Share

Firasat

Penulis: Srirama Adafi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nda, Ayah pamit ke rumah Ibu dulu ya? Tadi Ibu telpon katanya Sintya butuh uang buat bayar praktek."

Aku masih fokus pada layar laptop di depanku. "Iya, salam buat Ibu ya?"

Sintya adik Mas Ilham, saat ini sedang kuliah kebidanan. Sedikit banyak kami memang membantu biaya kuliahnya. Selain karena Ayah Mas Ilham sudah berpulang, kondisi ekonomi mereka pun pas-pasan. Itu sebabnya Mas Ilham hanya lulusan SMP. Dulu Mas Ilham bekerja di percetakan milik teman Ayahnya. Di situ kami sering bertemu saat aku masih kuliah.

"Ya sudah, Ayah berangkat dulu. Nanti kalau Bunda sudah ngantuk tidur duluan aja ya? Ayah bawa kunci rumah kok."

"Heem."

"Ini ATMnya Ayah bawa ya, Nda."

"Ya, hati-hati!"

Terdengan suara pintu kamar tertutup. Aku kembali fokus mengerjakan analisis evaluasi.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Belum lama ini aku dimutasi ke SMP lain. Jaraknya lumayan jauh dari rumah. Hampir satu jam perjalanan. Semakin sedikit waktuku di rumah. Semakin lelah juga badan ini tiap hari harus b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
binatang lebih pintar dari kau. kau cuma bisa ngebacot,ngambek. anjing
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
bener bu Dita ngeluiat d RS jenguk Riana melahirkan dn uang yg dia bilang tuk pk Yudi bohong dia tuk bayar ongkos melahir kan Riana .kmu hrs bener tanya istri nya pk Yudi dn b Dita .jangan samoai terlalu jauh lagi .se x berbohong akan terus berbohong ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Berdusta Lagi

    Steak di piring kini bersih tak bersisa. Cita rasa steak di kedai Jeng Hani teman zumbaku benar-benar mantap. Bumbunya khas, pas dan meresap. Dagingnya juga empuk. Mantap pokoknya. Benar-benar memanjakan lidah.Pantas saja saat jam makan siang seperti sekarang ini semua tempat penuh dengan pengunjung. Meskipun begitu suasana di dalam kedai ini tidak panas sama sekali. Karena beberapa jendela kayu lebar tanpa daun berjejer menyuguhkan pemandangan sungai dan hijau pepohonan. Pas sekali dengan dekorasi yang mengusung tema alam. Pengunjung akan merasa nyaman bersantai setelah perut terisi di kedai ini.Tawa canda teman-teman arisanku pun semakin menjadi setelah menikmati steak. Apa saja hal yang dibahas akan terdengar lucu dan menarik. Apalagi dengan kepiawaian Jeng Sony ketika menirukan ekspresi wajah seseorang. Pecahlah tawa teman-teman semua.Aku yang notabennya tak pandai bergaul dan tak banyak bicara, cukup mengikuti alur cerita mereka. Ikut tertawa dan sesekali menimpali.Sepuluh i

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Manusia Rakus

    Tajam mata ini menatap manik hitam perempuan sundal itu. Lekat. Sembari tangan ini membuka pintu mobil, mata ini masih lurus menghunus tajam. Langkah lebar ini membuat jarak kami terkikis. Kini wanita durjana itu, gundik itu, tepat di depanku. Ya dialah Riana.Istighfar terus kugaungkan dalam dada agar diri ini terhindar dari perbuatan anarkis. Mempermalukan diri sendiri. Jika kuturuti kata hati, sungguh aku ingin menjambak rambutnya, mencakar-cakar wajahnya, bahkan mencekiknya sampai tak bisa bernafas lagi. Tapi sekali lagi aku harus bisa mengendalikan diri.Kusipitkan sebelah mata menatapnya sengit. Mata gundik itu terlihat mengembun. Sesekali beralih menatap bocah laki-laki yang menggenggam jemarinya. Persis tikus di hadapan kucing. Tak bernyali."Luar biasa sekali kamu, Riana." Kupindai gundik itu dari ujung kaki hingga kepala dengan senyum merendahkan."Apa kamu benar-benar tak punya hati?"Gundik itu hanya mematung menatap jemari yang bertaut dengan bocah di sampingnya. Bocah it

