“Nama yang familiar?” tanya Ambar. Saskia kemudian tertawa dan berkata, “Iya. Aku baru baca nama itu di sebuah artikel bisnis. Astaga namanya kok bisa mirip banget dengan nama seorang konglomerat Indonesia, Alvaro Hadinata.”Ambar hanya tertawa menanggapi, dia tidak ingin membuat temannya terkejut ketika tahu bahwa mereka membicarakan orang yang sama.Keduanya pun kembali berbincang membahas hal lainnya sambil menikmati aneka makanan dan minuman layaknya dua orang sahabat yang lama tidak bertemu. Tanpa terasa hari semakin beranjak malam.“Maaf, Ki, aku harus pulang. Gak enak kalau aku pulang terlalu malam.”“Yaah … aku belum puas ngobrol dengan kamu,” protes Saskia. “Aku juga … tapi sayangnya aku tetap harus pulang sekarang.” Saskia mengangguk pelan. Dia tampak sedikit sedih, tetapi dia memahami alasan Ambar. Saskia berdiri dari kursinya dan beranjak akan memeluk Ambar ketika dia melihat seseorang yang dikenalnya melintas tak jauh darinya. “Aletta? Sedang apa dia di sini? Dan siapa
“Alvaro yang kita bicarakan tadi … lelaki yang kamu sebut konglomerat itu … dia bukan kekasih Aletta. Alvaro itu … calon suamiku.”Saskia membelalak mendengar ucapan Ambar. Dia syok mengetahui fakta yang baru diungkap oleh sahabatnya itu. Untuk beberapa saat Saskia terdiam, kemudian dia berkata, “Jadi, maksud kamu Aletta lah yang selalu mengejar Alvaro secara sepihak, padahal pria itu sudah menolaknya mentah-mentah?! Apa perempuan itu gila?!”“I-iya seperti itu,” jawab Ambar sambil lalu. Dia sedikit mengabaikan Saskia karena ingin segera mencari cara untuk mengejar Alvaro. Itu sebabnya dia tidak berhenti memencet tombol di samping pintu lift dan menjadi semakin panik ketika lift tidak mau segera terbuka. Di tengah kegelisahannya, tiba-tiba akal sehat Ambar menyadarkannya. ‘Bagaimana aku mau mengejar kalau tidak tahu mereka mengarah ke mana?!’Ambar kemudian memperhatikan lift yang tadi Aletta naiki. Matanya menatap tajam lift itu berhenti di mana. Lantas dia berlari menuju meja
“Kamu? Berani menampar saya?” bentak Aletta.“Kenapa tidak? Kamu juga berani menculik calon suamiku?” balas Ambar dengan garangnya.“Yang menculik itu siapa? Mana buktinya? Jangan menuduh sembarangan?” Aletta berteriak tidak mau kalah. Ambar menatap Aletta dengan berani. Rasa khawatir akan keselamatan Alvaro membuatnya tak peduli lagi pada sopan santun yang biasa dia junjung. Dia mendorong Aletta ke samping agar tidak menghalanginya lagi. Akan tetapi, Aletta tidak mau mengalah. Dia bersikukuh menghalangi Ambar dan membuat Saskia harus turun tangan. “Kamu tahu siapa saya, kan? Satu langkah lagi kamu halangi Ambar, aku buat karirmu hancur selamanya!”Mata Aletta melebar mendengar ancaman Saskia. Dia tahu persis siapa gadis itu dan apa yang bisa dilakukannya. Itu bukan ancaman kosong dan dirinya bukan lawan yang sebanding bagi Saskia. Dengan terpaksa dan menahan kesal Aletta minggir dan membiarkan Ambar terus masuk. “Tuan Alvaro!” Pekik Ambar ketika melihat Alvaro terbaring di kasur ha
