Helen baru saja selesai mengobati luka-luka Bayu. Sikap Bayu yang begitu berbeda malam ini membuat Helen terus bertanya-tanya sendiri dalam hati, meski dia tak mampu untuk bertanya langsung sebab tak ingin Bayu lagi-lagi bertanya perihal siapa ayah kandungnya. Sebab Helen tak akan bisa menjawabnya. Jadi, ada baiknya dia diam. Kejadian malam ini cukup mengguncang jiwanya.
Bayu sendiri memilih untuk langsung beranjak dari ruang keluarga menuju kamarnya setelah dia berpamitan dan mengucapkan terima kasih pada sang Mamih.
Laki-laki jangkung itu merebahkan tubuhnya perlahan di atas tempat tidur. Dia mengernyitkan dahi merasakan sakit di sekujur tubuhnya yang babak belur akibat hantaman Basti.
Bayu sangat menyayangkan kepergian Raline meninggalka
Hari ini Raline merasa tubuhnya sudah lebih baik. Perutnya pun sudah tidak terlalu sakit, mungkin hanya sekedar kram-kram biasa, itu sih bisa Raline atasi dengan baik. Sejauh ini dia sama sekali tidak diperbolehkan keluar kamar oleh Basti sejak kepergian suaminya beberapa jam yang lalu. Basti bilang, sebelum Basti kembali ke rumah Aksel, Raline harus terus mengunci kamar dari dalam dan tidak boleh keluar sama sekali. Basti itu memang keterlaluan sekali! Pikir Raline yang sudah sangat bosan berada di dalam kamar terus-terussan. Sampai akhirnya, Raline pun nekad untuk keluar kamar juga. Jika Basti memergokinya keluar, bilang saja dia haus, sebab Basti hanya menyediakan secangkir teh manis hangat di nakas untuk Raline. Kan Raline juga ingin minum air putih!
Kali ini, Marcel menjadi sasaran amukan Basti. Saat laki-laki itu terlihat sedang melakukan percakapan akrab bersama Raline di dapur. Namun, leraian Raline membuat amarah Basti surut. Hingga setelahnya, Raline justru marah pada Basti yang selalu saja mengambil tindakan main pukul tanpa bertanya lebih dulu apa yang sebenarnya Raline dan Marcel bicarakan. Basti yang terlihat menyesal kini justru hanya diam saat Raline membantu Marcel mengobati luka-luka memar di wajah mulus laki-laki penata rias itu akibat dihantam oleh tinju keras tangan Basti. "Awww... Pelan-pelan, Lin..." teriak Marcel saat Raline membersihkan memar di sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Raline memberikan sebuah kode pada Marcel. Sebuah kode
"Ampun, Pak, kami ini hanya orang suruhan yang dibayar. Bukan kami otak dari kejahatan pemerkosaan itu, tolong lepaskan kami. Kami ini hanya orang kecil, Pak. Kami punya keluarga yang harus kami nafkahi," ucap seorang laki-laki berkaus belang-belang hitam yang kini tak berdaya dengan ke dua tangannya yang terkunci oleh sebuah borgol di belakang punggungnya. Wajahnya terlihat babak belur. "Iya, Pak. Saya juga cuma seorang supir biasa Pak. Ampuni kami, tolong lepaskan kami, Pak. Anak saya mengidap penyakit kanker darah dan membutuhkan biaya banyak untuk berobat, makanya saya menyanggupi kesepakatan itu, Pak. Tapi saya benar-benar tidak terlibat dalam aksi pemerkosaan gadis bernama Raline itu. Saya hanya di suruh menjemput saja waktu itu. Saya mohon, lepaskan saya..." ucap Laki-laki lain yang kondisi dan keadaannya tak berbeda jauh dengan laki-laki pertama.
