Home / Thriller / PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU / BAB 1 SIAPA LAGI YANG AKAN KITA KORBANKAN, PAK?

Share

PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU
PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU
Author: List

BAB 1 SIAPA LAGI YANG AKAN KITA KORBANKAN, PAK?

Author: List
last update Last Updated: 2022-04-18 06:05:54

Apapun alasannya ibu tidak setuju, Pak!” tolak ibuku pada bapak yang saat ini berdiri tepat di hadapannya, “Jangan Ajeng yang harus kita korbankan! Lebih baik bapak cari perawan lain saja!” imbuhnya dengan tangis yang meratap.

“Bapak sudah tidak punya pilihan lain, Bu. Lagi pula waktu kita tinggal besok dan bapak harus cari perawan ke mana lagi? Sedangkan anak buah bapak, yang bapak suruh saja belum kembali.”

“Pokoknya tidak boleh, Ajeng. Ibu tidak rela!” tolak ibuku lagi dengan tangis yang tidak bisa di bendung.

Rasanya aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar, apa maksud perkataan bapak dan ibu tadi? Korban? Perawan? Apa maksud semua ini?

Rasa penasaranku akhirnya membuatku ingin tetap mendengarkan apa yang terjadi sebenarnya, sehingga aku memilih untuk mendengarkan dari sela pintu yang saat ini tengah sedikit terbuka. 

“Baiklah, Bu. Bapak akan berusaha mencari lagi. Sekarang ibu jangan menangis,” ujar bapak sambil duduk di samping ibu dan memegang tangannya.

Untung saja ini sudah tengah malam dan orang-orang juga sudah tidur. Jadi aku tidak perlu khawatir bila ada yang memergokiku mendengarkan percakapan kedua orang tuanku, tetapi sungguh sial. Karena terlalu fokus aku mendengarkan percakapan ibu dan bapak sehingga tanpa sengaja aku menjatuhkan vas bunga yang terletak di dekatku sehingga bapak dan ibu akhirnya berhenti berbicara dan langsung menoleh ke arahku.

Aku yang masih terpaku dengan vas bunga yang terjatuh di hadapanku akhirnya tersadar ketika langkah kaki orang yang sangat aku kenal mulai melangkah menuju ke arahku, dan itu adalah langkah kaki bapak.

“Siapa di sana?” teriak bapak.

Aku yang ketakutan akan ketahuan akhirnya memilih mundur dan segera mencari tempat untuk aku bersembunyi, dan lemari yang tidak jauh dari tempatku berdiri pilihanku saat ini. Lemari antik pemberian mbakku yang sengaja bapak letakkan tidak jauh dari kamarnya.

“Siapa di sana? Cepat jawab!” teriak bapak lagi, dan langkah bapak kini terdengar semakin dekat.

Untung saja lemari ini besar, sehingga aku bisa bersembunyi di balik ini dengan mudah dan pastinya tidak akan kelihatan oleh bapak karena tubuhku yang kecil dibanding lemari tua ini.

Kulangkahkan kaki dengan perlahan dan hati-hati agar aku tidak menjatuhkan benda di sekitarku lagi, karena saat ini memang lampu di rumahku sebagian sudah dipadamkan.

“Ya Tuhan, semoga saja bapak tidak melihatku.” Doaku dalam hati sambil duduk berjongkok dan menutup mata sambil terus berdoa.

Bapak kemudian muncul di depan pintu dengan wajah yang tidak dapat aku artikan, dan dia kemudian menatap keseluruh penjuru ruangan dan akhirnya berhenti pada vas bunga yang tadi tidak sengaja aku jatuhkan, dan ketika bapak akan mengambil pecahan vas bunga tadi tiba-tiba kucing kesayanganku muncul dan itu mengagetkan bapak, dan bapak pun akhirnya hampir terjatuh.

“Bapak kenapa? Siapa tadi yang ada di luar?”

“Itu, Bu. Si wage tahu-tahu muncul dan ngagetin bapak. Untung saja tadi bapak enggak pingsan karena kaget. Sudah, sekarang ibu ambil wage dan antar ke kamar Ajeng sana!” perintah bapak.

