Sesampai didalam dia menghenyak di sofa sembari menyapu pandangan setiap sudut ruangan, aku menoleh pada Vano dengan tak habis pikir.
“Sudah lama sekali aku tidak mengunjungi apartemen ini.”ucapnya aku berdengus dan beranjak kekamar mengganti pakaian handukku dan coba menghubungi Om Aldo. aku kesa sekali meliha kehadiran wanita itu di rumahkuTuuuuutBunyi panggilan itu tersambung. Tak tabutuh waktu lama panggilan itu di jawab.“Hallo sayang.”“Om, Zura gak suka ya itu si Alice sok berkuasa dirumah kita, dia kesini dan izin tinggal. Zura gak mau.”gerutuku.“Maksudmu, Alice datang ke apartemen?”nadanya tak habis pikir.“Iya.”ketusku kesal“Berikan ponsel ini padanya.”pintanya aku kembali keluar kamar dan menemui wanita itu diruang utamanya.“Ini Om, Aldo mau bicara.”ucapku dengan bahasa inggris dia terkekeh.“Om?, kalian sangat manis sekali,’’ujarnya menyambar ponseTERIMA KASIH
Sesampai di rumah waktu di jam tanganku sudah menunjukan setengah lima sore. Aku berdesih saat mematikan mesin mobil dan beranjak turun dari mobil. "Ini sudah jam berapa Azzam?"Tanya papa, Sontak saja langkahku terhenti dan menoleh ke sofa di ruang keluarga itu, aku putar balik dan menghampiri papa yang duduk di sofa. "Maaf Pa, Azzam tadi singgah sebentar di Mall, miminya Shanum nitip sesuatu. Jadi kami harus cari "ucapku., papa tampak menghela nafas sedikit berat dan berkata. "Sepertinya kamu belum cukup paham ya, kalo papa gak suka kamu dekat dengan Shanum."ujarnya, aku menautka. Alisku dan berkata. "Tapi-"ucapanku terhenti karna di cegat olehnya. "Gak perlu debat!, papa gak izinin yang udah gak usah bantah. Papa tau kamu anak baik. Dan kamu pasti nurut sama papa."ujarnya. Aku tak habis pikir dan coba menjawab dengan sopan. "Pah, Azzam tau. Papa
Sepanjang Hari aku tidak bersemangat di sekolah, Hingga jam pulangpun aku masih murung, Suasana kelas sudah sepi. Tapi aku enggan untuk beranjak. Dengen langkah gontai aku berusaha temui kang supir di parkiran. Sesaat aku keluar dari kelas bisa aku lihat kak Azzam keluar dari perpus, aku ingin menghampirinya tapi aku takut dimarahin lagi, akhirnya aku memilih diam. Aku terus saja melihatnya keluar menuju gerbang, aku tau dia sadar diperhatikan tapi dia pilih tak peduli. Aku berdengus sedikt keras da menghela nafas panjang sembari berusaha tegar mencari kang supir di parkiran. TRAKT Pintu mobil aku hempas keras, gegas aku masuk rumah dan menuju kamarku. “Shanum, kamu kenapa nak?’’tanya mimi, aku tak peduli dan terus saja melangkah kekamar, aku kesal menghempaskan badanku di atas kasur dan menangis sejadi-jadinya. “Aku benci diriku, kenapa sih a
Sesampai disana di kediaman bang Dirga, Vano menuntun kami untuk masuk walau aku tau bakalan tidak dapatkan sambutan yang baik oleh saudaraku tapi aku harus lakukan ini, ini sudah malam aku enggan nyari-nyari hotel di cuaca dingin seperti ini, terlebih aku dah capek sekali. “Malam bang..’sapaku saat melihat bang Dirga dan istrinya tengah bersantai didepan Tv. Dia melirik kami berdua dengan tak habis pikir. “Bukannya kamu gak mau ya kesini?, ceritanya mau menghindar walau aku tau kamu masih butuh aku.”ucapnya datar dengan sedikit meledek itu. Aku mendegup dan berkata. “Alice dia kembali ke apartemen itu, akutidak mungkin bawa Zura tinggal seatap dengannya.”ujarku, miss Olivia istri bang Dirga yang berkebangsaan amerika itu tampak berdiri menyambut Zura. “Kamu cantik sekali, ayo silahkan beristirahat, kasian sekali kamu lagi hamil.”ujarnya membawa Zura, aku senang sekali dengan sambutan i
POV INA. Satu jam aku menatap layar ponselku, aku bingung mau tuliskan pesan apa pada Aldo. Aku ingin sekali mengirimkan Kado untuk Zura, maksudku hanya ingin menanyakan alamat rumah mereka yang disana. "Putriku ulang tahun, aku mau berikan dia kado dan ucapan. Berikan alamatmu."tulisku, aku dagdigdug saat chat itu di baca. Hingga Aldo mengetikpun aku masih cemas, takut-takut kalo dia gak mau berikan alamatnya. Namum kecemasanku itu tidak perlu. aldo mengirim alamatnya tanpa kata Yang lain. Aku segera menyalinnya ke kertas dan secepat kilat. Menghapus pesan itu. Hatiku teranyuh dan air mataku merintik. Aku sangat merindukan putriku. Dia masih terlalu kecil jika harus berpisah denganku. Aku tidak menyangka dia bisa tegar tanpa kami disana, begitu hebatkah pengaruh Aldo hingga sedikitpun dia tak rindukan aku. Aku berdiri dan beranjak ke meja kerjanya mas Feri mengambil secarik kertas dan pulpen. Aku menghela nafas dan coba m
