Naima meletakkan bungkusan makanannya, mengintip ke luar dari balik gorden kamar. Memastikan apakah pemuda misterius masih berada di luar pagar. Lalu lintas di jalan masih seperti biasa, motor dan mobil juga orang berlalu lalang. Jalan hanya akan sepi jika sudah tengah malam, karena portal akan dipasang demi keamanan. Bukan mengapa, walaupun kos Naima dikelilingi pagar tinggi. Namun orang jahat diluar sana tidak kita tahu darimana datangnya. Apalagi di kota metropolitan sekelas Jakarta, banyak premanisme dan kejahatan yang harus diwaspadai. Sembari memakan makananya Naima menimbang. Untuk segi keamanan, rumah suaminya memang lebih baik dan tidak diragukan lagi. Kenyamanan pun siapa yang akan menyangsikannya. Mengambil tas ransel kecil Naima memasukan beberapa lembar pakaian dalam. Apakah dia perlu membawa semua ke rumah Albe? Sepertinya tidak. Naima tidak tahu bagaimana kehidupannya kelak. Untuk berjaga, Naima akan tetap menyewa kamar kos ini, dan hanya membawa beberap
Naima terpekur dalam diam dan ketidakpercayaan. Kebingungannya terjawab, saat ini ia sedang duduk di balkon rumah suaminya. Menikmati secangkir kopi dan sebuah buku yang masih teronggok di meja. Jemari lentiknya dengan lincah menari di atas layar touchscreen ponsel keluaran lama. Mencari sosial media Alberico, lelaki keturunan Amerika-Italia yang sudah menjadi suaminya walaupun siri. Mata gadis menatap dengan takzim postingan feed video singkat konfirmasi tentang hubungan dengan sang mantan Chloe. Ya, dari ribuan like ada Chef Aren diurutan depan karena ternyata mereka saling mengikuti. Postingan yang tidak seperti yang Naima syaratkan, tapi ia terima. Bukan video untuk mempermalukan siapapun. Kedewasaan dan kebijaksanaan Albe dalam menyikapi sakit hati dan kekecewaannya terhadap Chloe dibalas dengan santun. Video kumpulan foto candid dengan caption yang menyentuh hati Naima : Untuk melanjutkan tiap langkah dan tak akan pernah berakhir Membuang segala kenangan silam yan
Di sana dua insan sedang bercengkrama penuh cinta, namun di bagian lain Jakarta ada sebuah hati yang tercabik. Rencana yang ia susun gagal berantakan, ternyata cinta sahabatnya memang besar. Namun sebesar apapun pasti ada kelemahannya, sisi lain dirinya menyanggah. Dialah Jaka pembuat rencana dengan Chloe, Jaka yang mengirim foto lama mereka berdua. Wanita yang masih mencintai Albe itu dengan senang hati menerima usulan Jaka. Jaka berkali-kali melihat video singkat yang Albe posting, sahabat yang juga partner bisnisnya itu tidak hanya menghapus foto juga pertemanan dengan Chloe bahkan memblokir sosial media wanita yang dulu adalah teman kampus mereka dan juga mantan kekasih Albe. Chloe sempat menghubungi Jaka, tapi lelaki sunda itu tidak bisa berbuat apa-apa. Albe dan kuasanya tidak bisa Jaka lawan, berkali-kali Jaka berbuat kesalahan pada bisnis mereka Albe tetap menerimanya dan m
Kekisruhan tentang menu baru masih bergulir hingga beberapa hari. Naima sering dibuat kesal karena pekerjaannya menjadi bertambah. Chef Adi yang sering meninggalkan dapur untuk meeting dengan Viran dan Mbak Dinda juga Chef Aren. Albe juga sering absen memberi kabar membuat gadis itu semakin uring-uringan. Hari ini hari terakhir sebelum off, dan Naima masuk shift sore. Weekend menjadi hari paling melelahkan. Karena pengunjung akan ramai, gadis itu masih sibuk dengan pesanan saat Tiara datang. Gadis berambut panjang dan dicepol itu diperbantukan atau lembur, Naima senang karena Tiara akan membantu dirinya. Chef Aren datang untuk mengambil beberapa cemilan yang sudah Naima buat untuk menemani meeting yang tidak kunjung menemukan titik temu. “Nanti pulang minta anter Tiara aja Nai, takut paduka ngamuk.” Chef Aren mengedipkan matanya, Naima hanya mencibir sambil menyerahkan senampan brule bomb. Tiara hany