“Malas ibu, Pak. Lagi pula ini ‘kan juga sudah malam, jadi Ajeng pasti sudah tidur makanya si wage keluyuran begitu.”

“Ya sudahlah terserah ibu saja, yang pasti bapak enggak mau melihat kucing aneh itu di depan bapak.”

Bapak yang kesal melihat kucing kesayanganku itu akhirnya berusaha menendangnya, tetapi ibu menahannya dan langsung mengambil si wage kucing kesayanganku dan melemparkannya menjauh dari kamar mereka.

“Untung saja ada kamu wage. Kalau tidak, aku pasti ketahuan,” ucapku lirih sambil mengusap kepala kucing hitam kesayanganku ini.

Setelah bapak mengunci pintu kamarnya, aku kemudian keluar dari persembunyianku bersama kucing hitam kesayanganku ini, dan aku memilih untuk kembali ke kamarku daripada mendengarkan lagi pembicaraan ibu dan bapak. Karena bila aku kembali, aku bisa saja akan benar-benar ketahuan dan aku pasti tidak bisa memecahkan teka-teki ini.

***

“Ajeng, kamu kenapa? Dari tadi Mas panggil kok enggak menjawab?” tanya Mas Budi, kakak tertuaku.

Aku yang masih hanyut dengan apa yang terjadi semalam benar-benar tidak bisa mendengarkan apa yang Mas Budi katakan, suara Mas Budi entah mengapa tiba-tiba hilang ketika aku memikirkan masalah itu.

“Ajeng, Ajeng,” panggil Mas Budi lagi, tetapi suara kakak tertuaku itu hanya seperti angin yang lewat saja sehingga aku tidak menghiraukannya.

Hari ini, bukankah hari ini adalah hari yang bapak maksud tadi malam? Aku yang baru sadar akhirnya langsung bangkit mencari ibu dan bapak, tetapi ketika aku mencari ke seluruh ruangan yang ada di rumah besarku ini mereka tidak ada. Terus ke mana mereka berdua?

Pikiran akan hal buruk akhirnya terlintas di dalam benakku. Apakah mereka sedang mencari perawan yang mereka katakan tadi malam ataukah? 

“Ah, semoga saja apa yang aku pikirkan salah, dan yang aku dengar tadi malam juga tidak benar,” ucapku lirih sambil menatap lurus ke depan.

Aku yang bingung akhirnya menanyakan kepada semua orang yang ada di rumah ini ke mana perginya ibu dan bapak tetapi mereka semua tidak tahu, dan sekarang tinggal satu orang.

Ya, Mas Budi. Bukankah tadi Mas Budi bilang bahwa dia disuruh oleh bapak agar mengajakku ke pasar utuk membeli baju baru?

Aku kemudian berlari mencari keberadaan kakak tertuaku itu, dan ternyata dia masih berada di tempat yang sama ketika bersamaku tadi.

“Mas, bapak dan ibu di mana? Di mana, Mas?” 

“Tunggu dulu Ajeng, ini ada apa? Kenapa kamu mencari bapak dan ibu?” 

“Sudah, Mas jawab saja! Bapak dan ibu di mana?”

“Iya, Dek. Tenang dulu, pasti akan mas jawab, tapi ada apa? Kenapa kamu panik seperti ini?”

Pertanyaan dari Mas Budi benar-benar membuatku takut. Karena bila aku menjelaskan apa yang terjadi tadi malam dia pasti tidak akan percaya, tetapi bila tidak aku jelaskan tentu saja Mas Budi tidak akan langsung mau menjawab pertanyaanku seperti saat ini.

Mas Budi kakak tertuaku ini termasuk orang yang tegas, jadi bila aku bertanya semalama ini tentang hal penting maka dia akan meminta penjelasan kepadaku secara jelas.

Akhirnya demi menyembunyikan rencanaku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga ini aku harus berbohong dengan kakak tertuaku ini.

“Ajeng, ada apa? Mas, tanya dari tadi kamu hanya diam saja? Memangnya ada apa kamu mencari bapak dan ibu?”

“Ajeng, hanya kangen saja Mas,” jawabku berbohong.