“Apa maksudmu!” pekik Siska.“Aku menyerah, Tante. Aku sekarang sadar Alvaro bukan jodohku. Ambar memang berjodoh dengan Alvaro! Aku akan membiarkan mereka berdua menikah. Lebih baik aku fokus ke karir saja.”“Kenapa kamu jadi lemah begini? Memangnya kamu sudah tidak ingin jadi istri Alvaro?” “Apa artinya keinginanku bisa terwujud kalau aku harus mendekam di balik jeruji, Tante?” Siska terkesiap mendengar kata-kata Aletta. Dia semakin yakin telah terjadi sesuatu saat keponakan kesayangannya itu menjalankan rencana yang telah disusunnya. “Jeruji? Penjara maksud kamu? Apa hubungannya dengan keinginan kamu? Kalau ngomong yang jelas dong! Jangan bikin Tante kebingungan. Gini aja … sekarang kita ketemu. Nanti kamu ceritakan aja semuanya.” “Maaf, Tante tidak bisa. Papa sudah tahu kegilaanku ini dan mengirim aku ke luar negeri. Ini sekarang aku lagi packing barang-barangku ke dalam koper.”Siska menggertakkan rahang dan mengepalkan jarinya. Dia heran kenapa rencana yang sudah tersusun s
“Tidak! Aku tidak bisa tidur,” tolak Alvaro. “Aku harus memikirkan cara untuk menghukum Aletta dan Siska.”“Kenapa harus dihukum? Cukup kamu berikan ancaman saja kepada mereka agar tidak mengganggu lagi,” saran Ambar.“Tidak bisa! Kamu pikir mereka cukup diancam dan langsung berhenti mengganggu? Jangan naif!” bentak Alvaro.Ambar mendelik mendengar bentakan Alvaro. Setelah upayanya menyelamatkan Alvaro, lelaki itu bukannya berterima kasih, tetapi justru memarahinya. Gadis itu menjadi sedikit tersinggung karena merasa tidak dihargai. Ambar menjauh dari kasur Alvaro sambil mengedikkan bahunya, “Terserahlah … aku bukan orang yang suka kekerasan. Menurutku tidak semua kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula. Ada kalanya kita harus merangkul mereka agar mereka menyadari kesalahannya. Permisi aku mau istirahat.” Ambar berlalu meninggalkan Alvaro yang terbengong-bengong menatapnya. Setelah pintu kamar ditutup oleh Ambar, barulah Alvaro tersadar dan mengumpat, “Apa itu tadi? Sekarang d
“Alvaro apa-apaan kamu? Kenapa Mama dipanggil dewan direksi?”Di depan pintu ruangan Akvaro yang terbuka paksa itu Siska sudah berdiri dengan tatapan marah. Di belakangnya ada sekretaris Alvaro yang tampak ketakutan.Alvaro memberi isyarat tangan agar sekretarisnya keluar dan menutup pintu. “Dan kamu kenapa ada di sini, Santo?” Siska yang semula histeris menjadi heran ketika melihat anak kandungnya berada di ruangan anak tirinya. “Tanyakan alasannya kepada anak tiri Mama itu,” jawab Santo dengan nada kesal. Siska menatap Alvaro dengan mata mendelik marah. “Apa-apaan ini Alvaro? Apa yang kamu lakukan kepada kami berdua?”Alvaro kembali bersandar di kursinya. Dia menatap sinis ke arah ibu tirinya. “Kenapa tanya saya? Tanya ke diri sendiri aja. Apa yang sudah kalian lakukan?” Siska memucat. Dia mulai menyadarinya. Dia tahu cepat atau lambat Alvaro akan mengetahui perbuatannya dan dia pasti akan langsung membalasnya. Hanya saja Siska tidak mengira anak tirinya itu akan tahu secepa
“Apa kamu bilang? Aku tega? Lebih tega mana dibandingkan dengan usahamu menjebakku dengan keponakan jaha nammu itu? Apa yang kamu alami ini masih belum apa-apa, Siska! Selain itu, ingat. Kamu bukan ibuku!" Kata-kata pamungkas yang terlontar dari bibir Alvaro dengan nada tinggi itu terus terngiang-ngiang di benak Siska. Di satu sisi dia merasa marah dan terhina dengan ucapan Alvaro yang memanggilnya kamu bukan tante seperti biasa. Namun, di sisi lain dia juga cemas memikirkan dari mana dia bisa mengembalikan uang perusahaan sebanyak itu tanpa bantuan Alvaro. Jadi, Siska menelan kejengkelannya, harga diri, dan semua emosi yang masih bersarang di hatinya untuk meraih hati Alvaro. Hingga keesokan harinya dia masih berusaha merayu anak tirinya itu untuk membantu dirinya. Seperti kali ini dia datang ke kantor Alvaro menjelang istirahat siang dengan tujuan untuk mengajaknya makan di luar. Dalam benak Siska kalau dia menunjukkan perhatian dan berbicara dari hati ke hati di tempat yang tenan