Sesampainya Aksel di rumah, cewek tomboy itu melihat Raline sedang di make over oleh Marcel. Marcel memake over Raline dengan gaya lemah gemulainya yang membuat Aksel seringkali menahan tawa jika melihat sang Kakak yang machonya kebangetan itu sedang menyelesaikan tugasnya sebagai penata rias profesional. Karena saat itulah, momen-momen paling akurat saat sisi kewanitaan Marcel akan muncul secara alami, membuat laki-laki itu pantas di panggil, Banci. Aksel jadi cekikikan sendiri. "Kenapa lo ketawa?" tanya Marcel curiga melihat kehadiran Aksel yang tiba-tiba. "Darimana aja lo? Jam segini baru pulang!" omel Marcel lagi sambil terus memulas wajah Raline. "Ada deh, kepo amat!" jawab Aksel. "Mba Aksel mau di make over juga?" goda Raline saat Aksel menghampiri mereka di sofa. "Apaan? Gue? Pake beginian? Wah, nggak deh, makasih, di
"SURPRISEEEE..." Suara berisik itu datang dari segerombolan orang di balik pohon yang langsung berhambur ke arah mereka. Aksel membawa sekotak kue blackforest dengan lilin angka tiga puluh di tangannya. Api di lilin itu terlihat bergoyang-goyang karena terpaan angin alam. Aksel, Marcel, Helen, Mira dan Bayu. Mereka sama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Basti. "Happy birthday Basti... Happy birthday Basti... Happy birthday-happy birthday... Happy birthday Basti..." Usai bernyanyi, Basti diminta meniup lilin di atas kue ulang tahunnya. Dan meminta sebuah permohonan. Satu persatu keluarga pun memberi ucapan selamat pada Basti. Di mulai dari Helen. "Selamat ulang tahun, sayang. Maafkan Mamih jika selama ini, Mamih sering membuatmu kecewa," Ucap Helen yang mulai berkaca-kaca. Basti merengkuh t
Malam ini, senyuman di wajah tampan seorang Bastian Dirgantara terus mengembang sempurna. Tak ada malam paling membahagiakan baginya seperti malam ini. Apalagi setelah melihat betapa cantik istrinya malam ini. Dengan suasana malam yang begitu tenang dan damai. Hanya suara nyiur pepohonan yang tertiup angin, dengkuran jangkrik dan suara cuitan burung yang terdengar di kejauhan. Sinar temaram lampion di sekitar mereka membuat suasana terkesan hangat dan begitu romantis. Sejauh ini, memang sudah terbukti, bahwa segala hal-hal yang berbau romantis bisa menjadi obat bagi setiap pasangan yang sedang dilanda pertengkaran. Suasana romantis dapat mempererat jalinan kasih sayang dan mencairkan suasana yang sebelumnya mungkin terasa sedikit menegang. Hingga pada akhirnya, hati mereka akan luluh kembali dan dimabukkan oleh cinta itu sendiri. "Kamu lapar, apa doyan?" tanya Basti pada Raline saat istrinya itu
Bayu, Marcel dan Aksel, kini sudah berada di dalam penthouse international club tempat asik untuk kongkow menghabiskan malam di tengah hiruk pikuk kota Jakarta yang tak ada matinya. Marcel terlihat begitu bersemangat menghabiskan minumannya. Sama persis seperti Bayu. Sementara Aksel yang memang lebih suka rokok ketimbang minuman beralkohol hanya mampu menghabiskan setengan botol beer saja. "Om Marcel?" teriak sebuah suara dari arah lantai dansa. Seorang Abg dengan pakaian super ketat terlihat melambai-lambaikan tangannya ke arah di mana Marcel kini sedang duduk. Marcel mengernyitkan dahi, matanya menyipit, mencoba menangkap bayangan itu. Tapi, kepalanya sudah terlampau pening untuk bisa melihat jelas dengan
Tok-tok-tok!!! Raline mengetuk pintu kamar mandi di dalam kamar suaminya. Dia langsung berdecak saat masuk ke kamar dan tahu bahwa Basti sedang berada di dalam kamar mandi. "Ini udah tengah malem, Bas. Kebiasaan deh, mandi malem-malem. Nggak bagus tahu," nasehat Raline dari depan pintu kamar mandi. "Masuk aja, nggak di kunci," terdengar suara teriakan Basti dari dalam kamar mandi. Raline mematung. Tubuhnya merinding seketika saat otaknya langsung membayangkan keadaan bugil Basti di dalam sana. Membuat Raline jadi bergidik sendiri.