‘’Tuan, kenapa kau hanya diam saja? Apa yang telah dilakukan manusia itu kepada saya? Lalu, kenapa kau berada di sini?’’ Sara terus memaksa Amar agar mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Ia terlihat begitu linglung. Berulang kali berusaha memukul kepalanya sendiri, agar ia bisa mengingat kembali apa saja yang Andra lakukan pada saat keadaanya setengah sadarkan diri.
Amar masih terdiam, sembari melihat gadis di depannya itu. Mata sayu gadis itu semakin membuat Amar tidak tega untuk menceritakan bagaimana Andra dengan bengisnya berusaha melucuti pakaiannya. Sara pasti akan sangat malu jika tahu bahwa Andra sudah setengah berhasil membuka bajunya. Tetapi, jika dirinya tidak memberi tahu, ia takut Sara akan berpikiran macam-macam, dan merasa sudah ternodai kesuciannya.
‘’Kamu tidak perlu khawatir! Yang jelas, kamu baik-baik saja.’’ Amar tidak in
Tanggal pernikahan telah diatur dengan cepat. Sara berusaha menghubungi orang tuanya di kampung halaman tempat ia dilahirkan. Namun, sampai saat ini tidak ada respon baik sedikit pun dari mereka. Sedangkan dari pihak Amar sendiri, ibunya sudah merestui pernikahan mereka. Wulan sangat percaya bahwa keputusan anaknya adalah yang terbaik. Lagi pula dengan siapa mereka menikah sudah menjadi urusan masing-masing, orang tua tidak perlu terlalu banyak ikut campur. ‘’Bagaimana dengan orang tuamu?’’ Amar ingin memastikan bahwa orang tua Sara ikut hadir di dalam pernikahannya. Di lain sisi, Sara adalah seorang perempuan, yang nantinya membutuhkan figure ayah sebagai walinya. ‘’Aku sudah mengirimkan mereka pesan, seharusnya mereka sudah mem
Dalam pemilihan tempat pernikahan, Amar menyewa gedung mewah yang berada di pusat kota. Untuk masalah tema, ia menyerahkan sepenuhnya kepada asisten pribadinya, Anton. Selera Anton biasanya selalu serasi dengan apa yang Amar inginkan. Memang benar, Anton tidak pernah mengecewakan Amar untuk mengandalkan selera estetiknya. Kali ini Anton memilih salah satu wedding organizer yang terkenal di kota ini. Ia menunjukkan ide cemerlangnya agar nanti bisa direalisasikan untuk mendekor gedung itu. Anton memilih tema gold white untuk pernikahan Amar nanti. Sebuah pencampuran warna yang memiliki arti yang bermakna. Warna gold seringkali dipercayai sebagai lambang kemewahan, sedangkan warna putih memiliki arti suci, dan sakral. Jika kedua warna ini digabungkan, maka akan membentuk karakter warna yang sangat kuat, dan elegan.  
Sara terbangun dari tidurnya, sorot sinar matahari pagi berhasil menyilaukan kedua matanya. Masih dalam kondisi belum sepenuhnya sadar, ia melihat lengan kekar yang melingkari tubuhnya. Sara sangat terkejut, ketika membuka selimutnya, dan mendapati dirinya tanpa mengenakan baju. ‘’Ahhh … siapa kamu!’’ teriak Sara dengan sangat keras, hingga berhasil membangunkan Amar yang masih tertidur pulas. ‘’Saya Amar, suami kamu!’’ Dengan sedikit menguap, Amar menjawab pertanyaan Sara. Teriakan Sara lumayan membuat telinganya terasa pekat.Sara terhentak, sembari mengedi-edipkan kedua matanya. Sara sepertinya lupa, kalau saat ini dirinya sudah menika
Desahan saling bersahutan menyelimuti kamar mereka saat ini. Bagi Amar sendiri, rintihan Sara justru menambah gairah sensualnya semakin bergejolak. Bahkan terdengar sangat merdu di telinga Amar.Amar mulai menghentakkan tubuhnya ke badan Sara. Ia sempat merasa kesulitan karena merasa ada sesuatu yang mengganjal, namun Amar berhasil melewati hambatan itu dengan sempurna. ‘’Ahhh … saakit’’ teriak Sara dengan nada mendesah. Amar tidak mempedulikan teriakannya kali ini, ia justru semakin menguatkan hentakannya itu. Amar semakin beringas melakukan permainannya, melihat Sara yang sudah tidak merintih kesakitan lagi, ia mulai lega karena akhirnya Sara bisa menikmati permainannya. Secercah darah seketika tumpah di atas kasur. Amar tersenyum puas karena sudah menerobos pintu masuknya. ‘’Sayang, tahan bentar ya! P
‘’Selera mama? Maksudnya?’’ ‘’Iya, mama kamu! Perhiasan ini milik mama kamu, kan?’’ Sara melihat beberapa kalung berantai emas, yang mana kalung itu memiliki model liontin yang berbeda-beda. Liontin tersebut ada yang berbentuk kelopak bunga, mata burung, berlian merah, dan ada juga yang berupa huruf inisial. Tidak hanya itu, di dalam kotak tersebut juga ada tiga buah gelang tangan, serta tiga buah gelang kaki. Kedua jenis gelang tersebut juga sama-sama terbuat dari emas. ‘’Wait, Baby! Ini semua untuk kamu, sayang!’’ jawab Amar dengan nada lembut. ‘’Kamu tau? Ini saya sendiri yang langsung memesankan untukmu. Kalau ada yang kamu tidak suka dari beberapa model perhiasan ini, bisa aku pesankan lagi ke toko emas kepercayaanku.’’ Amar menyambung pe
Sara mengambil sebuah piring yang bertumpuk berwarna putih, lalu dikasihkanlah piring tersebut kepada suaminya. Tidak hanya Amar, Sara juga menyiapkan piring tersebut untuk mama mertuanya juga. Sara mengambil nasi dengan hati-hati, lalu menuangkannya di atas piring. Tidak lupa juga ia menyertakan lauk yang Amar sukai. ‘’Kamu Cuma makan cumi saus tiram, aja?’’ Sara tercengang, karena mendapati Amar yang hanya makan nasi, dan cumi saus tiram saja. Mengingat di depan wajahnya saat ini terdapat banyak sekali macam-macam makanan. Sara melihat ada satu menu yang menurutnya aneh. ‘Aku baru tau, kalau pizza aslinya seperti ini,’ batin Sara dalam hati. 
‘’Mas, dan adek kayaknya lebih cocok, Ma! Iya, kan dek?’’ Mama Wulan tertawa gelih ketika mendengar Amar mengatakan itu dengan sangat kaku, paggilan itu terasa tidak terlalu pantas diucapkan oleh Amar yang memiliki suara berat.Amar melanjutkan tangannya untuk memasukkan pizza ke dalam mulut istrinya. Kali ini, Sara membiarkan suaminya untuk menyuapinya. Dalam hitungan detik, gigitan pizza berhasil mencuci mulutnya. ‘’Rasanya bener-bener enak, Mas!’’ seru Sara pada Amar. Ia sudah dimabukkan dengan cita rasa pizza itu. Ini adalah pertama kalinya Sara memakan pizza, karena biasanya ia hanya bisa melihatnya dari iklan televisi. Potongan daging sapi, dan sosis, yang dipadukan dengan saus mozzarella membuat cit
‘’Ma, Apa kau tidak berniat mengajakku? Apa posisiku sudah tergantikan oleh menantu mama, sekarang?’’ tutur Amar dengan wajah muram. Ia sedikit cemburu karena mamanya seperti sengaja meninggalkannya, terlebih lagi barang belanjaan yang ia pegang cukup menguras keringat.Wulan tertawa terpingkal, ia tidak pernah melihat wajah anak laki-lakinya cemberut seperti seorang wanita. ‘’Amar, apa kamu pantas cemburu dengan istrimu sendiri? Begitu kah? Lebih baik sekarang kamu bawakan semua barang belanjaan mama, ke kasir depan.’’Amar mengerutkan keningnya, ia tidak menyangka bahwa mamanya lebih menyayangi menantunya itu, dari pada anaknya sendiri. Namun Amar juga senang, karena kehadiran Sara di dalam hidupnya, juga membawa kebahagiaan tersendiri untuk mamanya. Dul
Di balik dinding bertirai tebal terlihat dua orang laki-laki yang sedang sibuk membicarakan suatu hal. Tentu sudah menjadi kebiasaan Amar dan asistennya itu untuk mengisi waktu senggangnya dengan mengumpulkan beberapa kalimat obrolan.Anton mendekat ke arah Amar, tidak lama kemudian ia mencoba mengatakan sesuatu yang sedari tadi sudah ia pikirkan.‘’Apa kita perlu mengawasi nyonya di sana?’’ tanya Anton. Ia tidak tega melihat Amar yang seringkali hilang fokus karena terlalu memikirkan Sara. Meskipun Amar tidak pernah bercerita tentang hal yang ia pikirkan terus menerus, Anton tentu yakin tidak akan salah mengira.Amar masih terdiam, lalu tertegun beberapa saat tidak menghiraukan perkataan asistennya itu.Hingga kemudian laki-laki bertubuh kekar itu memejamkan kedua matanya, sambil terus mulai mempertimbangkan saran dari asistennya.‘’Tidak perlu. Dia tidak boleh sampai risih karena kita mengawasinya
Sara berjalan di belakang Amnu, ia mengikuti langkah pria berusia 28 tahun itu. Kemudian Amnu berhenti di meja makan tepat di sebelah pojok belakang. Amnu menarik salah satu kursi berlapis kain warna putih, lalu mempersilahkan Sara duduk dengan nyaman. ‘Tidakkah berlebihan?’ tanya Sara dalam hati.Sara memesan segelas air putih dingin, sepiring nasi, dan sepiring cumi saus tiram. Sedangkan Amnu memesan roti panggang, dan jus jeruk. Keduanya hanya saling bertatapan, keadaan terasa begitu hening. Berulang kali Amnu mencuri pandang pada wanita di depannya itu. Dua pelayan wanita berambut pendek datang dengan membawa menu yang sudah mereka pesan. Lalu menaruh makanan tersebut dengan hati-hati. Kemudian memberikan selembar kertas yang berisi total tagihan makanan
Amnu sangat cerdas, banyak sekali prestasi yang sudah ia dapatkan. Untuk menjadi seorang SPV tentu harus memiliki kemampuan yang mumpuni.Sebelumnya pria itu hanya sales biasa, karena penjualannya yang sangat baik setahun belakangan ini, bahkan seringkali menerima banyak penghargaan dari beberapa perusahaan yang pernah ia singgahi, membuat dirinya bisa menduduki karir seperti sekarang ini. Lagipula saat diadakannya promosi jabatan, 80% suara memihak kepadanya.Orang seprofesional Sara, mustahil mau diajak makan berdua selain urusan pekerjaan. Alasan yang ia buat begitu tepat, terlepas benar atau salah, setidaknya Sara sudah menyetujui ajakannya itu. ‘’Kalau sudah tidak ada yang mau dibicarakan, saya mau kembali bekerja, Pak!’’ ucap
‘’I-iya, Tuan!’’ Bu Ira tersentak, lalu segera menuju ke kamar mandi dengan perasaan semburat. Ini pertama kali Amar memakinya dengan sangat kasar. Selama ini Bu ira selalu mencari muka kepada Amar, orang lain yang bekerja, namu namanya yang dipuja. Itulah yang menyebabkan Amar begitu mempercayai Bu Ira.Waktu terasa berhenti. Tidak ada satu pun orang yang berani mengajak Amar berbicara. Sedangkan Anton masih setia berdiri tepat di belakang Amar.Kemudian dalam hitungan detik, Sara dan Vilda telah sampai di hadapan Amar.‘Kenapa dia ada di sini?’Hati Sara berdecak, ia terkejut ketika melihat seseorang yang berada di depannya. Dia suaminya, sungguh nyata berada di hadapannya saat ini.Vilda tentu tau sedang berhadapan dengan siapa, sedangkan Sara hanya mengenal bahwa itu adalah suaminya. &l
