"Apa?""Tidak mau? Lebih memilih dengan Maira? Tidak masalah tapi janjimu untuk kembali ke rumah, harus tetap kau lakukan!""Tidak! Baiklah! Aku lakukan sesuai perintah Papi!""Bagus, sekarang lakukan hal yang harus kamu lakukan, jangan membuat masalah lagi, sudah cukup masalah yang kau timbulkan, Papi tidak mau ada masalah lagi jika memang kau ingin membuat aku sembuh!""Baik, Pi!"Moreno langsung pamit dari hadapan sang ayah usai sang ayah memintanya untuk melanjutkan aktivitasnya. Ketika Moreno keluar dari ruang rawat inap ayahnya, sang ibu ingin masuk hingga gerakan Moreno terhenti ketika ibunya memintanya untuk berhenti. "Kamu yakin, Mitha itu tidak sedang mempermainkan kamu?" katanya pada sang anak. "Yakin, Mi. Dia bukan tipe wanita yang bisa berubah pikiran dengan cepat tanpa alasan yang jelas.""Keadaan ayahmu drop karena dia tidak datang, seharusnya kalian ini sudah melakukan prosesi foto prewedding, tapi dia tidak muncul hingga membuat ayahmu seperti sekarang.""Kondisiny
"Kita lihat aja nanti, apakah lu seseorang yang bisa menepati janji!"Setelah bicara seperti itu, Moreno langsung bergegas meninggalkan Maira yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar apa yang diucapkan olehnya. Namun, Moreno tidak peduli, yang ada dalam pikirannya cuma satu, ia harus segera pergi ke rumah sakit karena penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Mitha padanya.Semoga bukan sebuah hal yang menyakitkan kembali, begitu harapan Moreno sambil mengendarai motornya yang melaju kencang di atas ruas kota kayu Samarinda.Beberapa saat kemudian, Moreno sudah sampai dan langsung bergegas ke tempat di mana Mitha mengatakan sudah menunggu. Mereka bertemu di taman belakang rumah sakit di mana saat itu, Mitha sedang mengawasi anak-anak penderita leukimia yang sedang dibiarkan di alam terbuka untuk beberapa saat. Melihat Moreno sudah datang, Mitha memberikan isyarat pada pemuda itu untuk duduk di bangku yang ada di taman tersebut, sambil terus mengawasi anak-anak yang sedang
"Perasaan bahagia itu hanya dia yang bisa merasakan, jika dia tidak bahagia denganku, tidak mungkin dia tetap bersamaku beberapa tahun ini, kau tahu sendiri, dia seperti apa orangnya, dia bukan orang yang mau bertahan jika tidak bahagia dan terpaksa!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Roger, Moreno tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia maju, dan menyerang pria tersebut dengan gencar.Serangan yang dilakukan oleh Moreno membuat Roger langsung meladeni. Ia juga ingin masalah antara dirinya dengan Moreno cepat selesai, karena sejujurnya ia tidak suka jika masalah itu terus saja berlarut-larut.Pertarungan keduanya berlangsung sangat sengit. Baik Moreno maupun Roger sama-sama tidak mau mengalah. Mereka terobsesi untuk menjadi pemenang, dan karena itulah serangan demi serangan yang dilakukan oleh keduanya tidak main-main.Ketika pertarungan mereka sedang berada di puncak sengit, tiba-tiba saja sebuah motor melaju ke arah mereka dan melihat hal itu, Roger langsung mendorong Moreno hingga Mo
"Mitha? Mithavic Himura?" tanya Zona sambil menatap ke arah Moreno dan Roger bergantian. "Ya! Dia lakinya Mitha, emang Bapak kenal dia?"Mendengar penjelasan Moreno, keinginan Zona untuk menahan Roger semakin besar. Perempuan yang seperti pria itu meminta Roger untuk tidak pergi dulu karena ia masih ingin bicara pada Roger dan juga Moreno. Sementara itu, teman-teman Zona yang tadinya belum mengepung Roger dan juga Moreno kini sudah melakukan pengepungan, hingga Danu yang masih memperhatikan dari kejauhan semakin tegang. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Moreno, tapi Moreno mengabaikan panggilannya.Roger yang ditahan oleh Zona, mau tidak mau mengurungkan niat untuk pergi.Ia memandang Zona yang tengah menatap dirinya seolah banyak sekali pertanyaan yang bergulat di otak tentara tersebut padanya. "Benar, kamu suami Mitha yang itu?" tanya Zona pada Roger. "Apakah ada nama yang sama yang mungkin orangnya berbeda?""Tubuhnya mungil, punya gingsul, pendiam tapi bisa menghajar orang