“Tuan … Ibu Ambar menangis. Dari tadi saya tidak bisa menenangkannya. Barusan Beliau bahkan meminta saya pulang dan melarang saya kembali lagi.”Alvaro memejamkan mata sambil memijat pelipisnya ketika mendengar aduan asisten ambar lewat telepon. ‘Ada apa lagi ini? Kenapa masalah demi masalah datang beruntun?’ Wajar kalau Alvaro merasa gelisah. Hal tersebut karena dia tahu persis perempuan yang dimintanya menjadi asisten Ambar itu tidak akan mengadu sembarangan. Jadi, kalau dia sampai menghubungi Alvaro untuk melaporkan sesuatu, itu artinya dia tidak sanggup menanganinya lagi. “Memangnya tadi ada kejadian apa?” tanya Alvaro. “Setahu saya tidak ada kejadian apa pun, Tuan. Berulangkali saya sudah mencoba bertanya permasalahan yang dihadapi oleh Ibu Ambar yang menyebabkannya menangis, tapi Beliau juga tidak mau menjelaskannya. Jadi sampai saat ini saya tidak mengerti alasan Bu Ambar tiba-tiba meneteskan air mata sederas itu, Tuan.” “Oke. Saya pulang,” jawab Alvaro singkat dan langsun
Bab 61 Meminta Maaf ‘Mata yang biasanya bercahaya itu hari ini meredup’ batin Alvaro. ‘Aku harus bisa mengembalikan keceriaan Ambar lagi. Tapi bagaimana caranya?’ Alvaro masih terus menatap Ambar, meski saat ini gadis itu sudah beranjak meninggalkan ruang makan. Setelah punggung Ambar tak nampak lagi dari tempat Alvaro berjongkok, lelaki itu mulai mengurai pelukannya. Lalu dia mengajak Afreen duduk kembali di kursi. “Afreen sayang yuk dihabiskan sarapannya. Susunya juga ya biar cepat besar seperti papa,” bujuk Alvaro. “Tapi papa temanin Afreen sarapan, ya,” rajuk Afreen. “Iya Papa temani.” Alvaro pun memberi isyarat kepada salah satu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan buat dirinya. Ketika Alvaro tengah menikmati sarapan sambil mendengar celotehan Afreen, Ambar masuk kembali ke ruang makan. Melihat mama tiri kesayangannya itu Afreen spontan berkata, “Ayo, Mama sarapan juga bareng Papa.” Ambar menatap Afreen sambil melirik Alvaro. Dia tampak enggan duduk seme
Bab 60 Memperbaiki Kesalahan Alvaro menuruni tangga dari lantai dua rumahnya sambil memegangi pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut nyeri akibat kurang tidur semalam. Semua karena isi kepalanya yang terlalu riuh. ‘Kenapa? Kenapa semalam dia bisa lepas kendali? Kenapa juga dia merasa tidak rela disebut bajin**n oleh Ambar? Memangnya apa bedanya Ambar dengan orang lain?’ Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi benak Alvaro hingga dia menjadi sulit tidur karena kesulitan mencari jawabannya. Baru saja sampai di tangga terbawah, telinga Alvaro yang tajam mendengar gelak tawa dari arah ruang makan. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju ruangan tersebut. “Afreen nggak mau minum susu. Afreen maunya minum teh atau kopi seperti Mama.” “Nggak boleh, Sayang. Afreen masih kecil nggak boleh minum kopi. Kalau minum teh boleh, tapi nanti siang pulang sekolah. Sekarang sarapannya minum susu dulu, ya. Biar Afreen sehat dan tambah pinter,” jawab sebuah suara wanita yang dikenali oleh A
