Bab 30. Terlalu Berharap
Mataku melebar saat mendapati pesan singkat dari Daniel sore itu. Hatiku berdebar, hanya saja pesan itu secepat kilat langsung dihapus oleh si pemilik pesan. Aku tertegun, apakah aku baru saja bermimpi?Aku menghembuskan napas, rasanya aku terlalu berharap pada pria itu. Entah mencintaiku atau tidak, apakah hal itu penting sekarang? Aku tidak bisa memberinya anak dalam waktu dekat, bukankah itu artinya statusku tidaklah begitu berarti di mata Daniel.Aku meletakkan ponsel, sepertinya Daniel salah kirim pesan tadi. Bodohnya aku begitu percaya pada dirinya hingga lupa bahwasanya akulah yang telah mendekatkan mereka kembali saat ini.Meraih remot tivi, aku mencoba untuk melupakan pesan singkat yang dihapus Daniel tersebut. Berusaha sebisa mungkin untuk menikmati tayangan demi tayangan hingga Riko benar-benar datang membawakan martabak telor pesananku.Setelah tiga puluh menit menunggu, akhirnya Riko datang juga ke ruBab 31. Apakah Ini Cemburu?POV Daniel[Dev, kamu sedang apa? Kamu baik-baik saja kan? Aku ... Aku memikirkanmu. ]Aku merasa risau hingga tanpa sadar menulis pesan itu dan mengirimnya pada Devi. Ah, sedetik kemudian aku sadar, aku tak seharusnya mengungkapkan perasaan langka seperti itu pada Devi. Maka secepat kilat aku menghapusnya, berharap Devi tidak membaca pesan memalukan tersebut."Papa, ayo main lagi." Denna, anak kembarku menarik-narik tanganku dan memintaku untuk menemaninya bermain bola. Dengan kompres yang masih tertempel di dahi, bocah itu begitu ceria ketika mendapatiku kembali ke penginapan.Tak ingin mengecewakannya, aku pun meletakkan ponsel dan bermain dengan Dena dan Della. Mereka buah hatiku, sudah sepantasnya aku menyenangkan mereka bukan?!"Mas, makan dulu. Aku pesan pizza tadi," ucap Anggun sambil membawa nampan berisi pizza dengan topping jamur dan sosis daging sapi yang terlihat begitu lezat dan menggiurkan. "
Bab 32. PersiapanPOV DeviAku terkejut saat Riko datang bersama Daniel senja ini. Keduanya berjalan bersamaan menuju ke arahku yang terbengong sejak beberapa detik yang lalu. Apa? Aku tidak sedang berhalusinasi bukan?! Tadi siang aku memintanya pergi ke rumah Anggun dan menghibur anak-anak tapi ... kenapa pria ini ada di sini lagi?"Karena Tuan Daniel sudah ada di sini, saya balik dulu Nyonya," ucap Riko berpamitan padaku. Aku terbelalak, hei ... bukan ini maksudku, kenapa sih Riko langsung buru-buru pergi toh bisa saja kan Daniel hanya sekedar lewat atau ada barang apa gitu yang tertinggal."Mas Riko, kenapa buru-buru?" tanyaku sambil menatap Riko seolah merasa kehilangan. Pria berwajah manis itu tersenyum, ia meraih bungkusan sampah sisa martabak tadi untuk dibuang diluar area rumah sakit."Tuan sudah datang, dia yang akan menemanimu malam ini. Permisi," ucap Riko sambil membungkuk ke arahku, begitu pun pada Daniel yang tampak canggung dan sedikit terlihat resah.Aku diam, memperha