POV ALDO. Setelah semalaman terjebak di gereja, akhirnya aku bisa kembali juga pulang, aku harus menemui Zura di rumah bang Dirga dia pasti sangat sedih sekali karna semalam adalah ulang tahunnya, aku tidak bisa bersamannya di hari bahagianya itu semoga saja di gak ngambek. Aku harus belikan dia sesuatu dulu dengan mampir ke toko membelikan kado bunga dan segala macem, aku memang belum sempat menyiapkan apa-apa untuknya. “Justin, lepaaskan aku.”terdengar kegaduhan di luar toko, bisa aku lihat Alice di tarik-tarik kekasihya untuk bisa ke mobil. Aku memperhatikan mereka untuk beberapa saat hingga aku bisa saksikan sendiri pria itu memukuli Alice, sebagai pria. Aku mengutuk keras kelakuan itu, aku tidak suka dengan lelaki yang kasar pada wanita reflek aku mendatanginya dan menghajar Justin, Alice hanya bisa menangis, “Heay.. kamu datang sebagai pahlawannya dia. Minggir kamu. Saya harus bawa dia.”ujarnya kembali aku menghunuskan tinju saat
POV RIVANO. “Zura..”panggilku yang datang bersama papa, polisi dan ambulance dia sesegukan menangis. Merebah di badan Om Aldo orang-orang sudah mulai ramai berdatangan sigap papa dan tim medis membantu membawa om Aldo ke atas ambulance, “Om, bangun.”teriak Zura juga ikut membuntuti ke atas mobil. Aku pun bergegas naik menemani Zura menangisi Om Aldo yang tampak pucat pasi dan dingin itu. Sedangkan seorang dokter berusaha menangani luka dan memeriksa nadinya. “Nadinya berdenyut detak jantung melemah.”ucapnya menarik pisau dan menyumbat lukanya Zura tak tega melihat hingga dia harus menyembunyikan wajahnya didadaku, aku hanya bisa mengelus bahunya. “Vano, Om bilang tadi Zura gak boleh mencabut pisaunya sendiri, takut kenapa-kenapa. Zura yakin Om berjuang banget untuk bangun lagi kan?”tangisnya, aku mengangguk dan mengelus kepalanya. “Iya Zura, Om. Gak akan kenapa-kenapa k
POV FERI. Sayup-sayup bisa aku dengar putriku merintih menangis, aku terbangun di malam hari dan terduduk dengan resah, entah kenapa kali ini aku tidak tenang, seolah ada seseuatu yang terjadi pada Zura. Aku hanya bisa mengatur nafasku yang terasa sesak ini, dan mencuci mukaku kekamar mandi,terasa mataku basah, aku memandangi pantulanku di cermin dengan mata berkaca-kaca. Aku sangat merindukan putriku entah sampai kapan aku bisa tenang melepaskannya pergi jauh. Tok tok tok.. Pintu kamar mandi di ketuk terdengar suara Ina memanggil. “Mas, kamu kenapa? Kamu baik-baik ajakan?”tanyanya, gegas aku kembali mencuci wajahku dan menghapus air mataku dengan handuk kecill. “Ya sayang, gak kenapa-kenapa.”sahutku beranjak ke pintu. Ina menatapku dalam saat aku membuka pintu. “Tak biasanya kamu bangun di tengah malam.”ujarnya, aku menghela nafas dan merangkulnya kembali ke tempat tidur. “Mas, mim
Diantara semilir angin dan dinginnya salju dari tanah pemakaman dengan gontai aku tumpukan lututku di kuburan yang masih basah akan di padati taburan bunga itu. “Om, Zura pamit pulang.” Lirihku mengusap nisan dengan air mata yang menetes. “Mungkin, cinta kita di uji dengan perpisahan seperti ini, Zura harus di tuntut kuat, karna cinta ini Om. Anak kita adalah kekuatanku sekarang, sebelumnya om selalu berikan dunia yang berbeda pada Zura. Dan sekarangpun sama. Hanya saja agak sedikit berat. Karna Zura akan lewatinya sendiri”nafasku tersengal dan coba menghela nafasku yang sesak kembali aku kecup nisan itu dan merintih. “Doakan Zura sanggup sayang, sepert pinta Om. Zura akan kuat. Om akan tetap ada disini dalam sanubari Zura walau kita sekarang dalam dunia yang berbeda.“ Dadaku terasa sakit dan berat, aku merebah melepaskan penat hati, dan merintih menangis dengan terisak-isak gemetar aku genggam tanah gundukan itu. “Sayang,