Bab 59 Kekesalan Alvaro “Kamu benar-benar tega! Aku tidak menyangka ternyata kamu seorang bajin**n! Kemana perginya Tuan Alvaro yang terhormat itu? Aku menyesal sudah setuju menikah dengan bajin**n seperti kamu!” Jeritan Ambar membuat Alvaro tersentak. Tepat pada saat bersamaan bibirnya berhasil menyentuh pipi Ambar yang mulai basah oleh air mata. Alvaro pun membeku. Perlahan-lahan Alvaro menutup mata. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dia melakukannya berulang kali dalam usahanya meredam emosi. Setelah deru napasnya yang memburu berubah menjadi lebih tenang, Alvaro mengangkat tubuhnya yang tadi menind*h Ambar. Lantas dia menjauh dari Ambar dan memilih duduk di pinggir kasur. Karena Alvaro sudah tidak lagi mengungkungnya, Ambar segera beringsut menjauh. Sebenarnya bisa saja Ambar beranjak keluar dari kamar, tetapi dia masih syok. Jadi ketika mencobanya kaki Ambar terlalu lemah sehingga dia tidak sanggup berdiri. Akhirnya gadis itu memilih duduk di uju
Bab 58 Memaksakan Kehendak“Kamu benar-benar tidak bisa kuampuni lagi. Kamu harus diberi pelajaran sekarang juga!” Alvaro merengkuh tubuh Ambar agar tetap berdiri lalu tangannya mulai menarik Ambar. Dengan sedikit kasar Alvaro mencekal lengan Ambar dan menyeretnya menuju ujung ruang kerjanya. Di sudut ruangan itu terdapat pintu penghubung menuju kamar tempat Alvaro beristirahat kalau dia sedang malas naik ke kamarnya di lantai dua. Ambar kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Alvaro. Selama dia bekerja sebagai baby sitter Afreen, Ambar belum pernah melihat Alvaro berbuat kasar. Mantan majikannya itu memang sering marah, tapi tidak pernah sampai menggunakan tangannya untuk menghukum seseorang. Itu sebabnya saat ini Ambar sangat ketakutan. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cekalan tangan Alvaro. Namun tidak berhasil. Bagaimana mungkin kekuatannya sebagai seorang wanita bisa menandingi ketangguhan seorang lelaki? Apalagi lelaki yang sudah gelap mata sepert
“Aku tidak terima alasan seperti itu!” “Terus mau kamu bagaimana?” tantang Ambar. Sambil berdiri tegak di depan Alvaro, mata Ambar menatap tajam lelaki yang baru beberapa bulan menikahinya itu. “Aku akan meminta hakku agar kamu selalu ingat kewajibanmu,” ucap Alvaro dengan tegas. Ambar menatap Alvaro dengan bingung. “Hak? Hak yang mana yang ingin kamu minta?”Alvaro balik menatap Ambar lekat. “Tentu saja hakku sebagai seorang suami. Dan tentunya sebagai seorang istri sudah kewajibanmu untuk memenuhi hakku sebagai suami.”Kening Ambar berkerut membentuk beberapa garis. Bibirnya sedikit melongo. Dia terbengong-bengong mendengar ucapan Alvaro. “Aku tidak mengerti maksudmu. Hak yang mana lagi? Bukankah aku sudah memberikan semuanya kepadamu? Bukankah sudah kuturuti juga semua perintahmu? Apa semua itu masih belum cukup?” “Tentu saja belum cukup! Justru hal yang paling dasar belum kamu penuhi!” sentak Alvaro. “Hal yang paling dasar?” gumam Ambar sambil mengulangi kata-kata Alvaro. Eksp
Bab 56 Alvaro Meminta Hak Sebenarnya Ambar sudah menyiapkan hati sebelum membuka pintu ruang kerja Alvaro. Dia tahu suami di atas kertasnya itu pasti akan marah melihat kepulangannya yang terlambat. Namun tak urung dia tersentak juga ketika Alvaro menegurnya saat dia memasuki ruang kerja Alvaro. Dengan suara menggelegar lelaki itu berkata, “Akhirnya kamu pulang juga! Kupikir kamu mau menginap di luar!”Tubuh Ambar gemetar mendengarnya. Bukan karena dia kaget mendengar suara Alvaro yang sangat keras namun dia tak mampu menahan gejolak emosi nya mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh lelaki itu.Dengan mata menatap nanar Alvaro, Ambar berdiri tegak dan menjawab dengan suara yang tak kalah keras, “Apa maksud kamu? Kau pikir aku perempuan apa?” “Coba kamu pikir sendiri kamu perempuan seperti apa. Karena terus terang saja aku tidak tahu harus berpikir bagaimana melihat wanita yang kunikahi tidak memberi kabar sama sekali kalau akan terlambat pulang!” Alvaro menatap Ambar dengan tat