Bab 33. Pesta PertunanganPesta Dania digelar begitu mewah, sebagai seseorang yang bekerja di BUMN dan memiliki orangtua yang memiliki pengaruh, tentu saja pesta pertunangan itu terasa seperti pesta sang konglomerat pada umumnya.Aku dan Daniel turun dari mobil, beruntung tadi sempat mampir ke toko merchandise untuk membeli kado yang pas untuk Dania. Terasa sekali suasana pesta tersebut, kebahagiaan si wanita dan laki-laki benar-benar menyatu, menjadikan acara begitu semarak layaknya pesta seorang putri raja."Hai Devi, akhirnya kamu datang juga." Dania berlari ke arahku dengan girang, ia memelukku seperti memeluk saudari perempuannya sendiri. "Aku sudah khawatir, takut kalau-kalau kau tidak boleh keluar dari rumah sakit."Aku tersenyum, melepas pelukannya yang erat lalu menepuk kedua lengannya. "Jangan khawatir, buktinya aku sudah ada di sini bukan?! Semua ini berkat Mas Daniel yang bersedia membantuku keluar dari rumah sakit."Dania tam
Bab 34. Pindah RumahApa yang terjadi padaku di pesta Dania tentu saja membuat keluarga besarku menjadi berang. Hal itu wajar terjadi karena Daniel tiba-tiba meninggalkanku dan pergi tanpa bertanggungjawab sedikitpun terhadap diriku. Jangankan menemaniku untuk pulang, ia bahkan menyuruhku kembali dengan menaiki taksi seorang diri.Beruntung saat itu Dania tanggap, alih-alih telepon ke orangtuaku, ia lebih memilih telepon ke Riko —asisten Daniel yang kala itu tengah bekerja di kantor untuk menjemputku di kediaman Dania.Hatiku hancur dan itu tidak bisa diragukan lagi rasa sakitnya seperti apa. Aku hanya diam dan termenung, sekian banyak hari yang kulalui bersama Daniel, rupanya tidak ada satupun kebahagiaan yang membekas di hatinya. Aku tetap kalah dengan wanita yang sudah memiliki dua anak dari benih Daniel sendiri.Aku terus saja memilih diam semenjak peristiwa itu terjadi. Renungan demi renungan telah aku lalui secara perlahan, bagaimana pun kis
Bab 35. Rela MelepaskanAku bukanlah orang yang gampang mengatakan selamat tinggal pada seseorang, terlebih pada orang-orang yang selama ini tinggal di dalam hatiku. Aku terpaksa mengatakan selamat tinggal pada Daniel, bukan karena tanpa alasan, aku sengaja karena aku ingin memberinya efek jera.Memangnya siapa dia, berani-beraninya mempermainkan hatiku seperti ini. Dia datang dan pergi sesuka hatinya sendiri sedangkan aku, aku harus menderita siang dan malam hanya untuk memikirkannya. Oh Allah, ini benar-benar tidak adil bagiku.Masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Daniel sendirian di rumahnya, kurasa adalah langkah yang tepat. Jika bukan begitu, ia akan terus meremehkanku dan mempermainkanku."Sudahlah Devi, keputusanmu itu sudah benar. Jangan bermuka sedih seperti itu, kamu masih cantik dan muda, Ayah yakin masih ada pemuda yang mau menikahimu dan balas mencintaimu," komentar Ayah setelah mobil berjalan kurang lebih dua kilometer jauhnya.
Bab 36. Mari Berlibur"Tidak, aku tidak apa-apa." Aku menepis tangan Daniel yang sedari tadi terus memegangi lenganku. Perlahan duduk di kursi, aku mencoba menstabilkan tubuhku yang terasa tidak enak sama sekali."Kamu pucat, ayo kubantu pergi ke rumah sakit terdekat." Daniel terus saja membujuk, wajahnya terlihat khawatir dengan keadaanku.Aku menggeleng cepat, "tidak, mungkin aku hanya sedikit masuk angin saja.""Tapi ...""Sudahlah Mas, jangan terlalu khawatir. Aku baik-baik saja," tepisku sedikit marah. Aku melotot ke arahnya karena tidak suka, "pergilah. Anak-anakmu jauh lebih membutuhkan dirimu."Daniel terdiam, ia memundurkan langkah beberapa saat. "Apakah itu artinya kau sudah tidak membutuhkan aku lagi?""Cukup Mas, aku nggak bisa meladeni sandiwara yang kau ciptakan. Aku nggak ada waktu, silakan kamu pergi. Aku baik-baik saja di sini."Daniel mengalah, walau wajahnya terlihat kecewa ia tak punya kuasa
