"Kesayangan, ya?" ucap Yara, sambil merapikan semua peralatan dari atas kasur.Andaru menarik bantal Yara menempel padanya. Dia ingin mengobrol sedikit lebih lama sebelum tidur, membahas tentang pertanyaan Andini."Ra, ngomongin apa aja tadi sama Didin?" tanyanya ketika Yara mendekat."Tentang pilihan ... pake hijab tapi kelakuan buruk atau nggak berhijab tapi hati salihah," balas Yara, meringsut berbaring miring menghadap suaminya. "Pilih permen terbungkus atau terbuka, gitu ya?" sambung Andaru. "Terus, kamu jawab apa?" imbuhnya ikut berbaring menyamping berhadapan dengan Yara.Yara tertawa kecil. Andini juga mengatakan banyak opini perdebatan berkaitan itu. Salah satunya, berhijab adalah memang wajib dan akhlak bisa diperbaiki seiring waktu. Kalimat akrab yang kerap dijumpai di percakapan sehari-hari."Hijab adalah perintah Allah, gunanya sebagai tabir alias pelindung ketika kita beraktivitas di luar rumah tanpa didampingi mahram ... namanya wajib ya nggak bisa digantikan pakai huk
"Engh, nganu, Ndoro," sebut Wartini ragu menyebutkan identitas tamunya. "Iya, siapa?" ulang Brotoyudho lagi, perlahan menggeser maju duduknya sebelum dia bangkit.Budi langsung bergegas menuju pendopo inggil, memastikan keperluan tamu juragannya sebelum Brotoyudho menemui mereka.Jamila paham siapa tamu di depan, sebab Jazli menyelipkan pesan telah memberikan alamat kediaman sang kakek, agar dua orang petugas yang menangani kasus Yara dapat bertemu Andra alias Anton, pamannya.Ibu kandung Yara lantas membereskan belasan lembar foto yang dia peroleh dari Andaru melalui putra sulungnya itu. Setelah rapi dan memastikan tiada yang tercecer, dia masuk ke kamar, mengamankan bukti di tempat berbeda.Budi sedikit terkejut melihat tanda pengenal yang diperlihatkan kedua pria matang di hadapannya. Lelaki itu bergegas masuk ke hunian utama lagi untuk menjemput Brotoyudho.Langkah panjang sang asisten disinyalIr Brotoyudho sebagai situasi nan mendesak., wajah senja itu mendadak tegang terlebih s
Jamila langsung mendekap raga sang ayah yang ambruk tepat disampingnya. Dia berteriak agar Budi ikut menopang tubuh Brotoyudho."Innalilahi!" jerit Jamila. "Paaaak, lekas," pinta wanita ayu, melihat ke arah asisten ayahnya."Biar sama saya," ujar Budi, langsung membopong Brotoyudho menuju kamar beliau.Wartini diminta Jamila untuk memanggil dokter langganan sang ayah. Dia kini cemas, deraan peristiwa ini tak lagi mampu dilaluinya.Jamila menggenggam erat jemari ayahanda sambil menciumi takzim. Baktinya sangat kurang tapi dia berdiri ditengah persimpangan jalan keputusan yang rumit. Mana yang harus dibela, adik atau anaknya.Budi membaca kecemasan serta penyesalan Jamila. Dia lantas ikut bicara selagi majikannya masih belum siuman."Ndoro, maaf," ucapnya lembut, menatap punggung Jamila seakan ingin memberikan usapan. Dia masih berdiri di bagian pangkal ranjang kuno. "Bu Mila," sebutnya lagi, merubah panggilan.Jamila tetap di posisi semula. Dia ingin menyatakan bahwa kini dirinya akan
Yara bangkit, melepaskan dekapan suaminya karena mendengar suara ketukan di pintu. Andaru pun kembali ke meja kerja ketika Yara menuju pintu dan membuka panel. Arin berdiri di sana, melihat wajah juniornya penuh tanda tanya. Nyonya Garvi tak meladeni tatapan sinis sang senior, dia melenggang pergi ke kubikelnya.Lima menit berlalu, Arin keluar dari sana, dia langsung disambut Yara yang sudah menunggunya. Sekretaris senior Andaru itu duduk di kubikel, meletakkan semua berkas lalu melirik ke arah kiri dimana seorang wanita tengah memperhatikan polahnya."Mau bikin agreement apa denganku?" tanya Arin pongah, sambil menyeringai tipis."Wuih, pede tingkat kecamatan," kekeh Yara berdiri menyandar di pembatas kubikel. "Aku nggak sedang menawarkan apapun, loh. Tapi, makasih sudah menjelaskan bahwa kamu bisa dibeli!" balas Yara, tak kalah memandang remeh.Arin mendelik, dia tahu Yara punya suatu hubungan rahasia dengan CEO mereka, tapi dia belum cukup bukti untuk kembali menghembus rumor. "