Suara bising kendaraan bermotor membangunkan gadis cantik yang masih damai dalam tidurnya. Semalam Naima tertidur dengan cepat setelah merebahkan diri. Kelelahan dan pengalaman mengerikan yang dialaminya membuat jiwa gadis yatim piatu itu sedikit terguncang. Saat seperti ini kerinduan akan sosok orang tua membuatnya sedih dan merana. Membuka matanya, peristiwa tadi malam masih terbayang dengan jelas di benaknya. Naima beranjak duduk, menyandarkan kepada pada tembok. Ia terpekur dalam pilu, seandainya Naima mau menerima tawaran Tiara, pasti kejadian nahas tadi malam tidak akan terjadi. Penyesalan memang selalu datang pada akhir bukan? Meraih ponsel di dalam tas kerjanya. Naima menatap sedih satu-satunya alat komunikasi yang menghubungkan ia dan suami hancur, dengan layar yang retak di semua sisinya. Dengan perasaan sedih, Naima mencoba menekan tombol power berharap benda mati itu bisa mengeluarkan cahaya, tapi nihil. Gadis itu mendesah pasrah. Bangkit dari ranjang sempitnya,
Mempunyai ponsel mahal keluaran terbaru bukan cita-cita seorang Naima. Saat ini ia sedang berada di gerai penjualan ponsel ternama. Naima mengeluarkan ponselnya yang sudah hancur layarnya. Viran dengan tidak sopan tertawa terbahak-bahak di hadapan pramuniaga yang sedang melayani mereka.“Astaga ini handphone Nai … ahahaha ...haha ..haha “ Mbak SPG hanya tersenyum, Naima mencebik masam. Viran keterlaluan sekali.“Itu keinjek Bang sama rampok tadi mal- … “ Naima menggantung kalimatnya. Segera menutup mulutnya.“APA!!” Viran walaupun sedang tertawa, dia tidak tuli. Viran meraih pundak Naima.“Bilang!” Naima hanya menaikkan alisnya.
Naima dengan santai menyelonjorkan kakinya, walaupun di dalam hati merasa ketar ketir. Rumah ini CCTV ada di beberapa titik. Naima belum mendapat telepon dari Albe. Mungkin sudah tidur atau marah kepadanya. Naima tidak tahu, saat ini fokusnya menghadapi pengacara tengil di hadapannya. “Apa yang harus Nai ceritakan Bang?” Naima melihat ke arah Viran dengan senyum mengembang. “Gak usah sok ngerayu lo Nai, gak mempan. Cepat cerita!” tukas Viran tak sabar. “Tadi malam pulang kerja aku hampir dirampok … eh di culik … eh dicelakai orang … gak tau deh Bang motifnya apa ... “ ucap Naima, merasa bingung untuk menjelaskan upaya apa yang pria tadi malam akan dia lakukan padanya, karena memang tidak tahu motif pria yang menyerangnya. “Di mana? Kenapa lo gak telepon gue?” ujar Viran gemas. “Di depan Butik Nayaka, Nai nunggu taksi di depan situ. Soalnya depan Cafe 'kan masih banyak mobil sama motor,” jelas Naima. Viran menyugar rambutnya dengan kasar. Memang gara-gara menu sialan yang Jaka
Jakarta sore hari adalah ujian, ujian untuk kesabaran dan emosi. Bunyi klakson yang bersahut sahutan, dan kemacetan yang sudah menjadi santapan menjelang jam pulang kantor tak menyurutkan perjalanan pria dengan wajah tampan baby face ala aktor korea Song Jong Ki dan campuran arab ala Zayn Malik, beginilah para wanita maupun remaja yang menggilainya. Dia tetap tenang di belakang kemudinya. Setelah dari apartemen mewah di kawasan Dharmawangsa, ia mengemudikan mobil jeep produksi perusahaan asal Jepang dengan logo Z terbalik itu ke kawasan Komdak, untuk bertemu salah satu kenalannya. Beberapa jam memeriksa CCTV di kawasan di mana istri boss sekaligus sahabatnya menjadi korban kriminalisasi tadi malam. Setelah di rasa cukup informasi yang ia butuhkan, ia kembali berkendara. Tidak sulit baginya yang seorang pengacara muda, dengan banyak relasi untuk mendapatkan informasi. Sangat mengherankan, bahwa pria yang hendak mencelakai Naima hilang begitu saja setelah massa menghajar
