutatap Arsyl dengan saksama. “Bukannya ... bukannya harusnya aku yang tanya ke kamu? Nggak apa-apa, ‘kan, kalo misalnya aku ketemu sama dia sekali lagi?”Dia menggeleng, lalu tersenyum. “Nggak ada alasan, buat aku nggak percaya sama kamu.” Usai berkata, Arsyl memeriksa bawaan kami sekali lagi. Dia selalu begitu bila kami akan bepergian. Memastikan tak ada barang yang ketinggalan memang selalu menjadi tugasnya. Untuk setiap hal, dia memang sangat teliti, apalagi bila itu menyangkut kesehatanku dan calon b

  • PETAKA REUNI   Wanita dari Masa Lalu

    Sejak malam aku pulang dari rumah Ibu sambil menyembunyikan tangis dari Arsyl, aku belum pernah ke sana lagi. Rasanya, aku ingin sendiri untuk beberapa waktu. Lalu, kesibukanku di kantor kujadikan alasan untuk beristirahat di rumah saja di akhir pekan. Selain itu, perut yang sudah membesar memang membatasi tenagaku, tak bisa seperti dulu.Seperti hari ini misalnya. Aku hanya bersantai di kamar meski matahari sudah meninggi. Akhir pekan ini aku sendiri, karena Arsyl ke rumah sakit sejak pagi. Entah kesibukan apa yang dia lakukan, aku tak begitu banyak bertanya. Sempat dia menawarkan agar aku ke rumah Ibu, tetapi aku menolaknya.Tak bosan dengan bahan bacaan yang baru saja kubeli, aku berniat akan menghabiskan sepanjang hari dengan membaca. Beberapa jenis makanan ringan sudah siap di meja, berikut buah potong yang tak pernah ketinggalan. Sering lapar membuat aku berubah menjadi manusia pemakan apa saja. Ah ... apa semua perempuan hamil akan begini di trimester ketiga mereka? Atau hanya

  • PETAKA REUNI   Salahku

    “Kok aku agak heran sama Kakak.” Raya maju satu langkah, berdiri di sisi Anita. Dia menoleh sebentar ke arah adik bungsu kami seolah-olah meminta pertimbangan, lalu kembali menatapku dengan sorot setajam sebelumnya. “Susah banget buat move on dari Kak Danag ... apa mungkin ... kalian pernah terlalu jauh?”Untuk beberapa saat, pertanyaan Raya itu berhasil membuat duniaku berhenti. Bukan saja karena terkejut. Lebih dari itu, aku sama sekali tidak menduga bila pertanyaan seperti itu akan terlontar dari bibir adikku sendiri. Bagaimana bisa dia mencurigaiku sampai seperti itu? Bagaimana mungkin mereka bisa berpikir bahwa aku akan merusak kehormatan keluarga?“Apa karena itu juga, Kakak pergi ke acara reuni tahun lalu?” Raya masih menatapku. Dia seperti lupa caranya berkedip. “Apa mungkin ... di sana terjadi sesuatu di antara kalian, sampai Kakak begini?”Aku masih tak dapat berkata-kata. Sungguh, ini terlalu mengejutkan untuk sebuah kenyataan. Bagaimana mungkin, Raya mengungkit semuanya k

DMCA.com Protection Status