Bab 37. Salah PesanJam menunjuk pukul sepuluh siang, aku bergegas untuk pergi bersama teman-temanku untuk mencoba wahana baru. Meskipun aku tidak terlalu tertarik dengan wahana-wahana seperti itu, demi teman aku rela menyisihkan waktuku bahkan menutup tokoku hanya untuk menghargai mereka.Sama seperti ketiga temanku, demi keakraban dan jalinan pertemanan tetap menyatu, kami rela menyisihkan waktu kami untuk kumpul-kumpul bersama walau sekadar hanya membahas gosip artis yang lagi viral."Bi, saya pergi dulu ya. Ada acara dengan teman-teman, misal Ayah ibu pulang dan menanyakan, tolong bilang sama beliau ya," kataku sambil turun dari anak tangga dan memakai tas selempang warna kuning andalanku."Iya Nyah, nanti saya bilang sama Tuan besar dan Nyonya besar." Bi Nani menganggukkan kepala, menatap diriku dengan pandangan khidmat.Aku tersenyum lalu mengangguk, "ya sudah. Hati-hati di rumah ya Bi."Seperti biasa, setiap kali aku pergi
Bab 38. Pesan AlamAku tidak bisa menolak keinginan Daniel, terlebih teman-teman kini berpihak kepadanya. Entah khawatir atau apa, ketiga temanku mendadak setuju dengan keputusan Daniel tersebut."Yang dikatakan Mas Daniel ada benarnya Dev, jika kamu beberapa kali muntah itu tandanya memang ada yang tidak beres dengan tubuhmu," ujar Dania begitu perhatian. Ia menyentuh tanganku dengan lembut, "kamu pergi ke dokter ya. Tapi maaf, kami tidak bisa mengantarmu. Kami hanya berharap semoga sakitmu segera sembuh seperti sedia kala.""Betul Dev, kali ini nurut sama Mas Daniel aja ya. Nggak ada salahnya untuk periksa, toh itu untuk kesehatanmu juga." Ratih ikut membujuk.Aku diam untuk mencerna bujukan mereka. Yang membuatku tidak nyaman adalah kenapa aku harus pergi dengan Daniel hari ini. Tahu sendiri kan, Daniel jika mulai posesif, maka posesifnya melebihi siapa pun."Mas, tolong bawa Devi ke rumah sakit ya. Kami nitip Devi sama kamu, semoga le
Bab 70. Ayah BaruAku dan Riko kini akhirnya bisa hidup satu atap. Setelah pernikahan, aku diboyong dan tinggal di sebuah perumahan yang cukup luas dan nyaman. Meski tidak semewah yang dulu, aku merasa hidupku jauh lebih berbahagia.Perumahan yang sekarang adalah hasil keringat Riko sejak tiga tahun yang lalu. Beruntungnya aku hanya tinggal dan menempatinya saja.Kami bertiga hidup di perumahan itu, memiliki kebun kecil yang sering kutanami sayur mayur dan beberapa jenis bunga. Tak heran jika rumahku paling hijau sendiri dibandingkan rumah-rumah yang lain.Jarak dari perumahan ke tempat kerja Riko juga tidak jauh. Tak perlu memakai mobil, Riko lebih senang mengendarai motornya untuk pergi bekerja. Benar-benar hidup yang sederhana namun bahagia."Hallo Alvaro, sudah makan belum nih? Nih ayah belikan biskuit buat kamu," ujar Riko setiap kali pulang dari tempat kerjanya di restoran.Pria itu sangat penyayang, sering mengajak Alvaro main cilukba bahkan saat ia baru pulang kerja dan capek.