Suasana ballroom sebuah hotel berbintang di tengah kota Manhattan terlihat riuh dan penuh canda tawa. Sosok perempuan bergaun biru langit dengan model sederhana berbahan brokat, namun tetap tampak elegan dan membuat wanita dengan perut membuncit itu terlihat semakin menawan. Ia terlihat bahagia, wajahnya memancarkan rona merah muda. Senyumnya yang sampai ke ujung mata tak meninggalkan bibir merahnya. Naima dan Albe menjadi laksana Cinderella dan Prince Charming di dunia nyata. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju singgasana sederhana di ujung sana. Di depan mereka Colby Jr. berjalan layaknya pangeran dengan suite kebanggan. Tepuk tangan tamu undangan yang sebagian besar adalah kawan Eleanor dan Albert yang menempati sisi kiri. Juga teman-teman Albe hanya ada puluhan sepertinya, berada di barisan sebelah kanan. “Yang, banyak sekali tamunya,” bisik Naima. Ia tentu gugup walau terlihat bahagia. “Rileks, Baby. Anggap saja mereka bukan apa-apa,” ucap Albe tak kalah pelan, meng
Naima mengekori Albe saat lelaki itu mengunjungi sebuah gedung pusat rehabilitasi, sudah 4 hari berlalu sejak pembicaraan singkat mereka. Alberico sudah menjelaskan pada Naima bagaimana kondisi Chloe. Depresi dan narkoba yang sudah meresahkan. Kesenyapan dan wajah sendu Colby saat sendiri adalah bentuk kesedihannya. Chloe sangat menyayangi anak kecil itu, tapi waktunya tersita saat pengaruh obat menguasai tubuh. Meninggalkan Colby dalam kesunyian, sementara Nanny Smith tak bisa 24 jam bersama. Setiap hari, Naima dan Albe mengajak Colby bertamasya dan melakukan banyak kegiatan yang dapat mengurangi rasa sedih dan kesepian anak berumur 6 tahun itu. Saat menanyakan keberadaan sang ibu, Naima mengatakan Chloe sedang sakit dan harus di rawat. Colby Jr. yanga bosan dengan rumah sakit memilih berdiam diri di rumah. Jadwal bermain dengan dokter masih beberapa hari lagi, ia tak mau datang ke tempat yang tidak menyenangkan itu. Maka, di sinilah mereka berdua. Tanpa Colby Jr. Mereka berada
Mobil Pria bernama Pete itu segera melaju dengan kencang. Colby berlari dan memeluk wanita berkulit hitam yang Naima asumsikan adalah Nanny Smith-nya. “Nanny, ada apa dengan Mom? Kenapa dia selalu seperti itu?” tanya Colby dengan air mata yang membanjiri pipinya. “Oh Boy, Mommy hanya kecapean saja. Ayo aku gendong, kau perlu tidur.” Wanita itu mengangkat Colby kedalam gendongannya. Lalu berpaling pada Naima dan tersenyum. “Hai, Aku Nanny Smith kamu kekasihnya Rico?” Nanny Smith mengulurakn tangannya. Naima menyambut uluran tangan itu dan meralat, “aku istrinya.” “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Ayo kita masuk, kita akan ngobrol nanti setelah laki-laki kuat ini tidur siang. Naima mengangguk, ia juga butuh merebahkan diri. Saat masuk ke dalam rumah, Naima menyempatkan melihat Granny di kamarnya, wanita itu sedang tidur dan tak terganggu dengan keributan yang terjadi tadi. Naima memilih ke beranda belakang, ada sofa yang terlihat nyaman di sudut dengan bantal-bantal yang menghiasi juga
“Mommy!” Colby Jr. turun dari sofa dan berlari memeluk ibunya yang baru pulang bekerja. Menurut informasi yang Albe terima dari ibunya, Chloe bekerja sebagai manajer di departemen store di kota Hampton. “Hello Boy, istirahatlah ke kamarmu.” Chloe memperhatikan Albe dengan raut penuh kerinduan, Naima berdiri mendekati Albe yang terlihat emosi. Menggenggam lengan yang sudah terkepal dan mengelus lengan atasnya naik turun. Ia tersenyum manis pada suaminya. “ Hai Rico! Kejutan dan wow, aku tak tahu harus mengucapkan apa? Selamat datang Ok?” sorak Chloe dengan mata berkaca-kaca juga bertepuk tangan sekali lalu menautkan jemarinya pada jemari tangan lainnya. “Hai Chloe, sangat mengejutkan bukan?” kata Albe terdengar dingin. “Aku memang terkejut dengan apa yang aku temukan saat bertemu dengan keponakan pintarku. Maka dari itu kami membuat kesepakatan. Apa kau keberatan?” Albe benar-benar tanpa basa-basi, Naima melihat suaminya seperti itu menjadi sedikit khawatir. Apa trauma Albe muncul se
