Oma menghentikan aktivitas mengaduk teh manis yang tersaji di atas meja kayu di depannya. Wanita berambut ikal itu memang sangat menginginkan putra sulungnya menikah. "Ibu Fahira, guru aku," tambahnya dengan mata berbinar. Oma yang duduk di bangku kayu jati ukir mendekatkan wajah ke kepala cucunya. Ditopangkan tangan pada dagu, bola mata digerak-gerakan bersiap mendengar penjelasan jujur dari bibir mungil itu. Selanjutnya Aslena menceritakan semua hal yang dia ketahui tentang gurunya. Sesekali oma melirik putranya yang belum juga menimpali."Ibu Fa pintar masak. Ayam gorengnya enak. Nanti Papa mau dibuatkan ayam goreng sama Bu Fa!" seru Aslena dengan kepala ditolehkan pada pria yang sedang berpura-pura melihat ke arah lain. "Wah, Oma mau juga, dong!" timpal wanita yang tubuhnya lebih berisi dari dua orang di sampingnya. Saking penasaran, wanita itu menginterogasi Reynan saat Aslena asyik bermain ayunan di samping kanan gajebo. "Belum fix, Mah. Insya Allah lagi usaha."Reynan men
Pria beralis tebal itu mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Fahira berbincang seputar dunia anak dan pendidikan. Cara itu dalam waktu singkat mampu membuat sang guru menyambut antusias tiap pertanyaan. Aktivitas belanja menjadi ringan di sisi Fahira sebab diiringi obrolan ringan bersama pria yang tak seharusnya membersamai. Satu jam sudah keduanya melewati rak demi rak berbagai jenis barang. Kadang Reynan membantu mengambil barang yang tak terjangkau tangan Fahira. Sesekali bercanda dengan menarik benda yang sudah disodorkan, lalu keduanya tertawa. “Haus, ya. Minum dulu di sana, ayo!”“Ehmm!” Fahira melirik benda melingkar di pergelangan tangannya. “Hanya sebentar, ayo!”Mau tak mau Fahira mengikuti langkah pria tegap itu. Tak sampai lima menit keduanya sudah duduk di salah satu foodcourt di mall tersebut. Duduk berhadapan di depan meja kotak coklat. Di tengahnya terdapat tissu dan tusuk gigi. Perbincangan kembali mengalir setelah sama-sama nyaman. “Saya bahagia sekali hari
Untaian itu bagai simfoni mendayu-dayu, meliuk-liukan hati yang mencoba bertahan pada kesetiaan. Entah mengapa Fahira tak ingin itu berakhir cepat. Ada yang meronta, mencoba meruntuhkan logika. “Saya lancang, ya? Maaf ... Rasa rindu saya pada Ibu ternyata sangat menyiksa.”Fahira merasakan getaran di ujung telpon makin terasa. Sesekali ada helaan berat mengiringinya. Dia pun mengalami hal yang tak jauh beda. Raga dan jiwanya bergetar, menahan sesuatu yang makin lancang menerjang. “Pak, saya ....”Ucapan itu menggantung di udara. Mengatakan yang sebenarnya berarti mengakhiri sesuatu yang baru saja memercikan bahagia di lorong jiwa.“Maaf sekali lagi jika saya lancang menyampaikan apa yang hadir di hati saat ini. Entah mengapa rasa saya pada Ibu begitu luar biasa.”Irama jantung Fahira menghentak-hentak, mengguncangkan rongga dada. Posisinya kini berganti, terduduk di tengah ranjang. “Saya berharap setelah ini kita bisa lebih dekat lagi.”Lama keduanya terjeda dalam diam. Semilir ang
Tak dipungkiri, pesona guru muda itu mulai memantik satu rasa yang membuat malam-malamnya ditimpa gelisah. Kala terpejam, bayangan itu kerap datang, mengetuk apa yang selama ini tertutup rapi. Rasa ini mulai terdefinisi saat kebersamaan kemarin sore. Ingin hati mengulangi keindahan yang menorehkan asa di palung hati. Setelah berhasil meredakan gejolak yang sempat meriak, Reynan mengalihkan pembicaraan pada janji Aslena. "Nah, besok kita nginep di rumah Oma, okey."Aslena tak jadi menggelengkan kepala melihat anggukan papa gantengnya. "Mmm, Okey!"Sesuai kesepakatan sebelumnya, Aslena harus mau menginap di rumah Oma. Meski sedikit enggan, gadis cilik itu menerpati janji juga. Reynan paham kenapa putrinya tak mau ke rumah oma. Hal itu disebabkan selalu saja neneknya membahas masalah mama baru. Bahkan kerap mengundang beberapa wanita kenalannya saat mereka ada di sana. Dari deretan perempuan yang sengaja dipertemukan tak ada satu pun masuk di hati Aslena dan dirinya. Esok paginya,