Setelah proses panjang selama satu bulan, menuntaskan kasus pelecehan seksual terhadap Yara. Pasangan Garvi kembali ke Semarang guna mendengar putusan sidang.Berdasarkan keterangan saksi, para ahli, bukti tertulis dari dokter Lani yang menyebut bahwa Yara terdiagnosa Tonic Immobility, kondisi tubuh yang tiba-tiba membeku ketika merasa terancam akibat trauma, menjadi pertimbangan khusus bagi para hakim selain foto selfie vulgar pelaku dengan korban.Di meja JPU, pengacara mereka duduk tegang. Pada barisan kedua, Andaru merangkul bahu istrinya, sementara Jazli menggenggam jemari kiri Yara ketika detik-detik pembacaan dakwaan. Jamila dan Aryan memilih mendampingi Brotoyudho yang terlihat murung sejak dia tiba di ruang sidang. Mereka duduk di bangku umum belakang kursi Andra sebagai terdakwa. Gusti Kanjeng Panembahan itu melabuhkan banyak harapan pada pengacara agar anaknya dijatuhi hukuman ringan.Namun, dia juga pasrah bila ini adalah jalan terbaik yang harus Andra lalui. Selama satu b
Merasa sang kakak terlalu lama di depan dan Dini telah membawa lagi baki sajian ke dalam, Yara memberanikan diri mengintip dari balik tirai pembatas kedua ruangan.Tak dia jumpai Jazli di ruang tamu, Yara penasaran kemana perginya sang kakak dan berniat mencari. Namun, saat akan berjalan keluar, terdengar suara samar percakapan dua orang. Nyonya Garvi lantas berdiri sejenak di balik panel pintu yang terbuka.Santi merunduk, tak berani lagi melempar isyaroh. Dia sadar jurang pemisah di antara mereka. Namun, bisikan qalbu terus mendorong agar apa yang dirasa terkonfirmasi, meskipun setelah itu dirinya bakal dihinggapi lara.Keduanya saling diam, kini sama-sama tahu perasaan masing-masing tapi sadar tak bisa bersama. Resiko cinta dalam diam, dipertemukan hanya sekedar sebagai ujian iman."Kalaupun nekat, yakin bisa melewati bersama tapi aku nggak sanggup, Ipah," lirih Jazli mundur selangkah lalu menempelkan punggung ke dinding ruang tamu. Dia merunduk, melihat ujung sarung yang menjuntai
Liburan singkat di akhir pekan setelah sidang selesai ternyata tak lantas membuat Yara lebih rileks. Dia justru babak belur akibat ulah suaminya. Sepanjang perjalanan pulang dihabiskan Yara untuk tidur. Namun, dia justru semakin lemas saat tiba di kediaman Garvi pada Minggu malam. Nyonya Garvi bahkan dilanda demam.Melihat Yara dibopong Andaru saat masuk hunian, Aryan langsung memanggil dokter untuk cucu mantu kesayangan sementara Andaru didera rasa bersalah. "Pasti karena kamu, Daru! anak orang dibikin dehidrasi dan kelelahan sampai pucat begitu!" omel Aryan ketika dokter telah pergi, dia menarik cucunya keluar kamar. "Yara diapain aja sama kamu, hah!" Lelaki renta itu memukuli lengan Andaru.Andaru meringis, tapi tidak berniat menghindari pukulan Aryan. Biarlah, sebagai penebus rasa sesalnya. "Di bolak balik lah, Kek. Berjemur dan lainnya," jawab putra Andrean, sambil mengusap lengan yang terasa sakit."Memangnya cucuku itu ikan asin!" sentak Aryan, memelototi Andaru, kali ini dia
Nyonya Garvi sudah bersiap sejak bada ashar tadi, duduk manis di depan ruang keluarga, setia menunggu suaminya pulang.Deru mobil Andaru mulai terdengar, Yara lantas menyambut pujaan hati di lawang pintu. Mengulas senyum manis saat rajanya turun dari mobil."Nggak jadi pergi aja, deh." Andaru membuka lebar kedua lengan saat melihat istri ayunya itu berseri.Pelukan hangat Andaru yang dia rindukan, kini terengkuh. "Ish, udah janji sama Santi. Pak RT juga nungguin," ucap Yara, mengusap lembut punggung suaminya.Andaru masih menikmati physical touchnya. "Tunggu 10 menit ya, Sayang," kata cucu Aryan, melepas pelukan dan berlalu ke kamar.Aryan menguntit pasangan Garvi, takut Andaru membawa kabur Yara ke hotel dan kejadian kemarin terulang. Kemesuman cucunya sedang dalam masa pertumbuhan. Dia bahkan merasa bersalah saat Jamila bertanya kabar tentang Yara.Menjelang Maghrib Garvi tiba di Rumah asuh. Santi heran dengan kehadiran dua pria yang tampak bukan orang biasa disamping Yara. Dia menge
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas