Cleon mengernyitkan alis, tak lama kemudian, sebuah senyuman mengembang di bibirnya. "Tenang saja, Bosmu ini bukan binatang buas." "Bu-bukan begitu Bos. A-aku ....," Gloria semakin bingung harus bicara apa.Cleon menghela napas, diambilnya cangkir kopi yang ada di atas meja. Dengan santainya Cleon minum kopi."Ada apa denganku?" gerutu Gloria dalam hati. "Konyol sekali! Setiap hari bertemu bos, kenapa aku masih takut? Aku jadi malu."Cleon terdiam sejenak sebelum melanjutkan lagi obrolannya. "Nanti kamu bantu Melodi.""Melodi?" "Iya. Gadis yang akan bekerja di sini," jawab Cleon. Gloria langsung menganggukan kepala, tidak mau banyak bertanya tentang Melodi karena baginya melihat Cleon bicara sudah melunak dengan wajah tidak angker seperti tadi sudah merupakan berkah baginya. "Iya Pak, saya akan bantu Melodi.""Sekarang pergilah! Batalkan semua meeting kita di luar negeri," ucap Cleon."Tapi Pak, meeting itu sangat ....," Gloria mengingatkan. "Batalkan semuanya!" Cleon menatap Glor
Setelah sekian lama mencari dan mencari bahkan seluruh isi lemari Brian sudah ke luar semua, Clara tidak berhasil juga menemukannya. "Sialan! Hilang ke mana celana dalam itu?!" omel Clara kesal melihat isi lemari Brian kosong.Pakaian yang berserakan di lantai dan tempat tidur, kembali Clara obrak abrik lagi, tapi misteri celana dalam hitam tidak juga ditemukan. Clara menghela napas, berpikir keras kira-kira ada di mana celana dalam itu. Lalu langkahnya dengan tergesa-gesa ke luar dari kamar menuju ke tempat di mana semua baju kotornya di cuci.Keranjang pakaian kotor menjadi tempat pertama pencariannya. Baju kotor yang menggunung satu per satu di keluarkan. "Di mana celana sialan itu?! Di mana?!" Clara tertegun begitu matanya melihat satu buah celana dalam warna hitam berenda nampak asing di antara celana dalam miliknya dan celana dalam milik Brian. Perlahan diambilnya celana dalam tersebut. "Ini dia," Clara memperhatikan dengan seksama. "Iya benar, ini bukan milikku. Gue tidak puny
Sejenak Brian tertegun lalu detik berikutnya cepat tersadar dan menguasai dirinya kembali. "Itu antingmu.""Ini bukan antingku!" sanggah Clara penuh penekanan. Brian menghela napas, ditaruhnya celana dalam berenda yang telah membuat kerusuhan lalu berdiri mendekati Clara. "Coba ingat baik-baik, anting ini milikmu. Percaya padaku, tidak mungkin aku membawa perempuan lain ke dalam apartemen.""Bohong!" "Dengarkan aku baik-baik," Brian memegang pundak Clara kiri dan kanan, ditatapnya iris mata yang dihiasi bulu mata tebal. "Aku ini mencintai mu. Sudah banyak hal yang telah kita lewati bersama. Kenapa kamu masih tidak percaya padaku?!" ucap Brian dengan lembut.Clara diam, anting yang ada di tangan kanan dilihatnya kembali. Wajah tadi yang penuh dengan amarah, perlahan mulai terlihat tenang."Percaya padaku, tidak mungkin aku melakukan hal gila di belakangmu. Kamu segalanya bagiku, bukankah kamu tahu, bagaimana perjuanganku dalam mendapatkan mu?! Jadi, apa mungkin aku mengkhianati mu?"