Reynan dan Aslena meluncur menuju rumah wanita yang sama-sama mereka rindukan. Pria bercambang tipis itu seakan tak sabar untuk bersua sang nona, menatap dan merekam semua tentangnya.Dia telah merencanakan semua dengan matang. Tak boleh ada kata gagal, Fahira harus menjadi miliknya.“Tuh, kaaan. Papa senyum-senyum lagi! Ada apa sih?”Reynan sedikit tersentak dengan celotehan putrinya. Akhir-akhir ini, dia memang merasa aneh sendiri. Telapak tangan kirinya menyentuh untaian legam yang tersemat bando ungu di sana. Sementara tangan kanan tetap mengendalikan setir mobil. “Papa lagi bahagia.”Ditarik tangan dari kepala putrinya, ditempelkan pada setir. “Sama dong, aku juga lagi bahagia mau ketemu Ibu Fa. Kalau Papa bahagia kenapa?”Reynan sekilas menoleh pada putri polos di sampingnya, tersenyum, lalu kembali menatap ke depan.“Papa bahagia karena Aslena mau punya mama lagi.”Mata Aslena dipenuhi binar bahagia. Begitu juga dengan papanya. Selang empat puluh menit, keduanya sampai di ru
Kali kedua, Detakan di dada Fahira kembali mencuat. Ia mulai gelisah atas situasi membingungkan ini. Logikanya dimainkan, dia harus mengakhiri rasa sebelum terlanjur dalam. Harus, dia harus tahu semuanya. Sebelum menceritakan kebenaran, Fahira minta bantuan mama untuk mengajak main Aslena. Mendengar itu, Farhan mengiyakan terlebih dahulu. "Main sama Om Farhan, yuk!" ajak Farhan. Ia menuntun gadis cilik itu ke luar. Mengajaknya menuju mini market yang tak jauh dari rumah. "Aslena udah berapa kali ke rumah Ibu Fa?"Hati-hati pria jangkung itu bertanya. Entah mengapa, meski tak suka dengan papanya, dia malah menyukai anak mungil ini. "Dua kali, Om.""Seneng?" lanjut Farhan. "Seneng banget, Om. Oh, iya, kata Papa, Ibu Fa mau jadi mama aku!" jawab gadis mungil itu dengan mata berkilat-kilat. Farhan menghentikan langkahnya, menatap gadis cilik yang tengah kegirangan. "Mamaku udah lama pergi ke surga., Om. Kata Papa gak akan pulang ke rumah lagi. Bu Fa yang gantiin jadi mama aku!" s
Gadis kecil yang baru saja datang bersama Farhan menghambur ke arah papanya."Papa kenapa?" Suara putri kecil itu bergetar melihat darah di sudut bibir Reynan. Mata Aslena mulai dipenuhi kaca-kaca, lalu dia memeluk papa. "Papa gakpapa. Kita pulang, ya." Aslena melepas pelukan, menatap lekat pada pria berkacamata itu"Kan kita mau maen di sini sama Ibu Fa. Pulangnya sore aja, " rengek Aslena. Mendengar ucapan anak kecil itu, Bayu makin meradang. Farhan yang melihat situasi buruk ini segera membawa temannya ke dalam. "Maennya nanti saja. Sekarang papa sakit. Nih lihat!"Aslena mengusap sudut bibir itu, tetes-tetes bening meluruh perlahan. Kecintaan pada papa membuatnya tak tahan melihat sedikit pun luka pada diri Reynan."Obati papa di rumah, ya. Ayo!" titah Reynan. Setelah berpamitan pada seluruh keluarga, Reynan membawa putrinya pergi dari tempat yang sejatinya telah menorehkan luka. Sedih, kecewa dan tergores harga diri memenuhi rongga dada. Dirinya seolah manusia paling bodoh
Seharian hampir tak ada pembicaraan di antara ketiganya. Meski mulut gatal untuk berkata-kata, mereka saling diam saja. Rumah ini seolah-olah tak berpenghuni. Lepas Isya, Farhan menghampiri gadis yang sedang termenung di taman. Lama keduanya terjeda dalam diam. Hingga salah seorang memecahkan kesunyian.“Aku harus bagaimana?”Fahira bicara hampirbrak tertangkap indera pendengaran. Untunglah Farhan sedang tak melamun jadi konsentrasi pada kata-kata. Jarak di antara mereka pun cukup dekat. Farhan menoleh pada wanita cantik yang sedang memainkan jarinya. Direngkuh tubuh itu ke dalam pelukan.“Harusnya dia tanya baik-baik, bukan marah-marah begitu,” lanjut FahiraTangisan Fahira meledak juga. Didekap erat pamuda yang sewajah dengannya. Belaian lembut Farhan cukup membantunya meredakan emosi yang meluap-luap.“Itu tandanya Bayu sangat mencintai kamu. Dia terlalu takut kehilanganmu,” ungkap Farhan. Kali ini, Fahira membenarkan ucapan itu. Namun, tetap saja kesal pada sikap emosionalnya.
