Share

7. Bocor!

Penulis: Potato Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sarah mencangklong tasnya. Merogoh saku celana seraya mengeluarkan kunci lalu membuka pintu rumahnya yang kosong melompong. Tubuh wanita itu berbalik saat mengenali suara meraung kendaraan Adam yang mendekati halaman depan.

Tanpa menunggu, Sarah masuk ke dalam rumah. Melepas jasnya, menyisakan kemeja putih bersih yang nampak indah di tubuhnya. Wanita itu mendengar suara Adam memanggilnya dari depan teras.

"Bu dokter...." Adam berteriak seperti anak kecil yang mengajak main. Pria itu menaiki tangga dan berdiri di depan pintu, melongokkan kepala, mengintip Sarah yang tengah mengamati atap rumah. "Boleh masuk gak nih?"

"Masuk aja," kata Sarah tanpa memandang Adam yang sedang menenteng tas kecil berisi peralatan tukangnya. Santai Adam mengeluarkan palu dan gergaji dari sana. Ikut mendongak ke atap. "Atap kamar aku bocor. Kalau hujan, semuanya gak sempet terselamatkan lagi."

"Gampang! Udah nyiapin atap barunya gak? Paku sama kayu?" tanya Adam lantas diangguki Sarah.

Tidak berbasa basi, Adam keluar rumah. Datang membawa tangga dari rumah tetangga Sarah. Dari jendela, Sarah melihat Adam naik satu persatu anak tangga hingga tubuhnya sudah berada di atap.

Suara derap kakinya yang merayap di atas terdengar samar. Sarah terdiam, mengenang rumor yang dibeberkan pak lurah. Melihat sikap Adam selama ini, Sarah berpresepsi kalau pria itu tidak seperti yang digosipkan. Apa muka tengil Adam cocok jadi kriminal? Apalagi sampai menghabisi orang lain?

Tidak mungkin, sergah Sarah dalam benaknya sendiri.

Tubuh wanita itu terhempas di kursi empuk usang yang busanya sudah keluar dari lingkupan penghalangnya. Punggung kecil itu menyandar di sandaran. Mengacu dari masalah yang Adam hadapi tentang mimpi buruknya, justru menimbulkan spekulasi baru bagi Sarah?

Bagaimana mungkin seseorang yang memiliki trauma, ternyata seorang pembunuh? Apa itu masuk akal? pikir Adam terus menerus mencerna hal tersebut hingga tak dasar kalau Adam memanggil-manggil namanya.

Sarah tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Adam dari balik genteng. "Iya, Dam. Kenapa?" seru Sara bergegas ke pinggir jendela dan menengok Adam yang sedang bertengger di atas.

"Lupa bawa palu," kekeh Adam membuat Sarah memutar malas bola matanya.

Secepat yang Sarah bisa, dia berlari kecil keluar rumah. Berdiri di depan tangga tempat Adam berjuang untuk turun dari atap. Pria itu tersenyum lebar kala kakinya menginjak tanah kembali.

"Maaf, Dok. Keknya atap di kamar itu udah banyak yang pecah. Wajar aja kalau musim penghujan, kamar dokter bakalan jadi tempat penampungan," canda Adam.

Sarah yang tak punya selera humor itu cuma mendongak, melihat rintik kecil yang mulai menetes ke hidung bangirnya. Tepat saat itu Adam mengangkat satu tangannya dan menarik Sarah seraya memekik pelan, "Hujan!"

"Mau benerin atap malah hujan!" keluh Adam menyeka rambutnya yang basah. Dia menengok Sarah, melirik pada sesuatu yang mencetak jelas lekuk tubuh wanita itu. Sontak Adam menengadah, berusaha mempertahankan matanya untuk tidak menuju tepat ke dada Sarah.

"Gimana pun ini gak bisa ditinggali kalau hujan." Adam menatap wajah Sarah yang basah oleh tempias yang menembus celah-celah genteng. Wanita itu mengembuskan napas, tampak setuju dengan ucapan Adam. "Mau ngungsi ke rumah aku dulu?"

"Rumah kamu? Gak ah, nanti kamu apa-apain aku lagi. Gak mau." Sarah menolak tegas tawaran Adam yang sejujurnya cukup menggiurkan, mengingat rumahnya sedang tak layak ditinggali.

Adam tertawa geli sembari menarik lengan Sarah menjauh dari ruang tamu. Berdiri di pojokan, cukup aman dari titik hujan yang membasahi karpet serta lantai. "Jujur banget sih, Dok. Sekalipun aku itu suka ya sama Dokter Sarah, aku gak bakalan ngapa-ngapain Dokter."

Telunjuk Adam mengarah ke genteng. "Lihat, bocornya parah banget. Dokter mau tidur di terpa tempias air? Mau tidur sambil basah-basahan? Mending kalau basahnya enak, lah ini bi--"

"Oke! Omongan kamu gak usah dilanjut!" tegur Sarah menyela ucapan Adam yang arahnya sudah tidak jelas itu.

Adam terkekeh. "Dokter cantik kalau marah."

"Diem gak!"

"Hahaha, salting ya?" goda Adam, menoel-noel bahu Sarah.

"Masa bodoh!"

"Terima kasih ya, Dok. Berkat Dokter aku merasa segar hari ini. Aku jadi kepikiran buat melakukan sesuatu."

Adam menoleh pada Sarah yang menatapnya. "Apa?" sembur wanita itu, ketus.

"Mau nikah sama aku gak, Dok?"

Sarah melotot. "Sinting kamu, Dam!"

***

Sarah sempat merasa tidak yakin dengan keputusannya. Namun saat memasuki rumah Adam, dia menyisihkan keraguan itu. Rumah Adam rapi dan bersih. Lantainya yang terbuat dari kayu, dilapisi karpet tebal, yang terasa nyaman ketika diinjak.

Cahaya matahari masuk ke ventilasi dengan intensitas yang tepat. Tidak panas dan tidak membuat gelap. Sarah suka.

Dia tersenyum ketika memperhatikan rak kecil berisi buku berderet dengan susunan sesuai warna. Di meja tamu terdapat satu vas bunga dengan taplak meja kecil. Di bagian sudut rumah, terdapat deretan sepatu Adam dan Ardi.

Secara keseluruhan, rumah ini nyaman bagi Sarah. "Rumah kamu bagus," puji Sarah mendapat balasan kerlingan mata dari Adam yang melenggang keluar masuk kamarnya.

"Sarah." Mendengar namanya dipanggil tanpa embel dokter, membuat Sarah terhenyak. Panggilan itu terasa akrab dan menyenangkan ketika Adam mengatakannya. Entah kenapa.

"Ya--waw! Kamar kamu?"

"Ya masa kamar pak lurah..." seloroh Adam membuat Sarah tertawa. Dia masuk ke dalam dan tersenyum mendapati keadaan kamar pria itu tampak normal.

"Malam ini Dokter bisa tidur di sini. Silakan istirahat saja, aku mau bikin makan malam. Ardi mungkin bakalan pulang malam nanti," ungkap Adam lalu meninggalkan Sarah yang kini menuju kasur.

"Wangi," bisik Sarah saat merebahkan tubuhnya di kasur Adam yang berbau lembut lavender. Di bagian dinding, terdapat foto-foto random, lalu di nakas terdapat satu bingkai foto berisi Adam dan kakaknya dalam balutan pakaian casual. Kelihatan akrab dan bahagia, berbeda jauh dengan kondisi Adam sekarang.

Meletakkan pas foto itu lagi, Sarah bangun dari kasur setelah mendengar bunyi dentang denting dari dapur. Ketika kakinya berjalan ke depan pintu dapur, dia mendengar suara Ardi tengah berbicara dengan Adam.

"Bagaimana?" tanya Adam sembari menggulung lengan bajunya.

"Kacau. Orang-orang kita ketahuan menguntit. Aku tidak yakin mereka selamat setelah diadili," kata Ardi membuat Sarah tertegun.

"Sialan. Padahal kita belum mendengar laporan mereka," celetuk Adam menusuk tajam kayu telenannya dengan pisau.

"Itulah masalahnya."

"Jadi apa keputusannya? Mencari mereka atau mengabaikan fakta kalau mereka mungkin sudah jadi mayat sekarang?" ucap Adam membuat kilas balik ucapan pak lurah menggema dalam otak Sarah.

"Menunggu berita kematian mereka, mungkin?" keluh Ardi lalu berbalik menghadap pintu, mendapati Sarah yang berdiri lemas di sana.

Tatapan keduanya bertemu. Ardi mendelik, bertanya dengan nada tajam. "Kenapa perempuan ini di sini, Dam?"

***

Tbc

Bab terkait

  • PESONA DOKTER SARAH   8. Gak Suka, Yaudah!

    "Rumah Sarah tempias. Atapnya udah rusak, besok rencananya aku mau benerin. Tapi hujan turun, kasian juga kalau dia mesti basah-basahan di rumahnya sendiri."Ardi bersidekap, nampak tak terima dengan keputusan Adam membawa Sarah ke rumah mereka. "Tapi setidaknya ada bagian di rumahnya yang gak kena tempiaskan?" tanya pria itu."Ardi," tegur Adam tak suka dengan sikap posesifnya itu, meskipun Adam tahu reaksi Ardi tersebut bentuk dari perlindungan sebagai pendamping yang diutus kakaknya. Namun Adam tak mau terus dikekang, seolah setiap langkahnya mesti diperhatikan.Maka dari itu, ketika Ardi marah karena kaget mendapati Sarah di rumah mereka. Adam dengan cepat menjelaskan asal muasal masalah yang mereka hadapi, berharap Ardi maklum. Tapi sebaliknya, Ardi malah reaktif. "Dia menguping pembicaraan kita.""Itu gak disengaja, Di.""Bagaimana kalau dia utusan seseorang?" tuduh Ardi makin membuat Adam berang, dia mendekati Ardi, menarik kerah kemeja pria itu dengan satu tangan. Ardi tak me

  • PESONA DOKTER SARAH   9. Mana Kawan, Mana Musuh

    Adam kembali pagi-pagi sekali setelah tidur beberapa jam di hotel dan mengabaikan kondisi Ardi bersama Sarah di rumah. Jelas Adam tidak khawatir Sarah dan Ardi macam-macam, karena dia tahu Ardi tidak tertarik pada hubungan rumit bersama wanita. Bahkan sejak Adam pergi, keduanya sudah terlibat dalam permusuhan tak tersirat yang lebih dulu dimulai oleh Ardi.Ketika dia sampai di teras, Adam melihat Sarah sudah keluar dari rumah. Tampak cemberut. Saat mendapati Adam pulang, senyumnya merekah tipis. Sambutan yang cukup membuat hati Adam berbunga-bunga."Dokter udah mau balik? Gak sekalian sarapan di sini?""Aku gak mau diintai terus sama temen kamu itu! Ngeri tahu!"Adam tertawa. Ardi menjalankan perintahnya dengan baik, bahkan lebih dari yang Adam harapkan. Sewaktu dia melirik ke pintu depan, Ardi berdiri di sana sambil bersidekap. "Mau ku antar ke rumah?" tawar Adam mengabaikan pelototan Ardi."Kamu baru balik," kata Sarah seraya mengawasi tampilan Adam yang luar biasa lebih rapi dari b

  • PESONA DOKTER SARAH   10. Cemburu

    "Udah jadi?"Suara Sarah mengagetkan Adam yang tengah membersihkan kekacauan akibat pecahan genteng yang jatuh ke dalam rumah. Dia mengelus dada, menetralkan detak jantungnya yang bertalu-talu."Kenapa gak salam dulu sih, Dok? Kaget tau. Kalau aku jantungan gimana? Dokter mau aku tinggalin di sini? Nanti gak ada yang gombalin Dokter Sarah lagi... mau?""Pengen banget!" sahut Sarah pendek. Dia terkekeh melihat muka Adam yang merengut."Jahat juga ya," gerutu Adam seraya melanjutkan aktivitasnya. Pria itu mengambil serokan dan mengumpulkan debu tebal tersebut. Selesai membuang sampah-sampah dan merapikan beberapa barang, Adam menengok kedatangan Sarah dengan pakaian casualnya."Mau ke mana?""Nyari makan. Mau ikut? Tapi nebeng," kata Sarah menunjukkan motor Adam yang terparkir di depan teras. Tak mau membuang kesempatan besar, Adam mengangguk antusias. Segera dia meletakkan kembali sapu di sudut ruangan, berlari kecil menuju dapur dan mencuci tangannya yang berdebu.Kembali dari dapur,

  • PESONA DOKTER SARAH   11. Pahlawannya Sarah

    "Leila keknya marah banget sama kamu, Dam."Adam mengendikkan bahunya, tak peduli dengan perasaan Leila yang terluka akibat ulahnya. Bagi Adam, Leila bukan siapa-siapa, hanya sebatas langganan ojeknya sebelum kedatangan Sarah. "Masa bodoh. Aku capek ketemu sama dia. Manjanya kebangetan," keluh Adam lalu menghentikan motornya di depan beranda rumah Sarah. Wanita itu turun dari jok. Membuka dompetnya lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Adam. Namun Adam justru mendorong balik uang tersebut seraya berkata lirih pada Sarah, "Gak usah. Makan bareng Dokter Sarah tadi udah jadi imbalan paling berharga.""Cih, gak usah gombal. Kamu udah perbaikin atapnya sendirian. Masa gak aku bayar," kata Sarah menarik tangan Adam, lalu meletakkan uang tersebut di telapak tangannya.Ketika Adam menggenggam uang pemberian Sarah, dia sontak memukul jidatnya sendiri. "Ampun dah! Kita lupa bayar makanan tadi!"Ikut-ikutan, Sarah menepuk jidatnya juga. Tersadar kalau mereka belum bayar sepersen pun makan

  • PESONA DOKTER SARAH   12. Gara-gara Leila

    Sarah menatap Adam yang berjalan membelah kerumunan para preman tersebut. Menimbang rasio kemungkinan Adam menang dari delapan preman yang sedang menjagalnya. Meski agak tipis, Sarah yakin Adam bisa melawan orang-orang berotot besar itu."Menjauh dari Dokter Sarah," perintah Adam dengan nada menusuk tajam.Pimpinan preman yang berada di depan Sarah akhirnya berbalik badan, menghadap Adam yang sedang menyingsing lengan baju lusuhnya. Seulas senyum tipis terukir, dia melangkah maju ke depan Adam. Mendorong pundak pria itu dengan kencang. "Jadi ini yang bikin neng Leila sakit hati? Cowok dekil ini rupanya?"Tak terima disebut dekil, Adam balas mendorong dada si preman. Namun hasilnya nihil. Tak ada pergerakan apapun, selain Adam yang ditertawakan seluruh kawanan preman tersebut."Kenapa? Heran karena gak bisa ngedorong aku? Jelaslah, orang macam kamu... aku tonjok sekali juga pasti jiun!" ujarnya sombong.Adam mengepalkan tangannya. Mencoba membuktikan ucapan si preman dan hasilnya... me

  • PESONA DOKTER SARAH   13. Obsesi

    Motor trail Adam meraung di depan rumah Leila yang terbilang mewah. Semua orang di desa itu dan tempat Adam tinggal, tahu kalau Leila bukan anak gadis dari orang sembarangan. Ayah Leila merupakan seorang tuan tanah yang punya banyak anak buah turunan dari preman pasar. Mereka juga tahu, kalau ayah Leila bukanlah pria baik. Ardi pernah bertemu dengan pria paruh baya tersebut, dan menyatakan kalau dia tak menyukai cara kerjanya. Dan sekarang Adam menemukan alasan Ardi tak menyukai ayah Leila itu. "Makanya, hutang itu dibayar dong! Berani-berani ngambil utang, tapi gak sanggup bayar. Lucu juga!" katanya sambil memelintir kumisnya yang tebal. Adam turun dari motor. Menghampiri teras beton yang tampak licin. Sejenak amarah pria itu reda, tatapannya menghunus pada Adam. Hanya dengan endikkan kepala, beberapa preman pasar yang tadi ditemui keluar dari pos mereka. Menyeringai pada Adam, seolah merasa menang. "Akhirnya datang juga. Kamu nerima tawaran kami ya?" tanya pria itu. "Gak. Aku

  • PESONA DOKTER SARAH   14. Ditipu!

    Sarah tidak tahu kalau Adam akan jujur dengan perasaannya. Ketika pria itu mengatakan kenyataan tersebut, Sarah cuma tercengang dengan mulut menganga. Telunjuknya menunjuk diri sendiri, tak menyangka."Gak salah kamu, Dam? Jangan bilang kamu memberitahu Leila soal ini? Bisa mampus kita!" kata Sarah cemas.Adam terkekeh. "Meskipun dia bawa para preman itu, aku gak bakalan biarin mereka melukai Dokter Sarah. Aku harus menepati janji'kan?" ujarnya sambil menaik-naikkan kedua alisnya yang tebal.Sebelah tangan Sarah mengusap keningnya. Dia melipat kaki di atas kursi, mendesah sebal dengan keputusan Adam yang terlalu berisiko itu. "Bagaimana kalau kamu yang terluka? Siapa yang repot?""Dokter. Tugas kamu'kan mengobati orang yang terluka?" sahut Adam enteng sekali. "Kamu lihat? Aku juga terluka!" kata Sarah menunjuk sudut bibirnya yang luka, lalu ke keningnya yang benjol. "Aku yang obatin Dokter. Kita saling mengobati," ujar Adam langsung mendapat sahutan berupa suara muntah dari Ardi. Lel

  • PESONA DOKTER SARAH   15. Kencankah Ini?

    Sarah memandang mobil di depannya, kemudian pada sosok Adam yang pucat. Dia menggeleng. "Gak, aku aja yang bawa mobilnya.""Loh? Janganlah, aku kan yang ngajak Dok--""Sarah. Panggil aku, Sarah." Wanita itu menatap Adam dengan wajah serius, sementara Adam cuma bisa diam sembari mengangguk paham. Sarah melanjutkan omongannya, "Kamu gak memungkikan banget buat bawa mobil. Aku gak mau kita kecelakaan.""Bisa-bisanya kamu meragukan aku," gerutu Adam."Kata Ardi kamu menggalau beberapa hari ini. Pasti karena aku tolak waktu itukan?""Jujur banget ngomongnya.""Karena kondisi kamu yang gak memungkinkan itu, aku gak bakalan izinin kamu buat nyetir. Mending aku aja," jelas Sarah panjang lebar.Sebal, Adam pun menurut saja. Dia duduk di samping kemudi, mengamati Sarah yang sedang memasang belt. Adam tak percaya, kalau wanita yang beberapa waktu lalu menolaknya malah kini menerima tawaran untuk pergi jalan-jalan bersama. Adam bingung, sumpah!"Kenapa kamu mau terima ajakan aku?""Sebagai permin

Bab terbaru

  • PESONA DOKTER SARAH   15. Kencankah Ini?

    Sarah memandang mobil di depannya, kemudian pada sosok Adam yang pucat. Dia menggeleng. "Gak, aku aja yang bawa mobilnya.""Loh? Janganlah, aku kan yang ngajak Dok--""Sarah. Panggil aku, Sarah." Wanita itu menatap Adam dengan wajah serius, sementara Adam cuma bisa diam sembari mengangguk paham. Sarah melanjutkan omongannya, "Kamu gak memungkikan banget buat bawa mobil. Aku gak mau kita kecelakaan.""Bisa-bisanya kamu meragukan aku," gerutu Adam."Kata Ardi kamu menggalau beberapa hari ini. Pasti karena aku tolak waktu itukan?""Jujur banget ngomongnya.""Karena kondisi kamu yang gak memungkinkan itu, aku gak bakalan izinin kamu buat nyetir. Mending aku aja," jelas Sarah panjang lebar.Sebal, Adam pun menurut saja. Dia duduk di samping kemudi, mengamati Sarah yang sedang memasang belt. Adam tak percaya, kalau wanita yang beberapa waktu lalu menolaknya malah kini menerima tawaran untuk pergi jalan-jalan bersama. Adam bingung, sumpah!"Kenapa kamu mau terima ajakan aku?""Sebagai permin

  • PESONA DOKTER SARAH   14. Ditipu!

    Sarah tidak tahu kalau Adam akan jujur dengan perasaannya. Ketika pria itu mengatakan kenyataan tersebut, Sarah cuma tercengang dengan mulut menganga. Telunjuknya menunjuk diri sendiri, tak menyangka."Gak salah kamu, Dam? Jangan bilang kamu memberitahu Leila soal ini? Bisa mampus kita!" kata Sarah cemas.Adam terkekeh. "Meskipun dia bawa para preman itu, aku gak bakalan biarin mereka melukai Dokter Sarah. Aku harus menepati janji'kan?" ujarnya sambil menaik-naikkan kedua alisnya yang tebal.Sebelah tangan Sarah mengusap keningnya. Dia melipat kaki di atas kursi, mendesah sebal dengan keputusan Adam yang terlalu berisiko itu. "Bagaimana kalau kamu yang terluka? Siapa yang repot?""Dokter. Tugas kamu'kan mengobati orang yang terluka?" sahut Adam enteng sekali. "Kamu lihat? Aku juga terluka!" kata Sarah menunjuk sudut bibirnya yang luka, lalu ke keningnya yang benjol. "Aku yang obatin Dokter. Kita saling mengobati," ujar Adam langsung mendapat sahutan berupa suara muntah dari Ardi. Lel

  • PESONA DOKTER SARAH   13. Obsesi

    Motor trail Adam meraung di depan rumah Leila yang terbilang mewah. Semua orang di desa itu dan tempat Adam tinggal, tahu kalau Leila bukan anak gadis dari orang sembarangan. Ayah Leila merupakan seorang tuan tanah yang punya banyak anak buah turunan dari preman pasar. Mereka juga tahu, kalau ayah Leila bukanlah pria baik. Ardi pernah bertemu dengan pria paruh baya tersebut, dan menyatakan kalau dia tak menyukai cara kerjanya. Dan sekarang Adam menemukan alasan Ardi tak menyukai ayah Leila itu. "Makanya, hutang itu dibayar dong! Berani-berani ngambil utang, tapi gak sanggup bayar. Lucu juga!" katanya sambil memelintir kumisnya yang tebal. Adam turun dari motor. Menghampiri teras beton yang tampak licin. Sejenak amarah pria itu reda, tatapannya menghunus pada Adam. Hanya dengan endikkan kepala, beberapa preman pasar yang tadi ditemui keluar dari pos mereka. Menyeringai pada Adam, seolah merasa menang. "Akhirnya datang juga. Kamu nerima tawaran kami ya?" tanya pria itu. "Gak. Aku

  • PESONA DOKTER SARAH   12. Gara-gara Leila

    Sarah menatap Adam yang berjalan membelah kerumunan para preman tersebut. Menimbang rasio kemungkinan Adam menang dari delapan preman yang sedang menjagalnya. Meski agak tipis, Sarah yakin Adam bisa melawan orang-orang berotot besar itu."Menjauh dari Dokter Sarah," perintah Adam dengan nada menusuk tajam.Pimpinan preman yang berada di depan Sarah akhirnya berbalik badan, menghadap Adam yang sedang menyingsing lengan baju lusuhnya. Seulas senyum tipis terukir, dia melangkah maju ke depan Adam. Mendorong pundak pria itu dengan kencang. "Jadi ini yang bikin neng Leila sakit hati? Cowok dekil ini rupanya?"Tak terima disebut dekil, Adam balas mendorong dada si preman. Namun hasilnya nihil. Tak ada pergerakan apapun, selain Adam yang ditertawakan seluruh kawanan preman tersebut."Kenapa? Heran karena gak bisa ngedorong aku? Jelaslah, orang macam kamu... aku tonjok sekali juga pasti jiun!" ujarnya sombong.Adam mengepalkan tangannya. Mencoba membuktikan ucapan si preman dan hasilnya... me

  • PESONA DOKTER SARAH   11. Pahlawannya Sarah

    "Leila keknya marah banget sama kamu, Dam."Adam mengendikkan bahunya, tak peduli dengan perasaan Leila yang terluka akibat ulahnya. Bagi Adam, Leila bukan siapa-siapa, hanya sebatas langganan ojeknya sebelum kedatangan Sarah. "Masa bodoh. Aku capek ketemu sama dia. Manjanya kebangetan," keluh Adam lalu menghentikan motornya di depan beranda rumah Sarah. Wanita itu turun dari jok. Membuka dompetnya lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Adam. Namun Adam justru mendorong balik uang tersebut seraya berkata lirih pada Sarah, "Gak usah. Makan bareng Dokter Sarah tadi udah jadi imbalan paling berharga.""Cih, gak usah gombal. Kamu udah perbaikin atapnya sendirian. Masa gak aku bayar," kata Sarah menarik tangan Adam, lalu meletakkan uang tersebut di telapak tangannya.Ketika Adam menggenggam uang pemberian Sarah, dia sontak memukul jidatnya sendiri. "Ampun dah! Kita lupa bayar makanan tadi!"Ikut-ikutan, Sarah menepuk jidatnya juga. Tersadar kalau mereka belum bayar sepersen pun makan

  • PESONA DOKTER SARAH   10. Cemburu

    "Udah jadi?"Suara Sarah mengagetkan Adam yang tengah membersihkan kekacauan akibat pecahan genteng yang jatuh ke dalam rumah. Dia mengelus dada, menetralkan detak jantungnya yang bertalu-talu."Kenapa gak salam dulu sih, Dok? Kaget tau. Kalau aku jantungan gimana? Dokter mau aku tinggalin di sini? Nanti gak ada yang gombalin Dokter Sarah lagi... mau?""Pengen banget!" sahut Sarah pendek. Dia terkekeh melihat muka Adam yang merengut."Jahat juga ya," gerutu Adam seraya melanjutkan aktivitasnya. Pria itu mengambil serokan dan mengumpulkan debu tebal tersebut. Selesai membuang sampah-sampah dan merapikan beberapa barang, Adam menengok kedatangan Sarah dengan pakaian casualnya."Mau ke mana?""Nyari makan. Mau ikut? Tapi nebeng," kata Sarah menunjukkan motor Adam yang terparkir di depan teras. Tak mau membuang kesempatan besar, Adam mengangguk antusias. Segera dia meletakkan kembali sapu di sudut ruangan, berlari kecil menuju dapur dan mencuci tangannya yang berdebu.Kembali dari dapur,