“Astaga, Dek! Gara-gara kangen kamu sampai segitu paniknya,” tawanya membuatku kesal, “Dengar Dek, bapak dan ibu sekarang sedang pergi ke pasar, tetapi mereka pergi ke pasar desa sebelah dan akan kembali nanti siang. Jadi kalau kamu kangen ya tunggu saja, nanti siang pasti akan bertemu mereka.”

Ke pasar desa sebelah? Apa aku tidak salah dengar, kenapa kalau mereka ke pasar tidak sekalian saja membelikan baju baru untukku, justru malah menyuruh Mas Budi agar mengantarku untuk membelinya?

Aku benar-benar tidak mengerti apa yang mereka pikirkan saat ini, dan tumben sekali mereka juga mau membelikanku baju baru, padahal sebelum-sebelumnya bila kami minta baju baru mereka akan membelikannya setelah panen, dan sekarang apa ini semua.

Memang benar keluargaku adalah keluarga terkaya di desa ini, tetapi untuk membeli apa-apa bapak termasuk orang yang pelit, jadi kami anak-anaknya bila menginginkan sesuatu harus dengan persetujuan bapak.

“Dek, tadi bapak pesan. Nanti beli bajunya warna putih saja, tidak boleh warna lain.”

“Kenapa harus warna putih Mas, Ajeng kan tidak suka warna itu,” ucapku protes.

“Pokok bilang bapak begitu, ya itu yang harus kamu beli! Dan mas nanti yang akan memilihkannya,” tegas Mas Budi, kemudian berjalan di depanku.

“Tetapi, Mas?”

Bukannya mendengar protesku, Mas Budi malah mengabaikanku dan terus berjalan hingga kami sampai ke penjual pakaian langganan kami, dan tanpa bertanya dan meminta pendapatku Mas Budi langsung memilihkan baju untukku.

“Mas, kenapa harus beli baju ini. Ini ‘kan baju—.’

Related chapters

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 2 TIDAK PUNYA PILIHAN LAIN

    “Sudah kamu diam saja Ajeng, ini bapak yang memintanya!” bentak Mas Budi kepadaku.“Tetapi ‘kan Mas, ini ‘kan baju pengantin. Siapa yang akan menjadi pengantin, Mas?” tanyaku heran.Mas Budi terlihat gelagapan mendengar pertanyaanku, tetapi bukannya dia menjawabnya dia malah memarahiku dan membentakku.Entah mengapa aku merasa aneh dengan sikap Mas Budi saat ini. Karena tadi pagi ketika bertanya kepadaku dia tidak sekasar ini, tetapi sekarang?Ini ada apa sebenarnya? Korban, perawan dan sekarang baju pengantin?Aku kemudian menatap tajam Mas Budi karena telah memarahi dan membantakku, kemudian langsung pergi meninggalkannya.“Bukankah itu bapak?”Baru saja aku melangkahkan kakiku menjauh dari Mas Budi, aku melihat bapak sedang berbicara dengan seseorang pria tua, dan orang itu tampak aneh menurutku. Karena dia mengenakan pakaian hitam, dan dari penampilannya juga dia bukan seperti orang

    Last Updated : 2022-04-18
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 3 AJENG, MAAFKAN BAPAK.

    "Tidak Pak, Ajeng tidak mau!” teriakku sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan bapak.Ketika aku berjalan mengikuti bapak, aku mendengar suara seperti deburan ombak yang menghantam karang. Bahkan, kakiku juga basah dengan cipratan air yang aku tidak tahu itu datang dari mana.“Ini di mana? Mengapa ada suara ombak?” batinku.“Pak, bapak akan bawa Ajeng ke mana?” teriakku.“Maafkan bapak, Ajeng. Bapak tidak punya pilihan lain.”Bapak terus saja menarik tanganku ke tempat yang aku tidak aku ketahui, aku hanya bisa mendengar deburan ombak serta kakiku yang menginjak karang. Hingga akhirnya bapak berhenti di depan pintu goa.“Pak, untuk apa kita ke sini? Ajeng mau pulang, Pak!” teriakku sambil berusaha melepaskan tangan bapak dari tanganku.Bapak terus saja menatap ke depan tanpa menghiraukan rintihanku, dan entah mengapa aku merasa ada yang aneh dari sikap bapak saat ini.