Bab 55 Kemarahan Alvaro Alvaro melirik jam dinding dan mendecih sinis, “Hampir pukul sembilan dan dia baru pulang? Aku harus berbuat sesuatu agar dia tidak berbuat seenaknya lagi seperti malam ini! Bagaimana pun juga dia punya hak dan kewajiban kepadaku! Tunggu saja aku akan memperjelas hal itu sekarang juga!”***Satu jam sebelumnya, di warung kaki lima yang viral.“Kamu kenapa, sih? Kok gelisah terus dari tadi?” selidik Ken.“Kamu belum selesai makan, ya? Perut kamu masih aman?” sindir Ambar. “Memangnya kenapa perutku bisa nggak aman?” Ken bertanya balik. Ambar menatap gemas ke arah Ken. Sahabatnya itu benar-benar lugu atau pura-pura tidak tahu jawaban dari pertanyaannya? “Gini loh, Ken … harusnya kan perut itu ada batasannya. Kok kamu enggak, ya? Memangnya berapa hari kamu nggak makan? Kok nambah terus pesanan makanan kamu itu,” jawab Ambar dengan nada kesal. “Loh kan kamu sendiri yang bilang kalau warung ini viral karena makanan di sini enak semua. Jadi jangan salahkan aku
Bab 54 Ketakutan Ambar ‘Mana mungkin aku bilang kepadamu kalau yang mengirim pesan adalah suamiku,’ batin Ambar sambil melirik Ken yang tengah menatapnya.Mata Ambar kembali memandang ponselnya dan sekali lagi menelusuri pesan W******p dari Alvaro yang berbunyi, “Ingatlah statusmu sebagai seorang istri! Jangan membuat ulah yang mempermalukan keluarga!” Ambar menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ambar sedikit bingung ketika harus menulis balasan chat untuk Alvaro. Tangannya sudah ada di papan ketik ponsel, tetapi belum ada satu kata pun yang dia tulis sebagai jawaban dari chat Alvaro sebelumnya. Tidak mungkin dia berbohong bahwa saat ini dia sedang lembur di kantor. Karena dia yakin Alvaro pasti sudah tahu keberadaannya saat ini dan apa yang dilakukannya. Hal itu tersirat dari pilihan kata yang ditulis oleh Alvaro dalam chatnya.Pertanyaannya … dari mana kah Alvaro tahu tentang semuanya? Ambar melirik sahabatnya. Mungkinkah Ken benar-benar memposting foto dan v
‘Teganya Ambar pergi tanpa pamit dan tanpa seizin dariku. Apakah dia lupa hak dan kewajiban yang tertera dalam kontrak?’ gumam Alvaro.Wajar saja Alvaro merasa kesal karena di saat dia mencemaskan Ambar, justru Ambar pergi bersenang-senang. Ambar keluar dengan seseorang sebelum mendapatkan izin dari Alvaro.Parahnya lagi Ambar pergi dengan seorang lelaki yang tidak disukai oleh Alvaro. Lelaki yang bernama Ken Lazuardi. Rekan bisnis Alvaro sekaligus sahabat Ambar di masa kecil. Alvaro menatap nanar status W******p Ken Lazuardi. Rekan bisnis yang dulu dia kenal sebagai lelaki dingin dan cuek kepada lawan jenis, nyatanya sekarang semua berubah sejak dia bertemu Ambar. Lihat saja story WA nya saat ini … penuh terisi dengan kebahagiaannya bersama Ambar. Alvaro jadi bertanya-tanya sebenarnya ada hubungan apa antara Ken dengan Ambar?Dada Alvaro terasa berat. Dia menarik nafas dalam-dalam karena kalau tidak begitu sepertinya udara tidak bisa masuk ke paru-parunya. Sayangnya hal itu tidak t