David dan Cleon saling berpandangan begitu mendengar nama Stefi."Bagaimana Bos?!" tanya Gloria. "Nona itu sedang menunggu di luar.""Bawa dia kemari!" perintah Cleon sambil berjalan ke kursi kebesarannya sementara David kembali duduk, tidak jadi pulang.Gloria segera pergi lalu tak lama kemudian kembali masuk dengan seorang wanita. Setelah mempersilahkan wanita tersebut, Gloria pergi ke luar.Sejenak Stefi berdiri mematung, terkejut melihat ada David sedang bersama Cleon. "Maaf, apa aku mengganggu?!" David bangun dari duduknya. "Tentu saja tidak, kita hanya sedang mengobrol saja. Ada angin apa, gadis cantik model terkenal tiba-tiba datang ke sini?!""Aku kebetulan lewat, jadi aku mampir saja," jawab Stefi. "Tapi kalau aku mengganggu kalian berdua, aku akan pergi."Cleon bangun dari tempat duduk kursi kebesarannya, berpindah tempat duduk ke sofa dan mempersilahkan Stefi duduk. "Darimana dan mau ke mana?!" tanya David untuk mengusir kecanggungan pada Stefi."Dari rumah teman yang men
Terdengar suara ketukan dari pintu kamar. "Melodi!" Hening, tak ada suara apalagi jawaban, hanya detak jam dinding yang mengisi seluruh ruangan. "Melodi!" Suara Ibu lebih ditinggikan lagi, tapi masih juga tidak ada jawaban. "Ke mana bocah itu?!" gumam Ibu melihat daun pintu kamar putrinya yang tertutup.Orang yang dipanggil baru saja bangun dari tidur nyenyaknya, tubuhnya menggeliat disertai menguap lebar-lebar. "Jam berapa ini?!" gumamnya dengan mata sulit sekali untuk dibuka. "Mengantuk sekali."DREET!DREET!Ponsel di atas nakas bergetar. Mau tidak mau, Melodi menggerakkan tangannya meraih ponsel. "Mengganggu saja! Siapa sih?!" Mata yang sulit dibuka seketika melebar ketika di layar ponsel tertera nama Cleon."Manusia es!" ucap Melodi. "Mau apa sih nih orang?!" Ponsel Melodi ditaruh begitu saja disamping tubuhnya yang telentang. "Males harus berurusan dengannya." Tatapan Melodi melihat langit-langit kamar, pikirannya jadi berkelana teringat semua kejadian yang akhir-akhir ini te
"Siapa namamu?!" tanya Gloria."Saya Melodi. Melodi Celena," jawab Melodi merasa risih dengan tatapan kedua wanita yang sekarang sedang menatapnya dengan intens.Gloria teringat ucapan Bos Cleon yang mengatakan akan ada seseorang dengan nama Melodi datang untuk melamar pekerjaan. Setelah diam beberapa saat, Gloria mengajak Melodi ikut dengannya.Lift yang membawa Gloria dan Melodi sampai di lantai atas. Dengan sepatu high heels dan penampilannya yang elegant, Gloria ke luar dari lift penuh percaya diri, tapi berbeda dengan Melodi nampak enggan dan tidak percaya diri."Kenapa diam saja?!" tanya Gloria melihat Melodi masih berdiri di dalam lift."Saya, saya ...," Melodi terlihat ragu."Bos Cleon sudah menunggumu dari tadi," ucap Gloria. "Saya lupa, namaku Gloria, sekretaris pribadinya Pak Cleon. Kamu bisa memanggilku Gloria."Melodi mengangguk. "Iya, Gloria.""Bos sudah menunggumu dari tadi. Ayo! Sebelum beliau marah karena kamu datang terlambat." Gloria melangkahkan kakinya meninggalka
TING!Pintu lift terbuka ketika sudah sampai di lantai bawah. Cleon melangkahkan kaki panjangnya dengan tegas ke luar dari dalam lift, suara sepatu hitam mengkilap terdengar begitu berirama setiap kali kakinya menyentuh lantai keramik dingin.Melodi diam beberapa detik di dalam lift membiarkan Cleon pergi terlebih dahulu. "Gue tidak mau berjalan dengannya. Nanti belum apa-apa, gue sudah jadi bahan gunjingan semua penghuni gedung ini."Beberapa karyawan menyapa Cleon dengan sopan dan hormat, tapi semuanya hanya dibalas dengan tatapan datar dan sorot mata yang begitu dingin."Hai!" tangan seorang wanita menepuk bahu Melodi dari belakang ketika Melodi sedang berjalan pelan."Eh," Melodi sedikit kaget karena sedang fokus melihat Cleon dari belakang, dilihatnya orang yang menepuk bahunya, ternyata wanita resepsionis."Kalau jalan jangan sambil melamun, nanti bisa nabrak orang," tegurnya."Iya," jawab Melodi tersenyum. "O ya, by the way, kita belum kenalan. Namaku Melodi," ucap Melodi mengu