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Lega

    Pelan kutarik gorden menutup kaca kamar tidur utama rumah ini. Tak ada lagi pemandangan indah yang terlihat di sana. Hanya gorden warna abu tua. Persis seperti kondisi hatiku setelah menyaksikan seseorang yang telah lebih dari sepuluh tahun hidup denganku memilih pergi dari rumah setelah pertengkaran kami. Ini kali pertama dia melakukannya.Sekarang aku tahu bahwa segalanya telah berubah. Semua sikap manisnya selama ini adalah palsu. Sekedar topeng untuk menutupi kebusukannya. Bagaimana bisa aku sebodoh ini tak menyadari? Bahkan merasa pendusta itu begitu sabar dalam mencintai.Kini tabir telah terkuak. Jalan baru telah terbentang. Aku harus siap menjalaninya. Betapapun pahitnya. Meninggalkan sesuatu yang sungguh teramat berharga. Sebuah ikatan pernikahan.Kurebahkan raga yang teramat lelah. Berusaha memejamkan mata ditemani detak jarum jam penghapus sunyi. Entah berapa kali tubuh ini berubah posisi. Nyatanya kantuk tak juga menghampiri.Dada ini teramat perih. Memikirkan lelaki yang

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Manusia Bebal

    "Delia putri Bunda, ada sesuatu yang mau Bunda sampaikan.""Apa, Nda?"Kuhela nafas sejenak. Lalu kembali berkata, "ini berita buruk bagi kita, tapi Bunda selalu berdoa agar Allah beri kebaikan di dalamnya.""Apa memangnya itu, Nda?" Delia terlihat khawatir dan penasaran.Kutarik nafas panjang. Kutata hati untuk menyampaikan berita ini pada putri semata wayangku."Bunda sama Ayah sebentar lagi akan bercerai, Sayang."Mata sendu itu menatapku dengan mata melebar. Dia pasti terkejut bahkan tak percaya dengan apa yang baru saja aku sampaikan."Ada satu hal yang membuat Ayah sama Bunda enggak lagi bisa bersama."Delia masih membisu. Aku tahu ini tak mudah untuknya. Pun sebenarnya juga tak mudah untukku. Tapi aku harap ini yang terbaik."Kadang apa yang menurut kita baik ternyata menurut Allah tidak, begitu juga sebaliknya. Kadang ada sesuatu hal yang menurut kita buruk tapi menurut Allah sebaliknya. Bunda harap meski ini hal yang menyakitkan, tapi ada kebaikan di baliknya."Air mata menga

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Ibu Mertua

    "Ilham? Kenapa kamu bersama dia?" tanya Ibu tak mengerti.Mas Ilham hanya terpaku di ambang pintu. Tak bisa menjawab pertanyaan Ibu. Sekian detik ruangan ini benar-benar hening. Akhirnya aku bersuara. "Mayang yang memintanya, Bu.""Maksudnya?" Ibu balik menatapku penuh tanya."Masuk dulu, Mas, Ri!" pintaku karena tak satupun dari mereka mempersilahkan dua manusia laknat ini masuk.Mas Ilham menarik tangan Riana untuk masuk ke rumah Ibu. Sedang mata ibu tak lepas menatap mereka berdua. Ibu masih terpaku di depan pintu.Aku memberi kode pada Sintya yang kebingungan untuk menutup pintu. Setelah menutup pintu Sintya membimbing Ibu untuk duduk di sebelahku. Kini aku duduk satu sofa dengan ibu, Mas Ilham dengan Riana dan Sintya sendiri. Bagas adik bungsu Mas Ilham tak terlihat sejak tadi.Kulihat ibu masih bergeming menatap mereka berdua. Aku yakin ibu sangat kecewa. Aku memegang jemari tuanya. Kemudian wanita itu beralih menatapku."Jadi mereka ... ?" Ibu menggantung kalimatnya.Aku mengan

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Ular

    Tubuh lemas ibu berada dalam gendongan Mas Ilham menuju mobil. Kami setengah berlari mengiringinya. Mas Ilham duduk di kursi penumpang masih sambil memeluk tubuh Ibu. Sintya dari arah samping memangku kaki ibu. Langsung kutancap gas menuju rumah sakit terdekat."Maafkan Ilham, Bu! Maafkan Ilham!" Suara Mas Ilham bergetar.Sesekali kulirik lelaki itu mencium kening ibunya. Memang selama ini Mas Ilham sangat menyayangi ibunya. Hidup tanpa Ayah membuatnya merasa bertanggung jawab penuh terhadap ibu dan adik-adiknya.Jika sampai hal buruk terjadi pada Ibu, pasti Mas Ilham akan merasa sangat berdosa. Karena ulahnya ibu jadi sakit seperti ini. Dan selamanya penyesalan pasti akan membayangi hidupnya."Ibu harus bertahan! Ilham janji enggak akan buat ibu sedih lagi. Ilham janji, Bu. Ilham janji." Mas Ilham terisak.Tiba di rumah sakit ibu langsung dibawa ke ruang IGD. Aku langsung mengurus administrasi. Kupilihkan segala fasilitas terbaik untuk ibu. Aku ingin ibu segera sembuh dan pulih seper

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Kopi Pahit

    Tempat parkir adalah satu-satunya tempat yang ingin kutuju setelah mengetahui saldo rekening Mas Ilham. Bisa-bisanya dia masih meminta uang padaku. Sayang sekali kah dia mengeluarkan uang untuk ibunya sendiri? Atau uang itu dia rencanakan untuk keperluan gundiknya?Kutelpon Sintya mengabarkan kalau aku mau langsung pulang."Ya, Mba?""Sin, Mba mau langsung pulang. Kamu enggak apa-apa cuma berdua dengan Mas Ilham?""Iya, Mba. Enggak apa-apa. Mba Mayang istirahat dulu aja. Besok kerja kan?""Iya, Sin. Kalau ada apa-apa kamu kabari Mba ya?""Iya, Mba. Mba Mayang hati-hati ya. Ini sudah malam sekali, hampir dini hari malah.""Iya, makasih ya, Sin."Sungguh aku sudah sangat tidak ingin melihat wajah lelaki tamak itu lagi. Hatiku sangat sakit. Bahkan di saat seperti ini pun dia masih berpikir untuk membohongiku. Apa sebenarnya yang ada dipikiran laki-laki itu?Selanjang jalan air mata ini terus mengalir. Rasanya nlangsa, berkali-kali diri ini dibohongi. Terlalu bodohkah aku selama ini? Pada

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Dilema

    "Darimana aja kamu, Nda? Jam segini baru pulang."Baru saja aku menutup pintu mobil langsung disambut suara yang memekakan telinga. Aku menoleh ke arah Mas Ilham hendak menjawab pertanyaannya, tapi belum juga kujawab dia sudah kembali bersuara. "Maksud kamu apa nyuruh-nyuruh Titin buat ngusir Riana, hah?"Yang membuat dia emosi bukan karena aku telat pulang, tapi Riana yang terusir. Aku harus terbiasa dengan keadaan ini sebelum palu pengadilan diketuk. Kini di hatinya hanya ada Riana."Sudah sepantasnya," jawabku datar kemudian berlalu meninggalkannya yang berdiri di ambang pintu penghubung garasi dan dapur."Kamu benar-benar keterlaluan, Nda!" bentaknya. Aku tak menghiraukannya. Segera kubersihkan diri di kamar mandi, kemudian bersujud kepada Sang Pemilik hati. Kuadukan segala pahit getir yang mendera jiwa.Malam semakin merayap. Rumah ini pun semakin sunyi bagai tak berpenghuni. Kumelangkah keluar kamar. Menyalakan televisi di ruang keluarga. Lebih tepatnya bekas ruang keluarga. Ter

