Home / Romansa / PERTAMA UNTUK NAIMA / Chapt 86.  Terungkap 1

Share

Chapt 86.  Terungkap 1

Author: Rezquila
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Hal terindah dari persahabatan adalah memahami dan dipahami, tanpa pernah memaksa dan ingin menang sendiri. Tak pernah terbayang dalam benak cantik Naima, jika ia bisa mempunyai sahabat. Ia yang introvert sangat ragu bisa membagi sedu. Bahkan untuk meratap pilu saja ia ragu. Bukan karena hatinya yang beku. Hatinya selalu menderu, tapi kadang keangkuhan egonya dan ketangguhan sukmanya melarang. Dan merasa ia mampu. Ternyata itu hanya kamuflase hati agar tak menjadi terperi suatu hari nanti. Dan fungsi sahabatnya kali ini adalah, untuk berbagi pemahaman.

Naima yang merasa bisa mandiri, ternyata akan runtuh dengan sedu sedan hati. Mengetahui Albe yang notabene suaminya ternyata pemilik tempatnya bekerja membuat Naima mengurut dada. Bagaimana tidak, walaupun kecewa karena ketidak jujuran pria itu. Ingin melontarkan semua rudal, martil, cacian dan hinaan, tapi sayangnya semua hanya di dalam benaknya dan enggan untuk terucap. Bukan saling memaki malah saling memberi, bukan saling mengumpat
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Naima keceplosan....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 87. Terungkap 2

    Naima dan Tiara mengembus napas pelan, menatap Ajeng yang merajuk dan duduk di karpet bulu di bawah mereka. Bibirnya mengerucut lucu, gadis manja itu tidak terima kenyataan kalau Naima ternyata tidak hanya sudah menjadi kekasih Albe Bos idamannya ternyata Naima sudah serumah. Ah, Ajeng merasa kecolongan. Padahal Ajeng sudah membayangkan dada pelukable, dan sandarable Alberico ia dusel-dusel. Berhubung Ajeng seorang resepsionis dia adalah karyawan yang sudah mengetahui jika Albe adalah bos mereka sejak awal. Namun dia juga merasa heran kenapa Naima bisa seterkejut itu saat beberapa waktu lalu para preman menyebut nama Alberico, dan Naima sampat linglung dan memecahkan bahkan menumpahkan hidangan untuk pelanggan.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 88. Nafkah yang tertunda

    Nyanyian yang Naima gunakan sebagai nada dering masih menggema di kesunyian kamar kost 3 x 3 meter persegi itu. Tiara dan Ajeng masih memberikan tatapan mengintimidasi, “Angkat, Nai!” Tiara memberi perintah, gadis itu memang sedikit galak. Naima menekan tombol hijau, berharap suaminya tidak mengatakan hal-hal yang tidak seharusnya kedua sahabatnya itu tahu. Duh, kenapa mereka kepo sekali sih!! “Ya, Yang!” jawab Naima, memperhatikan Ajeng yang bergerak mendekatinya. Dan ikut menempelkan telinga pada ponselnya. Naima terkekeh dalam hati. Menarik ponsel dan menekan tombol speaker. “Babe, aku dan Viran mendadak harus ke Bandung. Kamu mau ikut?” tanya Albe di seberang sana. Naima menatap Tiara dan Ajeng, mereka hanya mengendikkan bahu. “Pulang hari atau menginap, Yang?” balas Naima, ia masih ingin bersama sahabatnya. Ingin pergi ke mall, ke SPA dan aktivitas perempuan pada umumnya. Semenjak tinggal di rumah Albe, suaminya itu selalu memanggil jasa SPA ke kediamannya. Supaya Naima tidak