    Last Updated : 2022-04-18
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 4 HARI PERNIKAHAN

    "Aku mohon! Tolong lepaskan aku!” teriakku sambil menangis, tetapi ekor Pangeran Dayu tiba-tiba langsung melilit tubuhku dan sekujur tubuhku terasa akan diremukkan.Pangeran Dayu kemudian menarikku dengan ekornya dan membawaku ke hadapannya, bisa aku lihat mata yang tadinya hanya merah sekarang berubah menjadi merah menyala dan tampak mengerikan, dan itu membuatku bertambah takut.Setelah menatapku berapa lama, akhirnya Pangeran Dayu melonggarkan lilitanya di tubuhku dan entah mengapa setelah dia menatapku tadi, pikiranku menjadi kacau dan aku melihatnya menjadi pria tampan nan rupawan seperti pertama kali aku melihatnya, dan aku langsung tersenyum kepadanya.“A –aku di mana?”Aku yang masih merasa pusing kemudian memandang ke sekitar, dan ternyata aku berada di dalam kamar yang sangat indah dan wangi. Bahkan, di atas meja juga ada lilin dan bunga, dan ketika aku melihat ke arah pintu, ternyata pintu itu tertutup dan di ruangan ini

    Last Updated : 2022-04-18
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 5 APA YANG SEBENARNYA TERJADI, KI?

    “Bapak, ibu, jangan tinggalkan Ajeng!” teriakku sambil mencari mereka“Nak, Nak, bangun Nak!” panggil seorang wanita terdengar di telingaku.Aku yang masih berusaha mencari kedua orangku akhirnya terbangun dan membuka mataku, dan ternyata ada seorang wanita tua sedang duduk di hadapanku saat ini, dan semua yang aku lihat tadi ternyata hanya mimpi dan sekarang ….“Ka –kalian siapa? Aku di mana?” ucapku sambil terengah-engah.“Kamu di rumah kami, Nak. Tadi pada saat akik mencari kayu di hutan, akik menemukanmu dan membawamu ke gubuk tua kami ini, Nak.”“Akik?” ucapku sambil menatap seorang pria tua yang berada di samping wanita tua yang berbicara denganku.“Iya, akik. Ini Ki Joko dan saya Ni Imah,” ucap Ni Imah sambil menatap suaminya.“Ki Joko?”Mendengar nama Joko membuatku ingat pesan Mas Budi, bahwa aku harus mencari seseorang ber

    Last Updated : 2022-04-18
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 6 KEBENARAN YANG SELAMA INI TIDAK AKU KETAHUI

    “Begini Ajeng. Kalau kamu mau mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi, maka kamu harus tenang dulu, Nak. Baru akik akan memberitahumu semua apa yang akik tahu.” Aku pun kemudian mengangguk mendengar penuturan Ki Joko, dan pria yang sudah sangat berumur itu kemudian menceritakan kepadaku kebenaran yang selama ini tidak aku ketahui dan bagaimana aku bisa menjadi pengantin Pangeran Dayu. “Jadi bapak selama ini kaya raya karena pe –pesugihan, Ki?” tanyaku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar, dan aku tidak bisa mempercayai semua ini. “Iya Ajeng, dan itu sudah bapakmu lakukan sejak lama, dan akiklah orang yang memberitahu bapakmu tentang Pangeran Dayu.” “Terus ibu? Apa ibu juga tahu dan mengikut apa yang bapak lakukan, Ki?” “Apakah pada saat pernikahanmu malam itu dengan Pangeran Dayu ibumu tidak hadir, Ajeng?” “Ibu, ibu … hiks hiks hiks. Aku benar-benar tidak bisa meneruskan kata-kataku bila mengingat wanita yang melahirkanku itu, dan aku pun akhirnya menghapus air mataku

    Last Updated : 2022-06-03
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 7 KEINGINAN KI JOKO DAN NI IMAH