Bab terbaru

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Ending

    Ada rasa nyeri di dalam sini. Mataku kini bahkan sudah dipenuhi kaca-kaca mendengar bentakan Mas Yudis. Semudah itukah dia membenciku? Percaya pada Tantenya yang bicaranya pun tidak seratus persen benar.Ingin kusegera pergi dari ruangan itu kalau tidak mengingat seringai kemenangan Tante Desi. Tidak. Akan kutunjukkan pada Tante Desi. Tak semudah itu dia mengusirku dari kehidupan Mas Yudis."Mas Yudis!" seru Adista. Sejak tadi adik Mas Yudis ini memegangi lenganku."Kalau Mas ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sejak awal sampai detik ini, tanya sama aku. Aku yang paling tahu semuanya, Mas.""Maksud kamu?" tanya Mas Yudis. Aku paham, dia pasti tak mengerti.Melihat kebingungan di wajah Mas Yudis kini aku mengerti. Kenapa dia bisa langsung emosi seperti tadi. Bagaimana tidak, dia yang tak tahu apa-apa. Bahkan sejak sadar dari koma dia buta. Tiba-tiba mendengar berita seperti yang Tante Desi katakan. Apalagi selama ini Tante Desi ibaratnya pengganti ibu baginya.Perlahan panas yang t

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Provokasi Tante Desi

    "Sintya, maaf, mas memilih jalan ini. Mas sudah bingung tak tahu lagi harus bagaimana. Mendengarmu berkali-kali didatangi orang BANK. Bahkan mereka mengancam mau menyita rumah ibu. Mas cuma bisa bingung sendiri karena tak bisa berbuat apa-apa. Mas tak ingin rumah ibu sampai disita BANK.Mas kira sebelumnya, suami Mayang yang katanya kaya itu nyuruh mas datang ke rumahnya, mau bantuin bayar hutang. Ternyata cuma omong kosong doang. Sok-sokan ngajari masmu ini buat nego ke BANK. Dia pikir pihak BANK mau tahu dengan kesusahan mas? Omong kosong doang bisanya. Belagu!Makanya mas akhirnya menerima perintah Daniel. Dia bilang mau lunasin hutang-hutang mas kalau mas berhasil melenyapkan Yudis yang belagu itu.Sialnya dia enggak mati. Malah tambah nyusahin pakai acara buta segala.Sintya, kalau mas meninggal, otomatis hutang di BANK lunas ditanggung pihak asuransi. Kamu tinggal urus surat kematian mas aja. Terus diajuin ke BANKnya. Sekarang kalian bisa hidup tenang. Tanpa dikejar-kejar penagi

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Remasan Kertas

    Telingaku masih berdenging terngiang ucapan Delia. Sehingga saat Bi Sumi mengangsurkan secangkir teh yang asapnya masih mengepul ke hadapanku beberapa saat hanya kuabaikan. Kabar yang baru saja aku dengar benar-benar seperti mencabut paksa nyawaku."Mas Ilham bunuh diri?" gumamku bertanya pada diri sendiri.Kurasakan punggungku diusap-usap. Aku menoleh. Hilda yang melakukannya."Kamu tenang, May! Mungkin sudah garis takdirnya seperti itu," ucapnya berusaha menenangkanku. Mangangsurkan secangkir teh yang tadi dipegang Bi Sumi. Kusesap sedikit. Tetapi tetap saja, hati ini rasanya tak ikhlas mendengar akhir hayat dari orang yang belasan tahun pernah membersamaiku setragis ini. Bahkan orang itu adalah ayah dari anakku.Bagaimanapun sungguh, meskipun ia telah sedemikian parah melukaiku, aku ingin saat kita telah berpisah seperti ini, entah aku ataupun dia bisa hidup bahagia ke depannya. Bersama-sama berperan serta dalam tumbuh kembang Delia putri kami. Tetapi ini ....? Oh, Tuhan, apa yan