"Apa?" Moreno tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh tentara bertubuh tegap di hadapannya. "Emang lu bukan cowok? Tapi, lu enggak punya dada!"BUKK!!Tanpa disangka-sangka, Zona langsung menghajar Moreno karena tersinggung Moreno menunjuk bagian dadanya sambil bicara demikian.Dihajar seperti itu oleh Zona, Moreno berang, ia ingin balas menghajar, tapi Roger yang merasa tidak punya banyak waktu untuk tetap di tempat itu menghentikan aksi Moreno yang tidak suka diserang tiba-tiba seperti tadi.Namun, Zona tetap menahan niat Roger yang ingin segera pamit pulang. Terpaksa, Moreno menahan diri untuk tidak menyerang ketika Zona kembali bicara tentang para pembalap liar pada mereka."Katakan padaku, apa yang kalian lakukan di sini, dan mengapa kalian berurusan dengan pembalap yang tadi jika memang kalian tidak sedang beradu balap di sini!" kata Zona dengan nada suara yang meninggi.Roger dan Moreno untuk sesaat saling pandang, dan akhirnya...."Sebenarnya, ini urusan laki-laki, orang
Moreno hanya mengiyakan tanpa banyak bicara, khawatir kebohongannya terungkap karena faktanya Mitha tidak pernah berpisah dengan suaminya namun Moreno ingin di mata keluarganya wanita itu tidak terikat pernikahan dengan pria lain agar tidak ada larangan ini dan itu dari ayahnya terkait rencananya tersebut."Lalu, dia mengancam Tuan, agar tidak melakukan pernikahan dengan Nona Mitha?""Gue akan terus berusaha, gue enggak peduli dengan pria itu!""Butuh bantuan, Tuan?""Enggak perlu, lu urus aja yang lain!""Lalu, apakah masalah Tuan dengan Nona Maira sudah dibicarakan?""Gue enggak menyentuh dia, Danu! Lu percaya perempuan itu hamil sama gue?""Sejujurnya, saya juga tidak percaya, Tuan. Saya tahu, Tuan seperti apa orangnya, tidak mungkin melakukan tindakan seperti itu jika tidak suka, tapi bagaimana dengan bukti itu?""Dia membayar orang untuk melakukan itu semua!""Apa?""Gue udah ketemu dia dan gue udah tau semuanya, kehamilan itu untuk membantu bosnya yang enggak punya keturunan, un
Maira yang membaca pesan Pak Salim terdiam. Jarinya tidak bergerak karena tidak tahu apa yang akan ia ketik untuk membalas pesan yang ditulis oleh Pak Salim. Pikirannya penuh, antara percaya dan tidak percaya. Jika tidak percaya mengapa Pak Salim tahu banyak tentang masalah tersebut? Sedangkan Danu mengatakan, insiden itu tidak banyak yang tahu.[Maaf, Pak. Kenapa Bapak sangat tahu masalah pembunuhan itu? Menurut Moreno, tidak banyak yang tahu tentang insiden tersebut, tapi Bapak seperti sangat tahu banyak, apakah korbannya itu Bapak kenal?]Tidak tahan hanya bertanya dengan dirinya sendiri, Maira mengetik pesan demikian pada Pak Salim.Untuk sesaat, Pak Salim ganti terdiam membaca pesan dari Maira, pria itu sedikit bingung apa yang harus ditulisnya untuk membalas pesan berisi pertanyaan yang ditulis oleh Maira padanya. [Kenapa aku bisa tahu, kurasa kau tidak perlu tahu, bukankah yang penting adalah informasinya? Jika kau tidak mau percaya dengan informasi yang aku berikan, aku juga
Rei memandang Mitha yang terlihat terkejut saat ia mengatakan ada Moreno yang mencarinya sampai ke rumah sakit. Tidak mungkin Mitha mengatakan masalah yang membelitnya sekarang ini pada Rei. Bisa-bisa, Rei akan emosi dan pasti Moreno akan diburu oleh pria tersebut. Begitu pikir Mitha. "Dia cari aku karena keadaan ayahnya itu.""Oh, gitu, gue kira lu terlibat masalah apa sama dia, sampe kayaknya serius amat."Mitha menarik napas lega karena sepertinya Rei percaya dengan alasan yang dibuatnya. Alhasil, Mitha mengikuti langkah suster yang mengajaknya untuk ke ruang rawat inap ayah Moreno.Rei tidak bisa banyak bicara lagi, karena Mitha memang seperti itu jika sudah memutuskan sesuatu. Akan sangat sulit untuk merubah apa yang sudah diputuskan oleh wanita tersebut. Meskipun harus menahan sakit di bagian rahimnya setiap kali ia bergerak, Mitha berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di ruang di mana Pak Marvel dirawat. Saat itu Tante Mila baru
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,