“Sudah, lebih baik sekarang kita pulang dulu saja. Ini sudah malam, dan Nak Ajeng pasti lelah,” ucap Ki Joko.“Tapi, Ki. Aj—.”“Kita bahas hal itu di rumah saja, Nak Ajeng. Sekarang kita pulang saja dulu, dan Nak Ajeng selain lelah juga pasti lapar ‘kan?” sela Ki Joko.Entah mengapa aku merasa Ki Joko seperti mengalihkan pembicaraan ketika aku bertanya tentang siapa yang dicari oleh orang-orang Pangeran Dayu. Tapi karena aku memang sangat lapar, akhirnya aku mengikuti saran dari Ki Joko, dan kami bertiga pulang ke gubuk akik dan ninik.Sampai di gubuk ninik memintaku untuk membersihkan diriku dari lumpur yang masih melekat di tubuhku, dan aku pun menurut. Sedangkan ninik dan akik menyiapkan makan malam untuk kami.Setelah selesai membersihkan diri, aku langsung menuju tempat di mana kami biasa makan. Selama menikmati makan malam tidak ada pembicaraan sedikit pun dari akik dan ninik, dan itu membuatku merasa tidak nyaman untuk bertanya kepada akik ataupun ninik.“Sekarang Nak Ajeng leb
“Akik dari hutan, Nak Ajeng. Sekarang ayo kita masuk, karena akik harus mengobati luka akik,” jawab Ki Joko setelah Ni Imah melepas pelukannya.“Tapi, Ki.”“Sudah, Nak Ajeng. Sekarang kita bawa akik masuk lebih dulu,” sela Ni Imah sambil membantu suaminya berjalan masuk ke dalam gubuk.Karena tidak ingin memperburuk keadaan, aku akhirnya membantu Ni Imah membawa akik masuk ke dalam dan merebahkan akik di tempat tidurku.“Ni, Ajeng akan mengambil air hangat dulu,” ujarku, dan ninik pun mengangguk.Setelah mengatakan hal itu, aku pun langsung menuju dapur untuk mengambil air hangat untuk membersihkan luka akik.Ketika menunggu air yang aku masak matang, pikiranku terus saja memikirkan apa yang terjadi pada akik. Karena bila dilihat dari luka di tubuh akik, itu bukan luka dari cakaran binatang buas di hutan. Melainkan sesuatu yang lain, dan aku tidak tahu itu apa.Setelah air hangat yang aku siapkan cukup, aku lalu membawanya dengan hati-hati ke gubuk di mana kami beristirahat. Tapi baru
Melihat akik muntah darah membuatku panik, dan aku lalu membantu ninik untuk membaringkan akik kembali ketika akik sudah tidak muntah lagi. Tapi baru saja akik kami baringkan, akik muntah lagi dan itu sama seperti sebelumnya. Darah segar yang keluar dari mulut akik, dan itu membuatku takut.“Na –Nak Ajeng,” ucap akik sambil memegang tanganku.“I –iya, Ki. Apa yang harus Ajeng lakukan, Ki?”“Anggrek hitam, anggrek hitam,” ucap akik.Ki Joko lalu pingsan setelah mengatakan hal itu, dan itu membuatku semakin panik dan takut terjadi apa-apa pada akik. Sedangkan Ni Imah hanya bisa menangis melihat kondisi suaminya seperti itu.“Ni, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa kita perlu mencari tabib untuk menyembuhkan akik?”“Ninik juga tidak tahu, Nak Ajeng. Di sini tidak ada tabib, dan kita juga tidak mungkin memanggilnya,” jawab ninik masih sambil terisak.“Apa maksud ninik kita tidak bisa memanggil tabib? Biar Ajeng saja yang memanggilnya, Ni.” Ujarku sambil menatap wanita tua itu, dan N
“Maaf, Ki. Memangnya apa yang harus Ajeng lakukan?” tanyaku penasaran.“Cari bunga itu dan bawa bunga itu kepada akik, Nak Ajeng.”Ada rasa ragu di hatiku ketika akik berkata seperti itu kepadaku. Karena ninik pernah berkata kepadaku bahwa bunga itu hanya ada di dekat gua Pangeran Dayu, dan itu artinya aku akan kembali ke tempat itu. tapi bila aku tidak melakukannya, mungkin saja nyawa Ki Joko tidak akan tertolong dan aku akan menyesali hal itu. Karena bagaimanapun juga Ki Joko dan Ni Imah sudah membantu dan menyelamatkanku hingga saat ini.“Bagaimana, Nak Ajeng? Apa Nak Ajeng bisa membawa bunga itu kepada akik,” tegur akik membubarkan lamunanku.“Ajeng akan membawanya, Ki. Tapi kalau boleh tahu di mana Ajeng harus mencarinya?”“Di gua di mana Pangeran Dayu berada, Nak Ajeng.”Deg!Ternyata apa yang aku takutkan benar-benar terjadi, sampai aku tidak bisa berkata apa-apa. Tapi karena aku sudah menyanggupi akan membawa bunga itu kepada akik, maka aku tidak ada pilihan lain selain melaku