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Tak Akan Tenang di Sana

    "Bunda!" Suara Delia terdengar serak dan lirih saat aku mengangkat teleponnya."Iya, Sayang. Ada apa? Apa yang terjadi?" cecarku karena begitu khawatir mendengarnya menangis.Delia tak menjawab. Hanya terdengar suara sedu sedannya saja."Del?" panggilku seraya beranjak dari kursi tunggu. Perasaanku jadi tak tenang. Apa yang terjadi pada putriku di rumah?Hilda yang duduk di sampingku menyentuh lenganku dengan tatapan penuh tanya. Aku hanya menggeleng sambil menajamkan pendengaran."Sayang, ada apa?" tanyaku lagi. Kakiku melangkah menjauh dari Hilda dan yang lainnya."Nda, Delia sudah jahat," ucapnya sambil menangis tersedu."Jahat kenapa, Sayang?" tanyaku dengan dahi mengernyit. Tak mengerti arah pembicaraan Delia.Lagi-lagi tak ada jawaban. Hanya sedu sedan Delia yang terdengar di ujung telepon. Tuhan, apa yang terjadi pada anakku?Hatiku berdebar tak karuan. Gelisah. Memikirkan berbagai hal buruk yang mungkin terjadi pada Delia. Ingin rasanya segera berlari ke rumah. Tetapi bagaima

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Bertubi Kabar Baik

    "Mana janda itu? Mana?"Terdengar teriakan seseorang di lantai bawah. Bergegas kuserahkan Farel pada Mba Kiki. Kemudian dengan langkah lebar menuju asal suara itu.Dari tangga kulihat Tante Desi berdiri berkacak pinggang. Mulutnya memaki dengan suara yang memekakan telinga."Di situ kamu rupanya. Turun!" teriaknya kepadaku saat aku menuruni tangga.Mau apalagi wanita itu memaki-maki di rumah ini?Dengan hati membara kupercepat langkah mendekati wanita paruh baya itu."Ada perlu apa Tante ke sini?" tanyaku tak kalah sengit. Aku tak suka orang lain seenaknya saja menghinaku. Padahal tak ada kesalahanku padanya."Kurang ajar memang kamu, ya! Gimana bisa Yudis ketemu wanita pembawa sial sepertimu!" makinya sambil telunjuknya menunjuk-nunjuk ke arahku.Aku berdecih sambil membuang muka mendengar makiannya. Jika ada Mas Yudis di sini, masihkah wanita ini menghinaku begini?Kutarik nafas dalam-dalam kemudian kembali menatap wanita itu. "Tante, maaf, saya cape baru saja sampai rumah. Katakan

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Menyeaallah Sampai Mati

    "Kenapa Bunda enggak jujur sama aku?" Delia menatapku dengan kaca-kaca di mata saat aku baru saja memasuki kamar.Aku tertegun memandangnya. Mungkinkah Delia tahu tentang Mas Ilham?"Kenapa, Nda?" Kaca-kaca bening itu kini luruh mengaliri pipinya."Sayang!" Hanya itu yang terucap dari bibirku. Tak tahu harus berkata apa."Kenapa Bunda enggak bilang sama Delia?" Tubuh putriku bergetar oleh tangis.Kurengkuh dia dalam pelukan. Kuusap lembut rambut yang memanjang sampai punggungnya."Kenapa, Nda? Kenapa Delia harus punya Ayah jahat seperti dia? Kenapa, Nda?" Delia tergugu dalam pelukanku."Delia enggak mau punya Ayah seperti dia, Nda! Delia enggak mau!"Hatiku pedih. Mas Ilham tak henti-hentinya membuat anaknya terluka. Kenapa putriku harus terluka berkali-kali seperti ini, Tuhan? Dia tak salah apa-apa."Nda, tolong buat Delia bukan lagi anak dari penjahat seperti dia, Nda!"Hatiku sakit melihat anakku terluka begini. Ibu mana yang tak terluka melihat nasib anaknya begini menderita."Ma