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 89. Tawa dan Air Mata

    Menikah adalah impian setiap orang yang sudah dewasa. Memakai gaun bak putri dari negeri dongeng, bermahkotakan tiara indah di atas kepalanya. Menjadi ratu dalam sehari orang sering menyebutnya. Apakah itu juga termasuk impian Naima?Pasti. Memang. Tentu saja.Namun takdir rupanya tidak mengizinkannya, ataukah belum? Naima tidak tahu. Yang pasti ia menikmati peran sebagai seorang istri yang dipersunting dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Jika teks proklamasi memerlukan dua jam untuk perumusannya dan lima jam setelahnya baru kemudian di proklamirkan. Maka pernikahan Naima hanya di rumuskan dalam kekalutan dan kenekatan dalam waktu tak lebih lima menit, dipersiapkan dalam waktu satu jam, dan diikrarkan tak lebih dari sepuluh menit. untuk memproklamirkan saja mereka belum ada rencana, hanya ada sebuah wacana yang Naima sendiri tak mampu untuk men

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 90. Memanjakan Diri dan Hati

    “Nai, lo yakin kita kesini?” itu suara Tiara. Setelah saling menguliti isi hati masing-masing dan menghabiskan makanan yang dikirim Albe untuk makan siang mereka. Makanan sehat dari Cafe yang ada di satu lokasi dengan Gym suami Naima. Albe selalu memastikan Naima makan dengan layak dan sehat. Sayur asem tadi pagi? Itu hanya keisengan Naima saja, bosan dengan masakan yang dikirim oleh chef andalan di Cafe dan Lounge yang berkonsep Organic For Healthy Life. Masakan tanpa micin yang bukan selera rakyat jelata sepertinya. Berkali-kali menolak, tapi akan tetap datang pada jam sarapan, tapi makan siang dan malam akan sesuai pesanan. Itu alasan Albe saja, supaya ia tak kecapean. Menurut suaminya itu, buat apa mempekerjakan banyak Chef tapi tidak di manfaatkan untuk rumahnya juga, dan Naima hanya menuruti kemauan lelaki

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 91.  Gara-gara Terasi

    Malam sudah larut saat Naima menginjakkan kakinya di rumah. Albe belum memberi kabar dari siang, pesannya pun belum dibaca. Ada khawatir menggelayuti hati. Setelah membersihkan diri, ia menuju ruang keluarga. Maksud hati menonton drama favorit. Namun pikiran melayang kepada sang suami. Mencoba menghubungi, tapi kotak suara yang menjawab. Dengan terpaksa demi memupus kekhawatiran, Naima menghubungi abang angkatnya. Tak mempedulikan kesopanan dan adab jam malam seseorang, Naima mencari kontak Viran dan menekan tombol panggil, panggilannya terhubung, berjalan mondar mandir berharap Viran mengangkat panggilannya. Namun hingga dering terakhir, pria blasteran Jawa, Manado, India dan sedikit Cina entah dari siapa itu mengabaikan panggilannya. Naima menghubungi Albe kembali, tapi sepertinya sang kotak suara memang ingin menjadi musuhnya. Menghempaskan badannya di sofa, ponsel tetap berada di genggaman. Tak lama ponselnya berdering, panggilan masuk dari Viran ternyata. “Hallo Bang! Jadiny

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 92. Tertunda karena Terasi

    Langkah Naima berderap terpatah-patah, mendekati Albe yang masih menunggunya. Ia sumirkan senyuman hingga ke ujung kelopak almondnya. "Makan dulu ya, Yang. Habis itu minum obat mualnya," Naima meraih mangkok dan menyendok cream soup dengan sebelumnya meniup dengan pelan agar suhunya pas di lidah. Albe memperhatikan dengan seksama bagaimana Naima mengurusnya. Sebenarnya Albe tetap akan menginap, tak ingin membuat Naima kerepotan dan khawatir akan kondisinya, tapi Jaka bersikeras membawa pulang. Ya, beruntung Jaka memang berada di Bandung, selain mengunjungi Ambunya juga mengontrol Cafe pertamanya dengan Albe. Dengan telaten Naima menyuapi hingga tak bersisa.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 93. Mendadak ke Bandung