’Mbak, Vilda?’ Kata Sara dalam hati. Mama muda yang ia temui sewaktu berangkat ke Surabaya, sekarang bisa bertemu kembali dengan keadaan yang berbeda. Wanita itu terlihat lebih terawat dari sebelumnya, apalagi kulit wajahnya begitu bersih, dan bersinar. Tidak! Mungkinkah dia operasi wajah? Bu Ira mengarahkan mata tajamnya ke sumber suara. Dengan bengis mengernyitkan bibirnya. ‘’Oh, jadi kau teman BA baru ini, ya? Baiklah kau bisa membantunya kalau merasa kasihan dengannya!’’ ketus Bu Ira. Lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Perlahan Sara mulai mendekat ke arah Vilda. Dipandanginya wanita itu dengan saksama, hanya untuk memastikan dia wanita di dalam bus itu, atau bukan. ‘’Kamu … Mbak Vilda, bukan?’’ tanya Sara dengan merapikan lengan bajunya. &n
Ada dua orang yang sedang memperhatikan mereka dari jarak jauh, mereka bersembunyi di semak-semak. ‘’Kak Zea? dan … Ratri?’’ ucap Sara terkejut. Bagaimana bisa kedua orang itu bisa berada di sini. Tiga tahun tidak bertemu mereka, rasanya ada rindu di dalam hati. Meskipun Ratri pernah memperlakukan Sara dengan cara tidak baik, bagaimana pun juga ia adalah temannya. PROKK … PROKK Amar menepuk kedua tangannya, ia sedang mengkode dua wanita itu. ‘’Kemarilah!’’Kedua wanita itu sedang menghampiri Amar, dan Sara. Rupanya mereka berdua yang telah membantu Amar untuk mempersiapkan kejutan untuk Sara. Tidak
‘’Lalu?’’ Sara terlihat begitu tertarik mendengar cerita Amar.Amar menyeka keringat yang menetes dari dahinya, bahkan untuk mengingat masa lalunya itu, ia harus mempersiapkan mentalnya terlebih dahulu.Amar melihat ke arah Sara. Bagaimana pun juga gadis itu adalah istrinya, dia berhak tahu cerita hidup suaminya sendiri. Ia juga tidak tega ketika memandang wajah Sara yang sangat antusias mendengarkan ceritanya. ‘’Semua sudah hancur! Wanita jalang itu telah merebut ayahku, suami dari mamaku.’’ Amar mencengkeram tangannya sendiri dengan kasar, ia terlihat begitu murka ketika mengingat kembali cerita hidupnya.Sara tidak berani berkata apa-apa, ia tidak ingin membuka luka lama dalam hati Amar. Lagipula in
Guyuran air segar dari atas membasahi tubuh mereka berdua. Dua pasang tangan mengambil posisi untuk meratakan sampo di kepala mereka masing-masing. Kedua tangan Sara memijat dengan lembut baluran sampo di atas kepala Amar. Begitu pula sebaliknya. Sambil memainkan busa yang tertumpuk di badan mereka masing-masing.Selama tiga tahun menikah, ini adalah pertama kalinya mereka mandi berdua. Terlihat begitu intim di bawah guyuran air. Sebuah tawa lepas yang melandas di bibir mereka, membuat suasana semakin terasa milik mereka berdua. Tidak tahu kenapa, Sara merasa bersalah karena telah berburuk sangka kepada suaminya saat itu. Terlebih lagi ia sudah memutuskan untuk bekerja. Bagaimana pun juga Sara harus tetap melanjutkan pekerjaannya itu.Sara segera berkemas, memakai pakaian yang sudah ada di dalam koper.
Sara terus memejamkan mata untuk merasakan kejantanan suaminya. Rasanya Sara tidak dapat lagi menahan tangannya sendiri untuk tidak bergerak. Dengan bantuan sepasang bola matanya, ia mulai meraba leher Amar yang ditumbuhi bulu-bulu halus. ‘’Cepat Sayang …,’’ ucap Sara sambil mencengkeram erat punggung Amar dengan sepuluh jemarinya. Sara semakin mengerang, lidahnya bertingkah liar, mengecup, dan saling bertukar saliva dengan suaminya itu. Suara kecup dan hentakan saling beradu di dalam ruangan bertirai putih itu.Amar semakin mempercepat gerakannya. Memaju mundurkan pinggulnya agar segera sampai dengan tujuan akhir. Dirinya juga bisa merasakan bahwa senjatanya itu akan segera meledakkan cairan kental yang ma