    Nek Imah bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah memaksaku melepas pakaianku saat ini, tapi aku menolak.“Pokoknya Ajeng tidak akan melepas pakaian Ajeng, Ni!” tolakku.“Tolong Nak Ajeng, kalau kamu ingin terbebas dari Pangeran Dayu maka lakukan apa yang seperti ninik minta.”Mendengar apa yang Ni Imah katakan membuatku berpikir sejenak, dan aku akhirnya mau mengikuti keinginan Ki Joki dan Ni Imah dan itu aku lakukan hanya demi bisa terbebas dari pengeran setengah ular itu.Setelah memeriksa seluruh bagian tubuhku dan organ vitalku, Ni Imah kemudian memintaku untuk mengenakan kembali pakaianku, dan wanita yang sudah renta ini akhirnya memanggil suaminya lagi, dan kami bertiga duduk diam.Aku tidak tahu sebenarnya ada dengan Ki Joko dan Ni Imah. Bahkan, ketika ninik memeriksa organ vitalku, aku sebenarnya menolak dan merasa risih, tapi Ni Imah memaksaku dan itu dengan alasan yang sama, dan aku akhirnya menurut demi kebaikanku.“Sungguh beruntung kamu Ajeng, Pangeran Dayu tern

    Last Updated : 2022-06-03
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 8 APA YANG TERJADI PADAKU, KI?

    “Nak Ajeng ada apa, Nak. Apa kamu bermimpi buruk?” panggil Nek Imah.“Ni Imah?” ucapku sambil menatap wanita tua yang sedang duduk di sampingku.Aku yang masih binggung dengan semua yang terjadi kemudian berusaha untuk bangkit dan duduk, tetapi entah mengapa tubuhku terasa tidak bertenaga dan sangat lemah. Bahkan untuk menggerakkan tanganku pun terasa susah.“Nak Ajeng, jangan bangun dulu. Sekarang lebih baik Nak Ajeng beristirahat lebih dulu, ninik akan mengambilkan makanan untuk Nak Ajeng,” ujar Ni Imah.Wanita tua itu kemudian bangkit setelah mengatakan hal itu, tapi aku lalu menarik tangannya dan bertanya kepadanya apa yang terjadi padaku. Tapi Ni Imah tetap memintaku untuk beristirahat dan dia beserta suaminya akan menjelaskan nanti setelah aku pulih, dan aku hanya bisa menurut dengan kondisiku saat ini.Aku yang masih terbaring di tempat tidur hanya bisa mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi tak berselang berapa lama, Ki Joko dan Ni Imah masuk bersama ke dalam gubuk mereka ini.

    Last Updated : 2022-06-10
  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 9 RAMUAN BERBAU MENYENGAT

    “I –itu,” jawab Ni Imah terdengar ragu, “Sudah, tidak usah dipikirkan Nak Ajeng, biar ninik singkirkan dulu ramuan ini, nanti bila Nak Ajeng sudah tidak mual, nanti Nak Ajeng harus meminumnya,” lanjut Ni Imah terlihat berusaha mengalihkan pembicaraan.“Tapi, Ni Imah. Mengapa Ajeng harus meminumnya? Ramuan itu bau sekali dan Ajeng tidak mau meminumnya!” tolakku.“Nak Ajeng, dengarkan ninik dulu. Ramuan ini sengaja akik buat agar tubuh Nak Ajeng kembali seperti semula, dan Nak Ajeng bisa berjalan lagi. Jadi tolong di minum walau sedikit saja,” jawab Ni Imah.Aku yang tetap menolak akhirnya memalingkan wajahku, tapi Ni Imah dengan sabar menjelaskan kepadaku apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku tidak meminumnya dan itu membuatku takut.Aku tidak tahu apakah ramuan itu benar-benar berkhasiat atau tidak seperti apa yang dikatakan Ni Imah, dan bisa saja itu juga racun yang bisa membahayakan nyawaku. Karena aku tidak tahu terbuat dari apa ramuan itu, tapi bila aku tidak mencobanya bisa s

    Last Updated : 2022-06-10

Latest chapter

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 122 MEMILIH

    “Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 121 KEBENARAN

    “Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 120 BUKTI

    “Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 119 SIFAT KELUARGA INI

    Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 118 KEMARAHAN TUAN WISESA

    “Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 117 ORANG TUA NIRMALA

    “A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 116 WANITA YANG DIMAS CINTAI

    Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 115 KEPUTUSAN

    “Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 114 SEPERTI RUANG PERSIDANGAN

    Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status