Maira benar-benar tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh istri bosnya tersebut.Cobaan apa lagi ini, pikirnya? Mengapa ia diminta untuk bersandiwara lagi oleh orang yang berbeda sementara sandiwara sebelumnya saja sudah nyaris membuat ia gila memikirkan kelanjutannya. Namun, apakah ia bisa menolak permintaan sang istri bosnya tersebut?"Bagaimana, Maira? Apakah kau mau membantuku?" Suara Viona membuyarkan pergulatan batin Maira yang tidak menyangka wanita di hadapannya itu memintanya untuk melakukan sandiwara. "Oh, tentu saja, aku akan membayar semuanya, nanti aku akan membuat kontrak, jadi kau tidak perlu khawatir kalau ini tidak bisa dipertanggungjawabkan."Viona kembali bicara, karena ia melihat Maira seperti ragu menerima permintaan darinya.Sawah kita gagal panen, Maira. Untuk sekarang, kami minta maaf kalau kebutuhan Adam harus terus memberatkan kamu, biaya untuk sekolah SMA juga sangat mahal, Adam bilang dia tidak mau sekolah, mau ikut ay
Rei mengatakan ciri-ciri istri kontrak Moreno hingga kening Moreno berkerut mendengar penuturan Rei."Lu yakin ciri ciri itu enggak salah?""Gue yakin."Moreno langsung berbalik dan melangkah meninggalkan Rei. Rei terkejut dan memanggil pemuda itu namun Moreno hanya mengatakan ada yang harus ia urus terlebih dahulu, sehingga Rei terpaksa membiarkan Moreno pergi meninggalkan dirinya.Moreno yang emosi karena Maira menemui Mitha, langsung datang ke rumah wanita tersebut. Kedatangan Moreno membuat Maira yang saat itu masih gelisah karena ia memikirkan Moreno dan permintaan Viona sedikit terkejut tapi juga senang karena Moreno akhirnya kembali.Namun, saat pemuda itu berdiri di hadapannya, Maira jadi was-was karena aura banteng Moreno terasa olehnya. Moreno marah! "Ngapain lu menemui Mitha segala?" tanya Moreno tanpa basa basi."Kamu tau darimana? Mitha ngomong sama kamu?""Dengar, Maira! Mitha itu bukan tipe wanita yang suka mengadu! Gue tau sendiri kelakuan lu itu dan sekarang dia me
"Aku sudah bilang, aku enggak benci kamu dan keluarga kamu, Reno! Aku sudah melupakan semua yang pernah terjadi di antara kita, jadi kamu enggak ada hak mengatakan aku benci dengan kalian!""Kalau kamu enggak benci, lalu kenapa kamu bersikap seperti ini padaku? Kau tahu aku bayar kamu untuk bersandiwara, kenapa kamu justru mempersulit semuanya?""Karena aku memikirkan perasaan suami aku, aku-""Ya, sudah. Lupakan. Tidak perlu datang lagi, tidak usah peduli dengan kondisi ayahku, tidak usah datang ke hadapanku!"Moreno kehilangan kesabaran. Pria itu sudah tidak mau mendengar alasan apapun yang diucapkan oleh Mitha, hingga ia langsung naik ke motornya dan pergi dari tempat itu dengan perasaan bercampur aduk.Mitha menghela napas panjang melihat apa yang dilakukan Moreno. Rasanya jadi sesak, karena bayangan ayah Moreno berkelebat di benaknya dan itu membuat perempuan tersebut jadi kepikiran. Bagaimana dengan kondisi ayah Moreno?Ketika Mitha baru saja beranjak untuk kembali ke rumah mili
Mitha terdiam mendengar ucapan kakek Moreno. Perasaan ingin menolak perempuan itu masih ada, tapi ia tidak tahu apakah itu bisa dilakukannya sementara pria di hadapannya sangat berharap padanya."Kakek akan bertanggung jawab jika nanti hal ini membuat suamimu marah, hanya sampai Moreno mampu menjadi pengganti ayahnya, karena Marvel juga harus menjalani pengobatan yang serius untuk sekarang ini."Kakek Moreno bicara kembali, mencoba terus membujuk Mitha, dan akhirnya dengan berat hati, Mitha mengiyakan. Apakah ia bisa menolak? Sementara pria tua di hadapannya yang selama ini dihormatinya sampai bicara seperti itu padanya?"Tapi, bagaimana dengan istri Moreno, Kek. Aku tahu, mereka hanya menikah kontrak, tapi wanita itu menyukai Moreno.""Tidak perlu memikirkan masalah itu, kalau dia memang menyukai Moreno, dia pasti akan membuat Moreno suka padanya.""Bagaimana kalau enggak bisa juga?""Apakah mencintai itu harus memiliki?"Mitha menggeleng. Kakek Moreno tersenyum melihatnya. "Bagus,