"Eith," Vivi tersenyum licik."Darimana loe mendapatkan itu?!" bentak Clara kaget."Memangnya darimana?!" jawab Vivi santai melihat ponsel miliknya.Clara memicingkan matanya. "Dasar sekretaris tidak tahu diri! Loe mengintip Bosmu!" Ponsel Vivi masukan dalam laci mejanya. "Bukan mengintip, tapi ... He-he sangat jelas terlihat! Gue tidak ngintip, tapi nona yang memperlihatkannya secara gratis." Clara melihat ke arah pintu ruang kerja kekasihnya. "Pasti loe yang membuka pintunya!" "Tanpa pintunya dibuka, semua kelihatan sangat jelas," ujar Vivi santai.Clara sejenak tertegun ketika kedua bola matanya melihat sebuah ventilasi udara berada di atas dinding ruang kerja Brian.Vivi seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Clara, tersenyum penuh ejekan menatap Clara. "Bukan dari sana aku mendapatkan video ini, aku mendapatkan ini," tunjuk Vivi pada layar ponselnya. "Dari pintu itu!" jari telunjuk Vivi berpindah ke arah pintu ruang kerja Bosnya.Clara hendak merebut ponsel yang ada di tangan
Melodi memutar tubuhnya di depan cermin, senyum lebar tak pernah lepas dari bibirnya ketika melihat dress yang sedang dipakainya begitu cocok dengan tubuh kecil mungilnya. "Pasti yang memilih baju ini bukan si manusia es, mana mungkin dia mau bersusah payah membeli baju," ucap Melodi sendiri."Baju yang Nona pakai itu, Tuan Cleon sendiri yang memilihnya," terdengar suara lembut seorang wanita dari belakang tubuh Melodi.Tubuh Melodi langsung berbalik melihat ke belakang. "Sejak kapan Nyonya ada di sini?!" tanyanya."Sejak Nona mulai bicara sendiri," jawabnya. "Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Bibi."Melodi sejenak menatap wajah wanita itu. "Bibi bekerja di sini?!""Iya, bahkan Bibi yang mengasuh Tuan muda dari kecil," jawabnya tenang disertai senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. "Nona pasti gadis yang sangat spesial buat Tuan muda karena baru kali ini membawa seorang wanita ke rumah ini.""Eh, tidak, tidak!" Melodi menggelengkan kepalanya. "Bibi jangan salah paham. Saya
Melodi yang dipanggil oleh Bos besarnya, tapi Mang Sugeng yang terlihat khawatir. "Non Melodi, cepat masuk ke dalam mobil. Nanti Tuan marah."Melodi malah mendekati Mang Sugeng, kemudian berbisik, "sebenarnya, aku takut ikut dengan Bos.""Takut?!" tanya Mang Sugeng bingung. "Takut kenapa?!""Sst," Melodi menutup bibir mungilnya dengan jari telunjuk. "Jangan kencang-kencang ngomongnya, nanti Bos bisa dengar," bisiknya."Kenapa harus takut?" bisik Mang Sugeng heran. "Tuan Cleon bukan orang jahat.""Masa Mang Sugeng tidak mengerti! Aku dan Tuan besarmu itu berlainan jenis," jawab Melodi. "Mang Sugeng pahamkan?!"Berapa detik Mang Sugeng diam, mencerna ucapan Melodi, tak lama kemudian manggut-manggut. "Maksud Non Melodi, karena kalian berdua ini berlainan jenis jadi Non Melodi takut.""Pinter!" Melodi tanpa sadar memukul tangan Mang Sugeng. "Itu mengerti.""He-he," Mang Sugeng terkekeh sambil mengelus bagian tangan yang dipukul Melodi. "Jangan takut Non, Tuan tidak seperti itu," bisik Man