  • PESONA DOKTER SARAH   9. Mana Kawan, Mana Musuh

    Adam kembali pagi-pagi sekali setelah tidur beberapa jam di hotel dan mengabaikan kondisi Ardi bersama Sarah di rumah. Jelas Adam tidak khawatir Sarah dan Ardi macam-macam, karena dia tahu Ardi tidak tertarik pada hubungan rumit bersama wanita. Bahkan sejak Adam pergi, keduanya sudah terlibat dalam permusuhan tak tersirat yang lebih dulu dimulai oleh Ardi.Ketika dia sampai di teras, Adam melihat Sarah sudah keluar dari rumah. Tampak cemberut. Saat mendapati Adam pulang, senyumnya merekah tipis. Sambutan yang cukup membuat hati Adam berbunga-bunga."Dokter udah mau balik? Gak sekalian sarapan di sini?""Aku gak mau diintai terus sama temen kamu itu! Ngeri tahu!"Adam tertawa. Ardi menjalankan perintahnya dengan baik, bahkan lebih dari yang Adam harapkan. Sewaktu dia melirik ke pintu depan, Ardi berdiri di sana sambil bersidekap. "Mau ku antar ke rumah?" tawar Adam mengabaikan pelototan Ardi."Kamu baru balik," kata Sarah seraya mengawasi tampilan Adam yang luar biasa lebih rapi dari b

  • PESONA DOKTER SARAH   8. Gak Suka, Yaudah!

    "Rumah Sarah tempias. Atapnya udah rusak, besok rencananya aku mau benerin. Tapi hujan turun, kasian juga kalau dia mesti basah-basahan di rumahnya sendiri."Ardi bersidekap, nampak tak terima dengan keputusan Adam membawa Sarah ke rumah mereka. "Tapi setidaknya ada bagian di rumahnya yang gak kena tempiaskan?" tanya pria itu."Ardi," tegur Adam tak suka dengan sikap posesifnya itu, meskipun Adam tahu reaksi Ardi tersebut bentuk dari perlindungan sebagai pendamping yang diutus kakaknya. Namun Adam tak mau terus dikekang, seolah setiap langkahnya mesti diperhatikan.Maka dari itu, ketika Ardi marah karena kaget mendapati Sarah di rumah mereka. Adam dengan cepat menjelaskan asal muasal masalah yang mereka hadapi, berharap Ardi maklum. Tapi sebaliknya, Ardi malah reaktif. "Dia menguping pembicaraan kita.""Itu gak disengaja, Di.""Bagaimana kalau dia utusan seseorang?" tuduh Ardi makin membuat Adam berang, dia mendekati Ardi, menarik kerah kemeja pria itu dengan satu tangan. Ardi tak me

  • PESONA DOKTER SARAH   7. Bocor!

    Sarah mencangklong tasnya. Merogoh saku celana seraya mengeluarkan kunci lalu membuka pintu rumahnya yang kosong melompong. Tubuh wanita itu berbalik saat mengenali suara meraung kendaraan Adam yang mendekati halaman depan. Tanpa menunggu, Sarah masuk ke dalam rumah. Melepas jasnya, menyisakan kemeja putih bersih yang nampak indah di tubuhnya. Wanita itu mendengar suara Adam memanggilnya dari depan teras."Bu dokter...." Adam berteriak seperti anak kecil yang mengajak main. Pria itu menaiki tangga dan berdiri di depan pintu, melongokkan kepala, mengintip Sarah yang tengah mengamati atap rumah. "Boleh masuk gak nih?""Masuk aja," kata Sarah tanpa memandang Adam yang sedang menenteng tas kecil berisi peralatan tukangnya. Santai Adam mengeluarkan palu dan gergaji dari sana. Ikut mendongak ke atap. "Atap kamar aku bocor. Kalau hujan, semuanya gak sempet terselamatkan lagi.""Gampang! Udah nyiapin atap barunya gak? Paku sama kayu?" tanya Adam lantas diangguki Sarah.Tidak berbasa basi, Ad

DMCA.com Protection Status