Moreno jadi teringat dengan tantangan yang ia tunda beberapa hari yang lalu pada Roger karena ia terlalu disibukkan dengan persiapan sandiwara yang harus ia mainkan dengan baik dengan Mitha di depan keluarga besarnya.Ternyata, Roger masih menanti tantangan itu direalisasikan, hingga berkirim pesan padanya menagih janji.[Bokap gue sakit, setelah keadaannya membaik, gue akan kasih tau lu kapan kita bertanding]Hanya itu yang ditulis Moreno untuk menanggapi pesan Roger. Roger menghela napas kecewa. Meskipun ia tidak tahu apakah ia bisa menang melawan laki-laki tersebut, tapi ia tidak mau membiarkan Moreno bertindak seenaknya.Karena itulah ia menagih janji, tapi ternyata ia harus menunggu pula."Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu."Roger langsung mengalihkan perhatiannya pada sumber suara dan mengabaikan ponselnya ketika istrinya datang menghampirinya dan bicara seperti itu padanya."Ada apa?" tanyanya sambil menatap sang istri.Mitha diam sejenak, seperti bingung harus bicara dari
"Apa?""Tidak mau? Lebih memilih dengan Maira? Tidak masalah tapi janjimu untuk kembali ke rumah, harus tetap kau lakukan!""Tidak! Baiklah! Aku lakukan sesuai perintah Papi!""Bagus, sekarang lakukan hal yang harus kamu lakukan, jangan membuat masalah lagi, sudah cukup masalah yang kau timbulkan, Papi tidak mau ada masalah lagi jika memang kau ingin membuat aku sembuh!""Baik, Pi!"Moreno langsung pamit dari hadapan sang ayah usai sang ayah memintanya untuk melanjutkan aktivitasnya. Ketika Moreno keluar dari ruang rawat inap ayahnya, sang ibu ingin masuk hingga gerakan Moreno terhenti ketika ibunya memintanya untuk berhenti. "Kamu yakin, Mitha itu tidak sedang mempermainkan kamu?" katanya pada sang anak. "Yakin, Mi. Dia bukan tipe wanita yang bisa berubah pikiran dengan cepat tanpa alasan yang jelas.""Keadaan ayahmu drop karena dia tidak datang, seharusnya kalian ini sudah melakukan prosesi foto prewedding, tapi dia tidak muncul hingga membuat ayahmu seperti sekarang.""Kondisiny
"Kita lihat aja nanti, apakah lu seseorang yang bisa menepati janji!"Setelah bicara seperti itu, Moreno langsung bergegas meninggalkan Maira yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan olehnya. Namun, Moreno tidak peduli, yang ada dalam pikirannya cuma satu, ia harus segera pergi ke rumah sakit karena penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Mitha padanya.Semoga bukan sebuah hal yang menyakitkan kembali, begitu harapan Moreno sambil mengendarai motornya yang melaju kencang di atas ruas kota kayu Samarinda.Beberapa saat kemudian, Moreno sudah sampai dan langsung bergegas ke tempat di mana Mitha mengatakan sudah menunggu. Mereka bertemu di taman belakang rumah sakit di mana saat itu, Mitha sedang mengawasi anak-anak penderita leukimia yang sedang dibiarkan di alam terbuka untuk beberapa saat. Melihat Moreno sudah datang, Mitha memberikan isyarat pada pemuda itu untuk duduk di bangku yang ada di taman tersebut, sambil terus mengawasi anak-anak yang sedang
"Perasaan bahagia itu hanya dia yang bisa merasakan, jika dia tidak bahagia denganku, tidak mungkin dia tetap bersamaku beberapa tahun ini, kau tahu sendiri, dia seperti apa orangnya, dia bukan orang yang mau bertahan jika tidak bahagia dan terpaksa!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Roger, Moreno tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia maju, dan menyerang pria tersebut dengan gencar.Serangan yang dilakukan oleh Moreno membuat Roger langsung meladeni. Ia juga ingin masalah antara dirinya dengan Moreno cepat selesai, karena sejujurnya ia tidak suka jika masalah itu terus saja berlarut-larut.Pertarungan keduanya berlangsung sangat sengit. Baik Moreno maupun Roger sama-sama tidak mau mengalah. Mereka terobsesi untuk menjadi pemenang, dan karena itulah serangan demi serangan yang dilakukan oleh keduanya tidak main-main.Ketika pertarungan mereka sedang berada di puncak sengit, tiba-tiba saja sebuah motor melaju ke arah mereka dan melihat hal itu, Roger langsung mendorong Moreno hingga Mo
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,