Intan masuk kembali ke dalam apartemennya. Walaupun Kevin telah pergi, tapi perasaan takut masih membayangi. "Semoga bocah sialan itu tidak datang lagi! Mengganggu kenyamanan ku saja. Brengsek!" Intan menggerutu sendiri.DREET!DREET!Ponsel di atas nakas bergetar. "Siapa yang meneleponku?!" tanya Intan pada diri sendiri langsung melihat layar ponselnya. "Astaga! Bocah tengil itu lagi!" Ponsel langsung dilempar ke atas kasur. Intan berdiri di depan cermin besar, menatap wajahnya yang kusut dan terlihat pucat. Berapa menit kemudian, Intan mengganti bajunya dan berdandan. "Sebaiknya aku ke luar menemui Brian! Sedang apa dia sekarang?!" Intan lalu melihat jam tangannya. "Tapi, apa Brian ada di kantor?!"....Melodi dan Cleon baru saja selesai meeting membahas beberapa tender yang telah berhasil mereka menangkan bersama para direktur utama."Bos," panggil Melodi kerepotan memegang tas kerja dan beberapa berkas yang ada di tangannya, langkahnya begitu tergesa-gesa untuk mengimbangi langka
"Apa kau tuli?!" tanya Kevin sarkas. "Kau pikir aku bodoh, percaya pada wanita murahan sepertimu!"Mendengar apa yang dikatakan Kevin, detik berikutnya Intan mengusir Kevin ke luar dari apartemennya. "Ke luar! Cepat ke luar!" Kevin bukannya pergi seperti yang Intan inginkan, kakinya malah semakin mendekat. "Berani kau mengusirku dari sini!"Tanpa berpikir panjang, Intan segera membuka pintu apartemennya lebar-lebar. "Ke luar!" Ucapnya galak menatap tajam pada Kevin dengan tangan mengarahkan ke luar pintu.Wajah Kevin berubah beringas. "Berani kau mengusirku, wanita murahan!" "Ke luar!" Bentak Intan lebih keras.Kedua tangan Kevin mengepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya. "Layani aku dulu, baru aku akan pergi dari sini!"Dada Intan naik turun menahan marah. "Aku tak sudi melayani nafsu gilamu itu! Pergi kau dari sini!"Kevin melangkah mendekat, berdiri dengan sombongnya di depan Intan. "Wanita murahan! Kau pikir siapa dirimu sampai berani-beraninya mengusirku dari sini! Kau hanya sam
Waktu terus berlalu, Lastri sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Menurut Dokter, tidak ada luka parah dibagian kepalanya, hanya sedikit luka robek dibagian kulit kepala. "Syukurlah, Lastri baik-baik saja," ucap Melodi. "Aku sudah sangat cemas dengan keadaannya," Melodi menatap wajah Lastri yang kepalanya diperban dibagian kening melingkar ke belakang. "Kamu sudah menghubungi keluarganya?!" tanya Cleon masih setia menemani sekretaris pribadinya tersebut."Ya ampun, aku lupa!" Melodi segera mengambil ponsel, tapi detik berikut wajahnya jadi berubah kesal. "Batreinya habis. Bagaimana ini?!""Pakai ini," Cleon memberikan ponselnya. Melodi sedikit ragu. "Tidak, tidak usah Bos! Biar aku charger saja ponselku sebentar.""Butuh berapa menit untuk charger ponsel? Kamu ini, dikasih yang mudah malah cari yang susah," ujar Cleon. "Tapi ...," Melodi garuk-garuk kepala tak gatal, tidak enak rasanya harus memakai ponsel yang sama sekali tidak pernah disentuh orang lain."Mau pakai tidak?!" Cleo
Sejenak Melodi terdiam melihat perubahan wajah Lastri, rasanya ingin bertanya tapi waktu sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor. "Lastri, ini kartu namaku!" Melodi mengambil kertas hitam kecil dengan tulisan warna silver dari dalam tasnya langsung diberikan pada Lastri. "Telepon aku jika kamu perlu bantuanku." "Iya," jawab Lastri singkat dan begitu datar menerima kartu nama dari tangan Melodi."Baiklah, aku harus segera pergi ke kantor. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama," ucap Melodi tidak enak hati meninggalkan Lastri, tapi kewajibannya sebagai seorang pegawai harus membuatnya pergi. "Jangan lupa, telepon aku!"Lastri menganggukan kepala, tersenyum menatap Melodi. "Semoga kamu sukses!""Iya, terima kasih! Kamu juga," jawab Melodi memeluk Lastri.Selesai saling berpelukan, Lastri pamit meninggalkan Melodi. "Aku harus menyeberang lagi, arah jalanku ke sana," tunjuk Lastri ke arah berlawanan. "Iya, hati-hati!" ucap Melodi melihat punggung Lastri yang berjalan pergi menjauh. "By