Bab 69. Aku Mengaku KalahHari pernikahan telah ditentukan, seluruh keluarga kembali berkumpul untuk mendiskusikan berbagai hal mulai dari wedding organizer, konsep pernikahan, souvernir apa yang akan mereka beri untuk tamu, hingga jenis hidangan yang akan mereka suguhkan nanti.Semua orang begitu ribut membahas hal ini, beda dengan diriku dan Riko yang hanya pasrah dan menunggu clear saja.Setelah melakukan banyak persiapan yang hampir disiapkan sebulan penuh, hari bahagia itu akhirnya sampai juga di depan mata. Kami menggunakan konsep adat Jawa dimana kami memang sama-sama keturunan orang Jawa.Pernikahan digelar di sebuah gedung yang besar, mewah, meriah, dan banyak tamu yang diundang. Tentu saja penikahan kali ini tak kalah semarak dari pernikahanku yang dulu. Hanya bedanya, dulu pasanganku adalah pria dingin yang sama sekali tidak berniat untuk membalas cintaku sedangkan saat ini, pria yang berdiri di sampingku adalah pria baik hati yang akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk
Bab 68. Kedatangan MantanMenahan napas beberapa detik, aku sadar jika kejadian seperti ini pasti bakal terjadi suatu saat. Ya, semenjak pisah dengan Daniel, aku memutuskan akur demi Alvaro. Akur di sini bukan berarti tidak ada lagi masalah, hanya saja aku memilih menghindar tiap kali bertemu Daniel.Pria itu akan datang beberapa bulan sekali untuk menjenguk Alvaro. Hanya Alvaro dan sama sekali tidak bertemu denganku. Bagaimana pun luka tetap saja luka, butuh waktu untuk benar-benar bisa menyembuhkannya."Ini bukan saat yang tepat Mas, aku masih bekerja." Aku mengucapkan alasan sambil menunduk, "mungkin nanti selepas dhuhur kamu bisa menemui Alvaro di rumah."Daniel menggeleng, tidak setuju dengan saran yang kuberikan."Tidak bisa, aku ada pekerjaan lain selepas dhuhur nanti." Daniel menolak ideku, matanya yang tajam kini memandangku, "aku bisa mengubahnya misal kau juga mau menemuiku nanti."Aku menelan ludah. Sulit rasanya menerima penawaran itu, selama ini setiap kali bertemu Alva
Bab 67. Lamaran"Iya, kamu jangan kaget." Ayah menepuk lenganku dengan lembut. "Ternyata Pak Effendi ini dulu temen perjuangan ayah waktu SMA. Kami punya hobi yang sama, sama-sama menyukai bonsai. Hanya baru akhir-akhir ini kami bertemu saat reuni sekolah."Ayah terkekeh, menggelengkan kepala sesaat. "Ternyata dunia ini tidak selebar daun kelor ya. Kukira siapa, ternyata kamu toh.""Dan yang lebih mengejutkannya lagi, si Devi ini sudah kenal Riko beberapa tahun belakangan. Bener-bener jodoh nggak sih Yah?" Ibu turut berbaur dengan perbincangan itu. Kedua keluarga saling terkekeh, berbagi kebahagiaan satu sama lain."Iya Pak, Bu, saya juga kaget ternyata ayah saya malah jauh lebih kenal keluarga ini ketimbang saya," ucap Riko dengan sopan. Pria itu sesekali melirikku yang tengah memangku Alvaro sambil tersenyum."Berarti memang benar-benar jodoh," timpal Pak Effendi mantap dan disambut tawa ceria yang lain."Oh ya Pak, Bu, silakan diminum dulu tehnya. Dimakan juga cemilannya," ucap ibu
Bab 66. Pernyataan Cinta"Ini?" Riko lalu mengalihkan pandangannya sendiri ke arah dekapannya. Ia lantas tertawa, "bukan. Ini keponakanku Dev. Anak dari kakak perempuanku, baru berusia sepuluh bulan.""Oh kirain anakmu," sahutku dengan wajah sedikit malu. Pria berkaos hitam itu hanya terkekeh sambil menimang-nimang keponakannya yang berjenis kelamin perempuan."Bukan. Aku masih single, belum memiliki istri apalagi anak," ujar Riko selaki lagi. "Oh ya, bisa kita ngobrol di sana nggak? Sambil minum kopi atau makan roti."Riko menunjuk pada salah satu stand yang menjajakan kopi dan juga roti. Aku menoleh ke arah yang ditunjukkan Riko, tanpa basa-basi aku pun langsung mengiyakan saja."Kamu pesan apa? Aku hari ini yang akan mentraktirmu," ujar Riko setibanya di stand itu. Sambil mendudukkan keponakannya di pangkuan, Riko begitu luwes ketika memomong bayi berumur sepuluh bulan tersebut."Terserah kau saja," jawabku tanpa keberatan. Riko mengangguk, ia lantas melambaikan tangannya pada penj
Bab 65. Siapa yang Lebih Munafik?POV DeviAku masih diam, saat ini aku nggak tahu harus bersikap bagaimana. Dengan kaki gemetar, aku melangkah untuk melihat bayi mungil tersebut dari dekat.Benar saja, kini terlihat jelas bagaimana wajah, dagu, alis, hingga warna kulitnya sama persis dengan Daniel. Aku menelan ludah, bagaimana pun aku benar-benar seperti ditusuk dari belakang oleh Daniel. Dia bilang nggak berbuat, dia bilang mungkin itu bayi orang lain tapi apa? Buktinya bayi ini bahkan amat sangat mirip dengannya. Memang, dosa akan bicara pada waktunya."Lihat Dev, bayinya mirip dengan Mas Daniel bukan?! Aku tidak berbohong. Aku memang hanya berbuat dengan dia seorang," ucap Anggun sambil menarik tanganku dengan lembut. "Tapi aku nggak tahu harus kukemanakan bayi ini. Mas Daniel terus saja mengelak, ia tidak ingin mengakui anak ini."Anggun mulai terisak, ada kesedihan di wajahnya kali ini. Sebagai seseorang yang sudah menjadi ibu, tentu saja aku tahu bagaimana perasaan Anggun saat
Bab 64. Bayi AnggunPOV AuthorDaniel tak bisa berkata-kata. Wajar jika Riko menyukai Devi, wanita itu sangat baik dan dermawan. Bahkan ketika ia disakiti selalu ada lautan maaf yang ia berikan. Kini, ketika Daniel mendapati kenyataan bahwa Riko juga menyukai Devi, Daniel tidak sanggup mengelak.Posisi pria itu makin terancam, ia tidak bisa bersaing dengan pria sebaik Riko. Sejauh ini hanya pria itulah yang benar-benar peduli pada Devi. Bahkan Riko mengaku jika ia tunduk dibawah kuasa Daniel bukan karena apa melainkan karena permintaan Devi sendiri kepadanya. Ya, saking cintanya Riko ia merendahkan harga dirinya dan membantu rivalnya dalam segala hal.Tertohok, tentu saja. Namun Daniel tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini kondisi rumah tangganya benar-benar berada di ujung tanduk. Karena hawa nafsunya, ia menanam benih pada orang yang salah dan pada akhirnya benih itu tumbuh dan kelak akan bersaksi atas perbuatan salahnya.Satu bulan berlalu, setelah ketahuan menyimpan foto-foto Devi
Bab 63. Penemuan FotoAlvaro, itu nama yang kuberikan pada bayi laki-laki yang kulahirkan beberapa hari yang lalu. Bermakna bijaksana, aku menyematkan harapan yang besar pada anak kesayanganku tersebut. Dilimpahi kasih sayang dari orang-orang terdekat, Alvaro adalah bocah yang penurut dan sangat manis.Setelah memandikannya dengan air hangat dan merawat pusarnya yang belum puput, kususui bayi itu agar tidak rewel dan lekas tertidur seperti sebelum-sebelumnya.Peranku cukup terbantu dengan adanya Bi Nani dan Ibu yang bahu membahu menggantikan posisiku ketika lelah. Mereka tidak membiarkan aku sendirian, selalu menemani dan mengobrol apa saja yang membuatku cukup terhibur dan tidak stres. Ya, Alvaro masih gemar begadang membuat kami bertiga harus bekerjasama untuk merawat bayi mungil berbobot dua setengah kilo gram tersebut."Apakah kau sudah minum susumu dengan baik?" tanya ibu saat mengecek vitamin yang harusnya kuminum pagi ini.Aku mendongak, mengalihkan perhatianku pada Alvaro yang
Bab 62. Tiba WaktunyaSetelah melakukan taruhan itu, aku dan Daniel memang tidak berdekatan satu sama lain. Aku sendiri juga heran, entah kemana perginya rasa cinta yang dulu pernah menggebu untuknya. Aku pun menikmati kesendirianku bersama orangtuaku di rumah yang lama.Seiring berjalannya waktu, kehamilanku telah menginjak usia sembilan bulan. Waktu yang sangat mendebarkan untuk menunggu anakku lahir ke dunia.Sepanjang itu banyak dukungan yang ditujukan kepadaku. Dania yang baru saja naik jabatan, mengirimi kami hadiah yang sangat mengesankan. Ya, sebuah dorongan bayi merek terkenal.Tak hanya Dania, Ratih dan Pamela pun memberikan kami hadiah yang tak kalah menarik. Kehadiran dan dukungan mereka benar-benar menjadi salah satu support sistem saat aku menjalani kehamilanku sendirian tanpa Daniel.Pagi itu aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Berjalan menyusuri taman atau bergerak apa saja guna memperlancar persalinanku nanti.Orangtuaku juga senang ketika aku bisa terpantau di r