Aku yang masih berdiri di depan pintu langsung menoleh ke arah akik, dan akik memintaku untuk tetap berdiri di tempatku sekarang tanpa boleh melangkah sedikitpun.Akik kemudian duduk bersila sambil memajamkan mata, dan angin kencang yang tadi menghadangku tiba-tiba hilang perlahan hingga suasana tempat ini kembali seperti sebelumnya.“Ni, tolong ambilkan benda yang ada di dalam tempat itu,” perintah akik sambil menunjuk sebuah gentong kecil di dekat dinding.Ni Imah kemudian mengikuti apa yang dikatakan suaminya, dan mengambil sebuah kain yang terbungkus dari dalam tempat tersebut.Setelah memberikan kepada suaminya benda itu, akik kemudian mendekatiku dengan perlahan dibantu oleh istrinya.“Pakai ini, Nak Ajeng. Ini akan melindungimu dari serangan penunggu hutan dan makhluk tak kasat mata lainnya,” ucap akik setelah membuka bungkusan yang ada di dalam tangannya. Ternyata bungkusan itu berisi kalung, dan aku lalu menerimanya dan langsung memakainya, “ Dengar, Nak Ajeng. Apapun yang te
Mendengar suara seseorang berteriak membuatku panik. Karena aku takut orang yang berteriak itu adalah orang pangeran setengah ular itu. Sehingga aku lalu berlari menjauh dari orang yang meneriakiku tadi, tapi orang itu sepertinya masih saja mengikutiku. Karena aku masih bisa mendengar suara kakinya mengejarku.“Hai, tunggu!” teriak orang itu lagi, dan aku tetap saja berlari menjauh.Aku tidak tahu berapa lama aku berlari menghindari orang yang mengejarku tadi. Hingga aku akhirnya tidak mendengar langkahnya lagi, dan aku ternyata sudah tiba di suatu sungai.Tak jauh dari sungai ini ada air terjun, dan itu sangat indah sekali dan baru kali ini aku melihat air terjun seperti ini.Aliran airnya yang menyegarkan membuatku ingin mandi di sungai ini, tapi kemudian aku urungkan setelah mengingat pesan akik kepadaku. Akik berpesan kepadaku agar aku tidak terlena dengan keindahan air terjun dan air sungai yang ada di hadapanku saat ini.Karena bila aku terlena maka aku bisa melupakan tujuan uta
Aku hanya bisa diam membeku melihat kucing yang bersamaku selama ini ternyata sudah tidak bernyawa. Si Manis kucing yang aku temukan di hutan ketika aku baru saja masuk ke dalam hutan ini, kini sudah tidak bernyawa di tangan orang-orang yang dari pakaiannya adalah orang-orang Pangeran Dayu.Si Manis di tusuk berkali-kali dengan senjata yang mereka bawa, dan aku hanya bisa mengalihkan pandanganku saja tanpa bisa menolongnya.Andai saja tadi kucing itu aku bawa ke gua ini, tentu saja dia tidak akan mati seperti itu. Tapi sekarang semua sudah terlambat dan aku tidak bisa menolongnya. Karena bila aku menolongnya, maka orang-orang dari pangeran setengah ular itu akan menemukanku.Setelah orang-orang itu pergi meninggalkan Si Manis yang sudah tidak bernyawa, aku kemudian cepat-cepat untuk turun dan melihat keadaan kucing yang bersamaku selama ini.Tapi baru saja aku akan mendekati kucing itu, tiba-tiba kakiku terpeleset dan aku menjatuhkan batu ke dalam sungai.“Siapa di sana?” terdengar su
“Tidak usah banyak bertanya, sekarang kita harus pergi dari tempat ini dulu,” jawab Aryo sambil menarik tanganku untuk pergi.Kami berdua akhirnya meninggalkan tempat itu, dan suara itu masih saja terdengar. Karena aku tidak bisa menoleh ke belakang, aku akhirnya hanya mengikuti langkah Aryo yang ada di depanku.Kami terus saja berjalan sampai kami tidak mendengar suara itu lagi, dan tanpa kami sadari kami sudah berlari cukup lama, dan yang kami rasakan saat ini hanya lelah dan ingin beristirahat.“Itu tadi memangnya suara apa, Aryo? Mengapa terdengar seperti suara desis ular, tapi bila itu memang desis ular mengapa suaranya bisa sangat nyaring seperti itu dan tidak seperti desis ular pada umumnya?”“Apa kamu benar-benar tidak tahu itu suara apa, Ajeng?”Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan Aryo, dan pria itu kemudian mengubah posisi duduknya menghadapku, dan menghela napas beberapa kali sebelum mengatakannya.“Itu tadi adalah suara Pangeran Dayu, Ajeng.”“Apa?” ucapku terkejut se