Brian tidak bisa berbuat apa-apa. "Baiklah, ini mungkin hukuman yang harus aku terima," gumam Brian lirih. "Tapi asal kamu tahu, aku sangat mencintai mu." Baju yang berserakan di lantai segera Brian pungut begitu kakinya melangkah masuk ke dalam kamar. Satu per satu dimasukkan ke dalam koper. "Tak kusangka, aku dan Clara akan berakhir seperti ini." Selesai semua, Brian segera menarik kopernya ke luar."Clara," panggil Brian mengetuk pintu kamar berharap wanita yang telah bersamanya bertahun-tahun akan membukakan pintu agar bisa berpamitan. "Clara!" Sepi, tidak ada jawaban. Clara yang berada di dalam kamar tidak menjawab apalagi membuka pintu."Clara," panggil Brian menatap daun pintu yang tertutup. "Aku pergi, jaga dirimu baik-baik. Jika kamu perlu bantuanku, jangan sungkan untuk menghubungi ku. Clara, maafkan aku!"Masih tidak ada jawaban, akhirnya Brian memutuskan untuk pergi ke luar dari apartemen yang baru beberapa bulan ditempati bersama Clara setelah bertahun-tahun pergi berse
Dengan antusias, Clara melihat bagian belakang jam tangan yang sedang dipegangnya. Mata merah sembab yang telah kering dengan air mata seketika tergenang lagi dengan air mata, kedua kakinya seakan tidak bertulang dan bertenaga, sangat lemas, bahkan kedua tangan yang sedang memegang jam tangan pun langsung gemetaran ketika melihat ukiran inisial nama yang khusus dirancangnya sendiri terpampang manis begitu indah."A-apa maksudmu?!" tanya Brian gugup lalu dengan cepat mengambil jam tangan dari tangan Clara. "Inisial apa?! A-aku tidak mengerti."Air mata Clara perlahan jatuh kembali membasahi pipi kemudian melihat Brian dengan tatapan kosong. "Kenapa? Kenapa kamu mengkhianati ku?!" bisiknya lirih. "Apa salahku? Apa kamu sudah tidak mencintai ku lagi?!"Brian melihat sebuah inisial nama. "Ini ... ini ...," Seketika itu juga tubuh Brian langsung lemas, bingung harus memberikan alasan apa atau bersandiwara apalagi, bukti kuat bahwa memang itu jam tangannya sekarang ada di depan mata, di da
Brian melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawa ke lantai di mana apartemennya berada. Wajah khawatir diselimuti ketakutan nampak sangat jelas terlihat "Alasan apa yang harus aku katakan pada Clara?" gumamnya sendiri.TING!Pintu lift terbuka, Brian menghela napas sebelum melangkah ke luar berharap rasa takut yang ada dalam dirinya bisa hilang bersama hembusan napasnya.Pintu apartemen hanya Brian pandangi sebelum menekan beberapa sandi untuk membuka pintu. "Semoga tidak terjadi perang dunia."Langkah kaki Brian begitu berhati-hati ketika memasuki apartemennya. Sepi, tidak ada Clara apalagi orang lain di dalam. "Pasti dia ada di dalam kamar," gumamnya pelan perlahan melangkahkan kakinya menuju ke kamar.BLUGH!Sebuah bantal besar mendarat manis di wajah Brian begitu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. "Laki-laki brengsek! Masih berani kau datang ke sini!" teriak Clara menatap galak dengan tangan bersiap melemparkan satu buah vas bunga yang berada di dekatnya. "Eh, eh,"