“Akik tidak tahu, Nak Ajeng. Akik hanya mendengar dari warga bahwa semua keluarga Nak Ajeng meninggal dalam kebakaran itu, termasuk orang yang bekerja di rumah Nak Ajeng. Sedangkan bapak dan ibu Nak Ajeng tidak di temukan,” jawab Ki Joko.“Kalau akik hanya mendengar berita itu warga, itu artinya ada kemungkinan kakak Ajeng yang lainnya masih hidup, Ki.”“Apa maksud, Nak Ajeng? Akik tidak mengerti.”Aku yang merasa masih memiliki harapan tentang kakak-kakakku kemudian bertanya kepada Ki Joko tentang mayat yang ditemukan warga dalam kebakaran rumahku, dan ternyata dalam kebakaran itu hanya ditemukan lima mayat saja.Kelima mayat itu ditemukan dalam keadaan hangus. Bahkan dua dari mayat yang diduga laki-laki itu hampir tidak bisa dikenali, dan tubuh mereka terlihat seperti ada sisiknya yang terbakar. Sedangkan wajahnya hangus dan hancur.Ketiga mayat yang lainnya masih bisa dikenali dari pakaiannya yang tersisa, dan salah satunya adalah seorang wanita. Menurut penuturan akik yang didenga
“Iya, Nak Ajeng. Kakak sulung Nak Ajeng masih hidup, dan dia sedang mencari Nak Ajeng saat hingga saat ini,” jawab Ki Joko.“Apa akik yakin dengan apa yang akik katakan? Ki Joko tidak sedang berbohong ‘kan dengan Ajeng?” tanyaku yang masih tidak percaya.“Tidak, Nak Ajeng. Akik tidak berbohong.”Mendengar jawaban dari Ki Joko bahwa Mas Budi masih hidup membuat air mataku kembali menetes. Tapi kali ini adalah tangis bahagia. Karena salah satu kakakku masih hidup. Walaupun kakak-kakakku yang lainnya yang menyayangiku sudah meninggal dalam kebakaran rumah kami.“Ki, kalau boleh Ajeng tahu. Di mana Mas Budi sekarang berada? Apakah Ajeng bisa menemui Mas Budi, Ki?”Ki Joko kali ini diam lagi ketika aku bertanya kepadanya, lalu dia menggeleng. Aku tidak mengerti apa maksud dari sikap akik kali ini kemudian bertanya kepadanya apa arti dari sikapnya itu, dan Ki Joko malah mengabaikan pertanyaanku dan langsung keluar dari gubuk tanpa berkata apa-apa.“Tolong jawab pertanyaan Ajeng, Ki. Di mana
“Baik, akik akan memberitahu di mana kakakmu berada saat ini, Nak Ajeng. Tapi sebelum akik mengatakannya, apakah kamu sudah siap mendengarnya, Nak Ajeng?” tanya Ki Joko sambil menatapku tajam.Ada rasa takut ketika Ki Joko berkata seperti itu kepadaku, tapi keinginanku untuk mengetahui di mana keberadaan Mas Budi lebih besar dari rasa takut yang aku rasakan saat ini.“Ajeng siap, Ki.”“Kakakmu Mas Budi sekarang berada di suatu tempat dan dia tidak sadarkan diri sampai sekarang, dan itu karena pengaruh Pangeran Dayu. Pangeran Dayu sudah mengetahui tidakannya ketika menyelamatkanmu, dan kakakmu itu mendapat hukuman dari Pangeran Dayu, tapi kakakmu berhasil lolos dan dia ditolong oleh seseorang yang sangat baik. Hanya saja orang itu belum berhasil menyembuhkan kakakmu hingga sekarang,” jelas Ki Joko.“Apa itu artinya Mas Budi nanti akan selamat, Ki?”“Akik masih tidak tahu, Nak Ajeng. Tapi yang akik tahu, orang itu sangat sakti dan dia bisa menghilangkan pengaruh Pangeran Dayu dari tubuh
“Tidak ada yang salah denganmu, Nak Ajeng. Hanya saja Nak Ajeng tidak bisa keluar dari tempat ini dengan wujud Nak Ajeng seperti sekarang,” jelas Ki Joko, “Untuk keluar dari tempat ini Nak Ajeng harus merubah jati diri dan wajah Nak Ajeng menjadi sosok yang lain. Kalau tidak, maka Pangeran Dayu bisa menemukan Nak Ajeng lagi,” lanjut Ki Joko.Aku yang masih belum mengerti apa yang Ki Joko maksud hanya bisa diam membeku mendengar penjelasan Ki Joko. Karena aku tidak menyangka untuk keluar dari tempat ini aku harus merubah jati diriku dan wajahku menjadi orang lain, bukan menjadi diriku yang sekarang. Sosok Ajeng putri dari Dirga Atmaja.“Apa itu harus, Ki? Apa tidak ada cara lain selain harus melakukan hal itu?”“Tidak ada, Nak Ajeng. Hanya itu saja cara yang akik tahu.”Mengetahui hanya dengan cara itu aku bisa keluar dari tempat itu membuatku menjadi bimbang. Karena bila aku sampai melakukan hal itu bisa saja Mas Budi tidak akan mengenaliku. Bila Mas Budi selamat saja dia akan kehilan
Aku yang bersembunyi di balik semak hanya diam ketika mendengar suara teriakan itu, dan tak lama terdengar suara kaki yang mulai mendekat ke arahku.Ketika suara kaki itu sudah berada didekatku, dari balik semak-semak yang melindungiku saat ini bisa aku lihat beberapa orang pria dengan pakaian yang pernah aku lihat sebelumnya sedang berdiri tepat di depanku di mana aku bersembunyi, dan orang itu datang tidak dengan tangan kosong melainkan membawa senjata.Aku yang masih bersembunyi hanya bisa tetap diam tanpa menimbulkan bunyi sedikit pun sampai mereka menjauh. Bahkan aku sampai menahan napas ketika salah satu pria itu mendekati semak yang melindungiku.“Hai wanita tua, apa kamu melihat seorang gadis muda di hutan ini?” tanya seorang pria pada seseorang.“Saya tidak melihat siapa-siapa sejak tadi pagi, Tuan.” Jawab wanita tua itu, dan dari suaranya terdengar seperti suara Ni Imah.“Apa kamu yakin wanita tua?”“Saya yakin sekali, Tuan. Sejak tadi pagi saya mencari ranting di hutan ini,
“Sudah, lebih baik sekarang kita pulang dulu saja. Ini sudah malam, dan Nak Ajeng pasti lelah,” ucap Ki Joko.“Tapi, Ki. Aj—.”“Kita bahas hal itu di rumah saja, Nak Ajeng. Sekarang kita pulang saja dulu, dan Nak Ajeng selain lelah juga pasti lapar ‘kan?” sela Ki Joko.Entah mengapa aku merasa Ki Joko seperti mengalihkan pembicaraan ketika aku bertanya tentang siapa yang dicari oleh orang-orang Pangeran Dayu. Tapi karena aku memang sangat lapar, akhirnya aku mengikuti saran dari Ki Joko, dan kami bertiga pulang ke gubuk akik dan ninik.Sampai di gubuk ninik memintaku untuk membersihkan diriku dari lumpur yang masih melekat di tubuhku, dan aku pun menurut. Sedangkan ninik dan akik menyiapkan makan malam untuk kami.Setelah selesai membersihkan diri, aku langsung menuju tempat di mana kami biasa makan. Selama menikmati makan malam tidak ada pembicaraan sedikit pun dari akik dan ninik, dan itu membuatku merasa tidak nyaman untuk bertanya kepada akik ataupun ninik.“Sekarang Nak Ajeng leb
“Akik dari hutan, Nak Ajeng. Sekarang ayo kita masuk, karena akik harus mengobati luka akik,” jawab Ki Joko setelah Ni Imah melepas pelukannya.“Tapi, Ki.”“Sudah, Nak Ajeng. Sekarang kita bawa akik masuk lebih dulu,” sela Ni Imah sambil membantu suaminya berjalan masuk ke dalam gubuk.Karena tidak ingin memperburuk keadaan, aku akhirnya membantu Ni Imah membawa akik masuk ke dalam dan merebahkan akik di tempat tidurku.“Ni, Ajeng akan mengambil air hangat dulu,” ujarku, dan ninik pun mengangguk.Setelah mengatakan hal itu, aku pun langsung menuju dapur untuk mengambil air hangat untuk membersihkan luka akik.Ketika menunggu air yang aku masak matang, pikiranku terus saja memikirkan apa yang terjadi pada akik. Karena bila dilihat dari luka di tubuh akik, itu bukan luka dari cakaran binatang buas di hutan. Melainkan sesuatu yang lain, dan aku tidak tahu itu apa.Setelah air hangat yang aku siapkan cukup, aku lalu membawanya dengan hati-hati ke gubuk di mana kami beristirahat. Tapi baru
Melihat akik muntah darah membuatku panik, dan aku lalu membantu ninik untuk membaringkan akik kembali ketika akik sudah tidak muntah lagi. Tapi baru saja akik kami baringkan, akik muntah lagi dan itu sama seperti sebelumnya. Darah segar yang keluar dari mulut akik, dan itu membuatku takut.“Na –Nak Ajeng,” ucap akik sambil memegang tanganku.“I –iya, Ki. Apa yang harus Ajeng lakukan, Ki?”“Anggrek hitam, anggrek hitam,” ucap akik.Ki Joko lalu pingsan setelah mengatakan hal itu, dan itu membuatku semakin panik dan takut terjadi apa-apa pada akik. Sedangkan Ni Imah hanya bisa menangis melihat kondisi suaminya seperti itu.“Ni, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa kita perlu mencari tabib untuk menyembuhkan akik?”“Ninik juga tidak tahu, Nak Ajeng. Di sini tidak ada tabib, dan kita juga tidak mungkin memanggilnya,” jawab ninik masih sambil terisak.“Apa maksud ninik kita tidak bisa memanggil tabib? Biar Ajeng saja yang memanggilnya, Ni.” Ujarku sambil menatap wanita tua itu, dan N
“Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s
“Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be
“Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k
Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa
“Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba
“A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej
Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini
“Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali
Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b