“Itu Colby, aku rasa.” Albe memberi tahu Naima yang masih berdiri di tengah tangga bersamanya. “Hai Boy! Apa kamu yang bernama Colby?” tanya Albe turun dari tangga, memperhatikan anak kecil yang terlihat mengamati Albe. “Yeah, itu aku. Dan kamu Daddyku bukan? Mom selalu menceritakan dirimu dan menunjukkan fotomu." Albe mendengkus, lalu menyalami anak kecil itu. “Kita belum berkenalan, namaku Alberico Steinson. Dan kau tahu? Ayahmu bermarga berbeda denganku, namanya Colby East Stone. Bukankah namamu Colby Jr Stone? Kemarilah.” Albe menarik anak kecil itu untuk ikut ke atas. Albe melihat raut istrinya yang tak terbaca hanya tersenyum. “Aku akan menyelesaikan ini, tolong percaya
Pagi yang sibuk untuk Naima dan Albe, Eleanor sudah menyiapkan beberapa kotak makanan untuk di bawa ke New Jersey. Wanita cantik itu beralasan, Mamanya selalu merindukan masakan putri satu-satunya. Albe hanya mengendik tanpa berkomentar, sementara Albert yangs edang membaca berita di tabletnya tidak berkomentar banyak. Mereka berangkat dengan Tesla model X. Saat Naima menuju carport, ia di buat takjub dengan jenis mobil yang tak biasa. Mobil keluarga Albe tidak ada yang type sedan, APV dengan kapasitas besar sepertinya adalah yang terfavorit untuk mereka. “Ada apa, Sweetheart?” Albe yang datang membawa koper berisi baju mereka heran dengan Naima yang bengong di hadapan beberapa mobil yang berjajar rapi. “Aku tidak tahu mana yang akan kau pilih untuk perjalanan kita, Sayang. Kau bilang yang sesuai dengan seleramu, dan yang aku lihat semua adalah seleramu.” Naima menolehkan kepalanya pada Albe yang menuju cabinet kecil yang tertempel di dinding. Untuk membuka cabinet itu menggunakan
Naima jatuh di atas tubuh suaminya, beberapa orang yang lewat membantu Naima untuk bangkit, baru setelahnya Albe. Jalanan licin sedikit menyuitkan pria itu untuk berdiri. Pemuda yang kehilangan kendali saat berseluncur dengan skateboardnya berlari dengan panik. “Apa kalian terluka?” tanya pemuda itu dengan menenteng papan kayu di sebelah tangannya. “Kuharap tidak, lain kali berhati-hatilah. Atau kau akan mendapatkan hukuman,” ucap Albe menepuk pundak pemuda tadi. “Kau tidak apa-apa, Baby?” tanya Albe pada Naima yang terlihat syok, ia masih bersandar di dinding toko yang sudah tutup. Naima menutup mukanya dengan tangan, perutnya sedikit tegang tadi dan itu sangat tak nyaman. Naima meraih tangan Albe lalu memasukkan pada mantel tebal yang ia gunakan. Albe paham dan mengelus perut istrinya beberapa kali. Wanita it menyandarkan keningnya di dada Albe, dia dan calon anakknya sudah mengalami beberapa lagi tragedi dan itu membuatnya sedikit trauma. “Apa kau mau aku panggilkan Daddy su
“Tidak bisa, Dad! Uang yang dia pakai sangat banyak, aku tak bisa merelakan begitu saja. Aku harus mendatangkan alat gym termutakhir untuk cabang di Pluit. Gedungnya sudah siap, hanya untuk mendatangkan alatnya saja. Uangnya masih kurang.” Tolakan Albe yang menggebu membuat Albert memicing, Moma mengedip pada Naima. Perempuan hamil itu paham, lalu mengikuti mertuanya untuk masuk ke dalam ruangan kerja yang sedikit ke arah depan. “Mereka akan sangat lama dan membosankan jika membahas soal -BISNIS-, kita di sini saja. Bagaimana kalau kita mencari gaun untuk acara kalian, aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin, Sayang.” Moma mengambil tabletnya yang berukuran besar. Membawa ke arah sofa di mana Naima duduk dan menyandarkan punggungnya. “Apa saudara Moma banyak? Atau rekan juga kerabat?” tanya Naima, iris beningnya mengikuti gerakan sang mertua.
"Aku tidak tahu, Hun. Bagaimana kalau kita ikuti kemauan Moma aja? Aku takut mengecewakannya," usul Naima. Albe hanya mengendik, lalu menarik jemari istrinya. “Sebaiknya kita bicarakan bersama, supaya yang menjadi resepsi impianmu juga bisa terwujud, Baby. Ini pesta untuk kita bukan? Aku ingin kau juga mengutarakan keinginanmu. Hilangkanlah rasa sungkanmu itu, Sweetheart. Kadang aku tidak nyaman dengan sifatmu itu,” ucap Albe mengecup jari istrinya. Naima menghela napas, bukan maksudnya untuk membuat Albe tidak nyaman. Tapi, bagaimana keinginan hatinya bahkan Naima tidak mengerti. Ia menerima apa yang