    Naima hanya tidur kurang dari tiga jam, ia tetap bangun seperti biasa. Dengkuran halus terdengar di belakangnya. Mencoba melepaskan lilitan kaki dan tangan Albe, butuh kerja ekstra untuk keluar dari kungkungan suami yang mempunyai badan 2 kali lebih besar dari pada Naima. Mengamati wajah tenang dan damai suaminya, terbesit senyum di wajah bantal Naima. Tak pernah menyangka bisa menyukai lelaki asing. Ia kecup pipi dan rahang suaminya sebelum beranjak. Membersihkan diri dan melakukan ritual paginya. Notifikasi balasan dari Astrid dan Chef Adi masuk pada ponselnya, sesaat sebelum Naima keluar dari kamar. Berbalutkan sport bra set dengan legging sebatas paha. Naima berencana melakukan yoga. Di rumah Albe ada satu ruangan Gym pribadi, tidak terl

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 94. Amunisi Semangat

    “Ada apa, Yang?” Pertanyaan Naima jelas menunjukkan wanita itu khawatir. Memiringkan badannya, mencoba menyelami arti guratan dan lipatan di kening Albe. Mengulurkan jemari lentiknya, Naima memberi elusan di kening itu. “Ada sedikit masalah, Babe. Dan Viran tidak bisa mengatasi sendiri,” terang Albe, menangkap jemari Naima dan membawanya ke bibir, mengecupi setiap ujungnya. Raut wajahnya masih serius, terbagi antara jalanan dan permasalahannya. Naima membiarkan Albe memainkan jarinya. Hanya bersentuhan dengan Naima membuat hati Albe sedikit tenang. Pria tampan itu pun merasakan, emosi yang biasanya meledak-ledak, dengan kehadiran wanita cantik itu disisinya mampu teralihkan. Senyum Naima selalu menjadi penawar. Walaupun Naima tak mengerti tentang bisnis, menceritakan hal yang dia lewati dan jalani nyatanya bisa membuka pikiran untuk langkah kedepan.&nbs

Latest chapter

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 206. AKHIR BAHAGIA

    Suasana ballroom sebuah hotel berbintang di tengah kota Manhattan terlihat riuh dan penuh canda tawa. Sosok perempuan bergaun biru langit dengan model sederhana berbahan brokat, namun tetap tampak elegan dan membuat wanita dengan perut membuncit itu terlihat semakin menawan. Ia terlihat bahagia, wajahnya memancarkan rona merah muda. Senyumnya yang sampai ke ujung mata tak meninggalkan bibir merahnya. Naima dan Albe menjadi laksana Cinderella dan Prince Charming di dunia nyata. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju singgasana sederhana di ujung sana. Di depan mereka Colby Jr. berjalan layaknya pangeran dengan suite kebanggan. Tepuk tangan tamu undangan yang sebagian besar adalah kawan Eleanor dan Albert yang menempati sisi kiri. Juga teman-teman Albe hanya ada puluhan sepertinya, berada di barisan sebelah kanan. “Yang, banyak sekali tamunya,” bisik Naima. Ia tentu gugup walau terlihat bahagia. “Rileks, Baby. Anggap saja mereka bukan apa-apa,” ucap Albe tak kalah pelan, meng

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 205. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Naima mengekori Albe saat lelaki itu mengunjungi sebuah gedung pusat rehabilitasi, sudah 4 hari berlalu sejak pembicaraan singkat mereka. Alberico sudah menjelaskan pada Naima bagaimana kondisi Chloe. Depresi dan narkoba yang sudah meresahkan. Kesenyapan dan wajah sendu Colby saat sendiri adalah bentuk kesedihannya. Chloe sangat menyayangi anak kecil itu, tapi waktunya tersita saat pengaruh obat menguasai tubuh. Meninggalkan Colby dalam kesunyian, sementara Nanny Smith tak bisa 24 jam bersama. Setiap hari, Naima dan Albe mengajak Colby bertamasya dan melakukan banyak kegiatan yang dapat mengurangi rasa sedih dan kesepian anak berumur 6 tahun itu. Saat menanyakan keberadaan sang ibu, Naima mengatakan Chloe sedang sakit dan harus di rawat. Colby Jr. yanga bosan dengan rumah sakit memilih berdiam diri di rumah. Jadwal bermain dengan dokter masih beberapa hari lagi, ia tak mau datang ke tempat yang tidak menyenangkan itu. Maka, di sinilah mereka berdua. Tanpa Colby Jr. Mereka berada

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 204. Ikhlas

    Mobil Pria bernama Pete itu segera melaju dengan kencang. Colby berlari dan memeluk wanita berkulit hitam yang Naima asumsikan adalah Nanny Smith-nya. “Nanny, ada apa dengan Mom? Kenapa dia selalu seperti itu?” tanya Colby dengan air mata yang membanjiri pipinya. “Oh Boy, Mommy hanya kecapean saja. Ayo aku gendong, kau perlu tidur.” Wanita itu mengangkat Colby kedalam gendongannya. Lalu berpaling pada Naima dan tersenyum. “Hai, Aku Nanny Smith kamu kekasihnya Rico?” Nanny Smith mengulurakn tangannya. Naima menyambut uluran tangan itu dan meralat, “aku istrinya.” “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Ayo kita masuk, kita akan ngobrol nanti setelah laki-laki kuat ini tidur siang. Naima mengangguk, ia juga butuh merebahkan diri. Saat masuk ke dalam rumah, Naima menyempatkan melihat Granny di kamarnya, wanita itu sedang tidur dan tak terganggu dengan keributan yang terjadi tadi. Naima memilih ke beranda belakang, ada sofa yang terlihat nyaman di sudut dengan bantal-bantal yang menghiasi juga

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 203. BUKAN SEBUAH AKHIR

    “Mommy!” Colby Jr. turun dari sofa dan berlari memeluk ibunya yang baru pulang bekerja. Menurut informasi yang Albe terima dari ibunya, Chloe bekerja sebagai manajer di departemen store di kota Hampton. “Hello Boy, istirahatlah ke kamarmu.” Chloe memperhatikan Albe dengan raut penuh kerinduan, Naima berdiri mendekati Albe yang terlihat emosi. Menggenggam lengan yang sudah terkepal dan mengelus lengan atasnya naik turun. Ia tersenyum manis pada suaminya. “ Hai Rico! Kejutan dan wow, aku tak tahu harus mengucapkan apa? Selamat datang Ok?” sorak Chloe dengan mata berkaca-kaca juga bertepuk tangan sekali lalu menautkan jemarinya pada jemari tangan lainnya. “Hai Chloe, sangat mengejutkan bukan?” kata Albe terdengar dingin. “Aku memang terkejut dengan apa yang aku temukan saat bertemu dengan keponakan pintarku. Maka dari itu kami membuat kesepakatan. Apa kau keberatan?” Albe benar-benar tanpa basa-basi, Naima melihat suaminya seperti itu menjadi sedikit khawatir. Apa trauma Albe muncul se

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 202. PANGGIL AKU PAMAN

    “Itu Colby, aku rasa.” Albe memberi tahu Naima yang masih berdiri di tengah tangga bersamanya. “Hai Boy! Apa kamu yang bernama Colby?” tanya Albe turun dari tangga, memperhatikan anak kecil yang terlihat mengamati Albe. “Yeah, itu aku. Dan kamu Daddyku bukan? Mom selalu menceritakan dirimu dan menunjukkan fotomu." Albe mendengkus, lalu menyalami anak kecil itu. “Kita belum berkenalan, namaku Alberico Steinson. Dan kau tahu? Ayahmu bermarga berbeda denganku, namanya Colby East Stone. Bukankah namamu Colby Jr Stone? Kemarilah.” Albe menarik anak kecil itu untuk ikut ke atas. Albe melihat raut istrinya yang tak terbaca hanya tersenyum. “Aku akan menyelesaikan ini, tolong percaya

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 201. GRANNY

    Pagi yang sibuk untuk Naima dan Albe, Eleanor sudah menyiapkan beberapa kotak makanan untuk di bawa ke New Jersey. Wanita cantik itu beralasan, Mamanya selalu merindukan masakan putri satu-satunya. Albe hanya mengendik tanpa berkomentar, sementara Albert yangs edang membaca berita di tabletnya tidak berkomentar banyak. Mereka berangkat dengan Tesla model X. Saat Naima menuju carport, ia di buat takjub dengan jenis mobil yang tak biasa. Mobil keluarga Albe tidak ada yang type sedan, APV dengan kapasitas besar sepertinya adalah yang terfavorit untuk mereka. “Ada apa, Sweetheart?” Albe yang datang membawa koper berisi baju mereka heran dengan Naima yang bengong di hadapan beberapa mobil yang berjajar rapi. “Aku tidak tahu mana yang akan kau pilih untuk perjalanan kita, Sayang. Kau bilang yang sesuai dengan seleramu, dan yang aku lihat semua adalah seleramu.” Naima menolehkan kepalanya pada Albe yang menuju cabinet kecil yang tertempel di dinding. Untuk membuka cabinet itu menggunakan

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 200. MENGSEDU

    Naima jatuh di atas tubuh suaminya, beberapa orang yang lewat membantu Naima untuk bangkit, baru setelahnya Albe. Jalanan licin sedikit menyuitkan pria itu untuk berdiri. Pemuda yang kehilangan kendali saat berseluncur dengan skateboardnya berlari dengan panik. “Apa kalian terluka?” tanya pemuda itu dengan menenteng papan kayu di sebelah tangannya. “Kuharap tidak, lain kali berhati-hatilah. Atau kau akan mendapatkan hukuman,” ucap Albe menepuk pundak pemuda tadi. “Kau tidak apa-apa, Baby?” tanya Albe pada Naima yang terlihat syok, ia masih bersandar di dinding toko yang sudah tutup. Naima menutup mukanya dengan tangan, perutnya sedikit tegang tadi dan itu sangat tak nyaman. Naima meraih tangan Albe lalu memasukkan pada mantel tebal yang ia gunakan. Albe paham dan mengelus perut istrinya beberapa kali. Wanita it menyandarkan keningnya di dada Albe, dia dan calon anakknya sudah mengalami beberapa lagi tragedi dan itu membuatnya sedikit trauma. “Apa kau mau aku panggilkan Daddy su

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 199. GAUN

    “Tidak bisa, Dad! Uang yang dia pakai sangat banyak, aku tak bisa merelakan begitu saja. Aku harus mendatangkan alat gym termutakhir untuk cabang di Pluit. Gedungnya sudah siap, hanya untuk mendatangkan alatnya saja. Uangnya masih kurang.” Tolakan Albe yang menggebu membuat Albert memicing, Moma mengedip pada Naima. Perempuan hamil itu paham, lalu mengikuti mertuanya untuk masuk ke dalam ruangan kerja yang sedikit ke arah depan. “Mereka akan sangat lama dan membosankan jika membahas soal -BISNIS-, kita di sini saja. Bagaimana kalau kita mencari gaun untuk acara kalian, aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin, Sayang.” Moma mengambil tabletnya yang berukuran besar. Membawa ke arah sofa di mana Naima duduk dan menyandarkan punggungnya. “Apa saudara Moma banyak? Atau rekan juga kerabat?” tanya Naima, iris beningnya mengikuti gerakan sang mertua.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 198. KEPUTUSAN

    "Aku tidak tahu, Hun. Bagaimana kalau kita ikuti kemauan Moma aja? Aku takut mengecewakannya," usul Naima. Albe hanya mengendik, lalu menarik jemari istrinya. “Sebaiknya kita bicarakan bersama, supaya yang menjadi resepsi impianmu juga bisa terwujud, Baby. Ini pesta untuk kita bukan? Aku ingin kau juga mengutarakan keinginanmu. Hilangkanlah rasa sungkanmu itu, Sweetheart. Kadang aku tidak nyaman dengan sifatmu itu,” ucap Albe mengecup jari istrinya. Naima menghela napas, bukan maksudnya untuk membuat Albe tidak nyaman. Tapi, bagaimana keinginan hatinya bahkan Naima tidak mengerti. Ia menerima apa yang

DMCA.com Protection Status