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
Reynan mendudukkan Fahira di kursi roda. Lantas menghadapkannya pada cermin. Disisir rambut yang masih basah itu. Sesekali dihidu wanginya.Fahira memakai cream wajah, compact powder serta lip gloss merah muda. Merias diri untuk menyenangkan suami akan mengundang pahala besar pikirnya.Kini fisiknya sudah dimiliki seorang pria. Tak bisa lagi seenaknya sendiri. Apakah mau kusam atau cerah.Dipandangani dari belakang cermin membuatnya grogi. Hampir-hampir bedaknya jatuh.“Cantik,” rayu Reynan pada wanita yang kini wajahnya merona. Rayuan itu sukses menjadikannya merinding. Ah, lelaki ini benar-benar mengancam kestabilan detakan jantung.Setelah Fahira selesai berdandan, Reynan memutarkan kursi roda hingga wajah mereka berhadapan. Lelaki itu berjongkok, disentuh pipi halus itu, lalu jarak pun terhapus.Sekian detik dinikmati kembali sentuhan bibir yang kerap diulang. Sepertinya Fahira mulai terbiasa dengan aktivitas yang membawanya terbang menembus awan.“Aslena pasti sudah merindukan m
“Terima kasih untuk semuanya. Maaf kalau selama ini aku kurang baik pada kalian!”Ayah menghampiri Reynan, memeluk dan menepuk-nepuk punggung.. Baginya nyata sudah ketulusan menantu yang tak dirindukan ini. Hancur seluruh ego yang membentengi dirinya dan pria muda ini.Kini, pandangannya beralih pada gadis mungil yang tengah di peluk omanya. Aslena menggigit jari telunjuk, mata polos itu mengerjap saat menangkap sorot redup kakek tirinya.Ruang hati kakek tiba-tiba dipenuhi rasa bersalah seluruhnya. Ia merutuki kerasnya ego yang menampik keberadaan malaikat kecil yang begitu tulus mencintai putrinya. Bahkan mamapu membawa Fahira pada derajat kesembuhan luar biasa. Tentu saja, Aslena sangat berjasa dalam hal ini.Didekati bocah mungil itu, berjongkok di depannya, mengulurkan tangan untuk meraih. Aslena mundur satu langkah. Ia pikir kakek akan berbuat kasar karena ia telah membuat Mama Fahira tak bisa berjalan.Aslena takut sekali, bahkan ia berniat lari, lalu bersembunyi sampai kakek p
Ketiganya masuk ke kamar utama. Di tempat ini kelak pengantin itu melepas asmara yang menggila. Sementara Aslena akan tidur di kamar sebelahnya. Ia sudah dipahamkan bahwa anak berusia tujuh tahun tak boleh satu kamar dengan orang tua.Gadis kecil itu tergolong mandiri. Baginya tak masalah tidur sendiri. Meski tak paham sempurna mengapa tak boleh bersama mama dan papa tidurnya, ia menurut saja.“Ini kamar Mama dan Papa. Aku tidur di sebelah, Ma!” celoteh Aslena. Sebenarnya Fahira gugup sekarang. Apalagi saat pandangan bertemu dengan tatapan mesra suaminya. Ada hasrat luar biasa di sana. Ia sadar yang lumpuh hanya kaki bagian bawah, selebihnya normal, tentu masih bisa melaksanakan aktivitas ‘ibadah’ suami istri.“Aslena nanti tidurnya setelah solat Isya. Besok’kan harus fit. Mama juga butuh istirahat yang banyak supaya cepat sembuh!” titah Reynan pada putrinya yang manggut-manggut. “Iya, aku mengerti, Pah!” sahut Aslena. Fahira dapat menangkap maksud tersirat ucapan tersebut. Ah, ia
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey