Home / Thriller / PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU / BAB 6 KEBENARAN YANG SELAMA INI TIDAK AKU KETAHUI

Share

BAB 6 KEBENARAN YANG SELAMA INI TIDAK AKU KETAHUI

Author: List
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Begini Ajeng. Kalau kamu mau mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi, maka kamu harus tenang dulu, Nak. Baru akik akan memberitahumu semua apa yang akik tahu.”

Aku pun kemudian mengangguk mendengar penuturan Ki Joko, dan pria yang sudah sangat berumur itu kemudian menceritakan kepadaku kebenaran yang selama ini tidak aku ketahui dan bagaimana aku bisa menjadi pengantin Pangeran Dayu.

“Jadi bapak selama ini kaya raya karena pe –pesugihan, Ki?” tanyaku terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar, dan aku tidak bisa mempercayai semua ini.

“Iya Ajeng, dan itu sudah bapakmu lakukan sejak lama, dan akiklah orang yang memberitahu bapakmu tentang Pangeran Dayu.”

“Terus ibu? Apa ibu juga tahu dan mengikut apa yang bapak lakukan, Ki?”

“Apakah pada saat pernikahanmu malam itu dengan Pangeran Dayu ibumu tidak hadir, Ajeng?”

“Ibu, ibu … hiks hiks hiks.

Aku benar-benar tidak bisa meneruskan kata-kataku bila mengingat wanita yang melahirkanku itu, dan aku pun akhirnya menghapus air mataku dan mengatakan kepada Ki Joko bahwa ibu ada dalam acara itu.

“Jadi ibumu juga hadir, Ajeng?” tanya Ki Joko terkejut.

“Iya Ki, ibu hadir dalam acara itu. Tapi yang membuat Ajeng heran, ibu awalnya menangis melihat Ajeng akan menikah dengan Pangeran Dayu, tapi setelah itu ibu terlihat bahagia. Bahkan, ibu juga tersenyum melihat Ajeng menikah dengan Pangeran Dayu,” jelasku.

“Itu karena ibumu dalam pengaruh Pangeran Dayu, Ajeng. Kamu pun juga begitu.”

“Maksud Kakek?” tanyaku binggung.

“Selama acara utama pernikahanmu dengan Pangeran Dayu, dia membuatmu tidak sadarkan diri, Ajeng. Sehingga kamu menurut kepadanya dan tidak akan ingat dengan apa yang dia lakukan selama acara itu.”

“Me –memangnya apa yang dia lakukan kepadaku, Ki?”

Ada kengerian di dalam hatiku ketika aku menanyakan hal itu kepada Ki Joko, dan pria tua yang ada di hadapanku saat ini kemudian menatap istrinya, dan istrinya kemudian mengangguk.

“Dalam acara utama itu, kalian di mandikan air kembang dari aliran air yang ada di goa itu, kemudian dia—,” jelas Ki Joko terlihat ragu untuk melanjutkan apa yang dia katakan. Bahkan Ki Joko juga sempat menatap istrinya lagi.

“Dia apa, Ki?” tanyaku penasaran.

“Dia menunjukkan wujud aslinya dan menikahi kamu dengan cara bangsanya, Ajeng.”

Aku yang tidak mengerti maksud ucapan dari Ki Joko kemudian bertanya secara detail proses pernikahan itu dan betapa terkejutnya aku ketika akik menjelaskan semuanya kepadaku, dan wujud Pangeran Dayu sebenarnya.

Karena seingatku pada saat acara pernikahan itu setelah menatap mata dari Pangeran Dayu, dia terlihat sebagai sosok pria yang sangat tampan dan sempurna. Bahkan wujud ular seperti yang akik katakan tidak ada, dan dia sama seperti manusia pada umumnya.

“Nak Ajeng, selain acara utama itu. Apakah kamu dan Pangeran Dayu sudah melakukan berhubungan suami istri?” tanya kakek tiba-tiba, dan itu mengejutkanku.

“Ma –maksud, Akik?”

“Maksud akik, apakah kalian sudah melakukan hubungan layaknya suami istri di kamar pengantin setelah acara utama pernikahan itu?,” jelas Ki Joko mengulangi pertayaannya.

“Ajeng tidak tahu, Ki. Karena seingat Ajeng setelah menatap Pengeran Dayu, Ajeng hanya ingat Ajeng menikahi pria tampan. Setelah itu tidak ingat apa- apa sampai Mas Budi menemui Ajeng di dalam kamar.”

“Budi menemuimu di dalam kamar? Kamar pengantin?” tanya Nek Imah tiba-tiba.

Aku hanya tercengang mendengar pertanyaan Nek Imah. Bagaimana bisa Nek Imah bilang itu kamar pengantin, tetapi setelah aku ingat-ingat lagi. Kamar yang aku tempati untuk ganti baju itu memang terlihat seperti kamar pengantin.

“Ni, cepat periksa tubuh Ajeng, akik akan tunggu di luar,” ucap Ki Joko tiba-tiba, dan itu membuatku binggung dan juga merasa aneh.

“Memeriksa tubuhku? Memangnya ada apa dengan tubuh Ajeng, Ki?” tanyaku sambil menatap Ni Imah dan Ki Joko.

“Ni, mengapa Ni Imah harus memeriksa tubuh Ajeng?” tanyaku penasaran ketika dua orang tua yang ada di hadapanku itu tidak langsung menjawab pertanyaanku, dan itu membuatku semakin binggung dan juga panik.

Related chapters

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 7 KEINGINAN KI JOKO DAN NI IMAH

    Nek Imah bukannya menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah memaksaku melepas pakaianku saat ini, tapi aku menolak.“Pokoknya Ajeng tidak akan melepas pakaian Ajeng, Ni!” tolakku.“Tolong Nak Ajeng, kalau kamu ingin terbebas dari Pangeran Dayu maka lakukan apa yang seperti ninik minta.”Mendengar apa yang Ni Imah katakan membuatku berpikir sejenak, dan aku akhirnya mau mengikuti keinginan Ki Joki dan Ni Imah dan itu aku lakukan hanya demi bisa terbebas dari pengeran setengah ular itu.Setelah memeriksa seluruh bagian tubuhku dan organ vitalku, Ni Imah kemudian memintaku untuk mengenakan kembali pakaianku, dan wanita yang sudah renta ini akhirnya memanggil suaminya lagi, dan kami bertiga duduk diam.Aku tidak tahu sebenarnya ada dengan Ki Joko dan Ni Imah. Bahkan, ketika ninik memeriksa organ vitalku, aku sebenarnya menolak dan merasa risih, tapi Ni Imah memaksaku dan itu dengan alasan yang sama, dan aku akhirnya menurut demi kebaikanku.“Sungguh beruntung kamu Ajeng, Pangeran Dayu tern

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 8 APA YANG TERJADI PADAKU, KI?

    “Nak Ajeng ada apa, Nak. Apa kamu bermimpi buruk?” panggil Nek Imah.“Ni Imah?” ucapku sambil menatap wanita tua yang sedang duduk di sampingku.Aku yang masih binggung dengan semua yang terjadi kemudian berusaha untuk bangkit dan duduk, tetapi entah mengapa tubuhku terasa tidak bertenaga dan sangat lemah. Bahkan untuk menggerakkan tanganku pun terasa susah.“Nak Ajeng, jangan bangun dulu. Sekarang lebih baik Nak Ajeng beristirahat lebih dulu, ninik akan mengambilkan makanan untuk Nak Ajeng,” ujar Ni Imah.Wanita tua itu kemudian bangkit setelah mengatakan hal itu, tapi aku lalu menarik tangannya dan bertanya kepadanya apa yang terjadi padaku. Tapi Ni Imah tetap memintaku untuk beristirahat dan dia beserta suaminya akan menjelaskan nanti setelah aku pulih, dan aku hanya bisa menurut dengan kondisiku saat ini.Aku yang masih terbaring di tempat tidur hanya bisa mengingat-ingat apa yang terjadi. Tapi tak berselang berapa lama, Ki Joko dan Ni Imah masuk bersama ke dalam gubuk mereka ini.

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 9 RAMUAN BERBAU MENYENGAT

    “I –itu,” jawab Ni Imah terdengar ragu, “Sudah, tidak usah dipikirkan Nak Ajeng, biar ninik singkirkan dulu ramuan ini, nanti bila Nak Ajeng sudah tidak mual, nanti Nak Ajeng harus meminumnya,” lanjut Ni Imah terlihat berusaha mengalihkan pembicaraan.“Tapi, Ni Imah. Mengapa Ajeng harus meminumnya? Ramuan itu bau sekali dan Ajeng tidak mau meminumnya!” tolakku.“Nak Ajeng, dengarkan ninik dulu. Ramuan ini sengaja akik buat agar tubuh Nak Ajeng kembali seperti semula, dan Nak Ajeng bisa berjalan lagi. Jadi tolong di minum walau sedikit saja,” jawab Ni Imah.Aku yang tetap menolak akhirnya memalingkan wajahku, tapi Ni Imah dengan sabar menjelaskan kepadaku apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku tidak meminumnya dan itu membuatku takut.Aku tidak tahu apakah ramuan itu benar-benar berkhasiat atau tidak seperti apa yang dikatakan Ni Imah, dan bisa saja itu juga racun yang bisa membahayakan nyawaku. Karena aku tidak tahu terbuat dari apa ramuan itu, tapi bila aku tidak mencobanya bisa s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 10 RAMUAN PENYEMBUH

    Ki Joko dan Ni Imah kemudian saling memandang satu sama lain, dan Ni Imah lalu mengangguk kepada suaminya.“Itu ramuan penyembuh yang sengaja akik buat untukmu, Nak Ajeng.” Jelas Ki Joko.“Ramuan penyembuh?” ucapku terkejut.Ki Joko kemudian menjelaskan kepadaku mengapa dia memberiku ramuan itu, dan itu untuk memulihkan kondisiku seperti semula, dan yang paling membuatku tercengang dari perkataan Ki Joko adalah, pria tua renta itu tahu tentang mimpiku sebelum aku terbangun hingga aku bisa jadi seperti ini.“Jadi semua ini karena ulah Pangeran Dayu, Ki?”“Iya, Nak Ajeng. Karena kamu adalah pengantinnya dan dia sedang mencarimu saat ini,” jawab Ki Joko.Mendengar Ki Joko mangatakan hal itu, rasa takut mulai menghinggapiku. Bagaimana bila pengeran setengah ular itu bisa menemukanku. Apakah dia akan membawaku lagi? Ataukah?“Ki, apa Pangeran Dayu akan menangkapku dan membawaku lagi bila menemukanku di tempat ini? Apa aku akan menjadi pengantinnya lagi bila aku tertangkap?” tanyaku penasar

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 11 BANGKAI ULAR

    "Nak Ajeng," panggil Ni Imah mengejutkanku. Aku yang masih terpaku dengan apa yang ada di depanku, akhirnya menoleh ke arah wanita yang sudah memanggilku dan mata Ni Imah langsung tertuju pada benda yang aku lihat tadi, lalu memandangku. "Ba –bagaimana bisa Nak Ajeng sampai ke tempat ini? Siapa yang membantumu, Nak?" "Ajeng jalan sendiri, Ni.""Jalan sendiri?" ucap Ni Imah dengan mata melebar. Aku hanya mengangguk mendengar apa yang Ni Imah ucapkan, dan tak lama wanita tua itu langsung menghampiriku dan mengajakku pergi dari tempat itu. "Tunggu dulu, Ni. Boleh Ajeng tanya sesuatu?" tolakku. Ni Imah yang berdiri di sampingku hanya diam menatapku, dan aku lalu bertanya kepadanya tentang apa yang baru saja aku lihat. "Itu hanya akar-akaran saja yang direbus akik, Nak Ajeng.""Tapi, Ni. Ajeng tadi seperti melihat ular yang mati di sebelah kuali yang berisi air itu, dan air dalam kuali itu baunya seperti ramuan yang akik berikan kepada Ajeng," sanggahku sambil menatap wanita tua yan

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 12 DARAH ULAR

    Ki Joko dan Ni Imah hanya diam dan saling menatap ketika aku bertanya tentang ramuan yang ada di tanganku saat ini. Tapi Ki Joko lalu mendekatiku dan duduk di sampingku. "Mengapa Nak Ajeng menanyakan hal itu? Apa ada yang salah dengan ramuan yang akik buat, Nak Ajeng?" tanya Ki Joko. "Hmmm ... itu. Tadi Ajeng melihat bangkai ular di dekat kuali di dapur yang terdapat aroma seperti ramuan ini, Ki." Jelasku dengan perasaan tak karuan. "Bangkai ular?" tanya Ki Joko dengan wajah tak bisa aku artikan. Bahkan pria tua itu juga terlihat sambil melirik istrinya. "I –iya, Ki. Tadi Ajeng melihatnya di sana, tapi setelah Ni Imah datang. Bangkai ular itu anehnya tidak ada lagi," jelasku sambil sesekali menatap Ni Imah. Mendengar apa yang aku katakan, Ki Joko tidak langsung menjawabku lagi. Tapi dia melihat istrinya sambil menghela napas, dan Ni Imah kemudian aku mengangguk, dan itu membuatku semakin binggung dan juga penasaran dengan apa yang mereka sembunyikan. "Apa Nak Ajeng benar-benar i

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 13 MINUM ATAU TIDAK?

    "Sudah, Nak Ajeng. Lebih baik Nak Ajeng beristirahat dulu saja seperti apa yang akik katakan," sela Ni Imah. "Tidak, Ni. Ajeng tidak akan beristirahat sampai akik dan ninik memberitahu Ajeng. Kalau tidak lebih baik Ajeng mati saja!" ancamku. "Nak Ajeng!" bentak Ki Joko dan Ni Imah bersamaan. "Kalau memang Nak Ajeng ingin mati, mengapa dulu Nak Ajeng melarikan diri dari Pangeran Dayu? Dengan begitu kami tidak perlu susah-susah menyembunyikan dan menyembuhkan Nak Ajeng!" ucap Ki Joko tanpa memandangku, lalu keluar. Aku yang terkejut dengan apa yang baru saja Ki Joko ucapkan hanya bisa membeku. Karena aku tidak menyangka reaksi Ki Joko akan seperti itu, dan itu membuatku merasa bersalah dan menyesal mengatakan hal seperti tadi. "Nak Ajeng maafkan akik ya, Nak. Akik tadi bukan bermaksud berkata kasar kepada Nak Ajeng, tapi akik dan ninik hanya ingin Nak Ajeng cepat sembuh dan kembali pulih," ucap Ni Imah membubarkan lamunanku. "I –iya, Ni. Ajeng juga minta maaf sudah mengecewakan ni

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 14 BERTEMU IBU

    "I –ibu? Ibu ada di sini?" ucapku sambil menatap wanita yang sudah membangunkanku."Iya, Ajeng. Ini ibu dan ibu datang ke sini untuk menemuimu, Nak." Jawab ibu yang kini sudah duduk di tepi tempat tidurku. Aku yang masih tidak percaya bertemu dengan ibu sejak pertemuan terakhir kami di goa Pangeran Dayu hanya bisa membeku menatap wanita yang sudah melahirkanku itu, dan aku lalu bangun dan langsung memeluknya. "Ibu, Ajeng kangen." Ucapku sambil mengeratkan pelukanku pada wanita yang sangat aku sayangi ini, dan tak terasa bulir bening di mataku ini akhirnya ikut jatuh ketika aku meluapkan semua rasa rinduku selama ini. Ibu yang sedang aku peluk pun memelukku dengan hangat seperti biasanya, dan aku tidak berhenti-hentinya bersyukur bisa bertemu ibu kembali. Setelah melepaskan semua rasa rinduku, aku kemudian memandang ibu untuk beberapa saat dan ibu saat ini terlihat seperti biasanya dan terlihat bahagia. "Bu, boleh Ajeng bertanya sesuatu?" tanyaku sambil memegang tangan ibu. "Apa

Latest chapter

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 122 MEMILIH

    “Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 121 KEBENARAN

    “Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 120 BUKTI

    “Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 119 SIFAT KELUARGA INI

    Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 118 KEMARAHAN TUAN WISESA

    “Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 117 ORANG TUA NIRMALA

    “A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 116 WANITA YANG DIMAS CINTAI

    Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 115 KEPUTUSAN

    “Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 114 SEPERTI RUANG PERSIDANGAN

    Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b

DMCA.com Protection Status