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Bisa Gila

    "Aku buta, Dek. Apa kamu enggak malu punya suami sepertiku?" tanya Mas Yudis serak.Aku menggeleng tegas seolah Mas Yudis melihatku. "Enggak, Mas. Mas jangan berpikir seperti itu!""Tapi bagaimana aku bisa menjaga kalian? Sedang menjaga diriku saja sekarang aku enggak bisa." Suara Mas Yudis terdengar bergetar.Kuhela nafas panjang. Mengeratkan genggaman tangan Mas Yudis. "Kita akan saling menjaga, Mas. Aku akan jadi matamu. Kita pasti mampu melalui ini.""Maafkan aku, Dek. Aku pasti akan banyak sekali merepotkanmu." Air mata Mas Yudis semakin deras."Enggak, Mas. Itu memang kewajibanku sebagai istri. Mas enggak usah banyak pikiran, ya! Sekarang yang terpenting Mas sehat dulu." Kupaksa bibir ini mengulas senyum padahal Mas Yudis tak melihatnya.Mas Yudis mengangguk. Kemudian kami saling diam. Aku benar-benar marah pada Mas Ilham, Daniel dan Nirmala. Sungguh mereka bukan manusia. Tega mereka mencelakakan orang lain. Aku bertekad besok akan menemui mereka."Dek!" panggil Mas Yudis memec

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Kalian Harus Membayarnya

    Lututku lemas menyaksikan layar monitor dengan garis naik turun tak beraturan. Tanganku memegang erat besi brankar Mas Yudis. Menahan tubuh agar tidak ambruk."Selamatkan suamiku, Ya Allah! Jangan dulu Kau ambil dia!" lirihku diiringi derai air mata.Waktu berlalu begitu lambat. Jantungku seperti dicengkeram kuat oleh ketakutan yang teramat sangat."Bangun, Mas!" lirihku.Dokter dan perawat masih sibuk melakukan berbagai tindakan pada suamiku. Seunur hidup ini pertama kali aku begitu merasa takut kehilangan.Apa Mas Yudis dikirim Tuhan dalam hidupku untuk mengobati luka di hatiku? Kemudian setelah sembuh Dia mengambil Mas Yudis kembali?Jangan, Tuhan! Aku tak siap kehilangannya. Baru sekejap kebahagiaan ini aku rasa. Jangan ambil dia dulu!Entah berapa menit waktu berlalu. Berangsur garis-garis di layar monitor kembali stabil. Dokter terlihat menghela nafas lega.Hari terus berlalu. Mas Yudis masih belum menunjukkan perkembangan kondisinya. Setiap hari rutinitasku masih sama. Masih te

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Selamatkan Suamiku

    Wajahnya langsung menunduk saat mata kami bertemu. Entah malu atau merasa bersalah. Tubuhku segera bangkit mendekati pria dengan bekas luka bakar di wajahnya."Mas Ilham?" tanyaku dengan perasaan marah membuncah.Mataku tajam menguliti pria dengan kedua tangan disatukan dengan borgol itu. Ingin kubunuh pria di depanku ini rasanya. Apa masalahnya sampai tega mencelakai Mas Yudis?Hilda memegangi lenganku yang menegang. Sahabatku pasti takut aku kalap. Sedang kita berada di kantor polisi."Kenapa, Mas? Kenapa kamu tega mencelakakan suamiku?" seruku.Mas Ilham hanya tertunduk diam."Jawab, Baj*ngan!" bentakku. "Belum puas dengan semua yang sudah kamu lakukan padaku dan Delia?"Kodorong kasar pundak Mas Ilham. Membuat tubuhnya itu terhuyung. Wajah penuh dengan bekas luka bakar itu masih terus menunduk."Jawab, Mas!" bentakku lagi."M ... maaf, Dek. Aku terpaksa. Aku ... aku butuh uang," akunya."Begini caramu mencari uang sekarang?" tanyaku geram. "Kurang baik apa selama ini Mas Yudis sam

DMCA.com Protection Status