“Sempurna.” Dia tidak berkata sepatah kata apa pun, dia hanya mengambil tabletnya dan mulai mengetik sesuatu di sana.“Hei,” Ujar Emma. “Bukankah itu Caleb Kurniawan dari Perusahaan Kurniawan di bidang teknologi? Apa yang dilakukannya dengan Ava? Apakah dia mengenalnya?Aku melihat ke arah pandangannya. Pria muda yang bersama Ava, pantas saja dia terlihat familiar. Perusahannya didirikan sekitar dua tahun yang lalu. Dia adalah pemimpin termuda dan sudah menorehkan namanya di dunia bisnis. Dalam usia dua puluh tahun, dia sudah sukses. Teknologinya menjadi popular dan dia menjadi sorotan orang-orang. Aku benar-benar terpojok. Aku khawatir dia akan menggantikan posisiku sebagai pengusaha nomor satu di negara ini. Bocah itu sudah membuat pengusaha yang lainnya kewalahan. “Oh, iya. Beliau adalah salah satu penerima dari Yayasan Harapan. Dia adalah yatim piatu dan Ava menaunginya. Dia juga yang sadar kalau Caleb adalah jenius dalam teknologi. Dia mendorongnya untuk mengasah bakatnya. Keti
“Beraninya kamu!” Suara penuh amarah Ava terdengar. Brenda mencibir, seperti dia ada hal yang penting untuk dilakukan. “Bukan salahku bahwa dia tidak melihat langkahnya. Gaun ini edisi terbatas yang sangat mahal dan anak sialan ini hampir menghancurkannya dengan mencipratkan jus di atasnya.”Brenda dan Ava tidak pernah akur. Aku tahu dia dirundung di sekolah dan Brenda-lah perundungnya yang terparah. Anak kecil yang mereka bicarakan berlindung di balik Ava. Umurnya tidak lebih dari lima tahun. Dia cantik dengan gaun berwarna pink, wajah yang berbentuk hati, bibir penuh dan rambut panjang tergerai di bahunya. Aku bisa membayangkan memiliki gadis kecil dengan mewarisi mataku dan rambut cokelat Ava. Aku membeku di tempatku. Apa-apaan? Pikiran dari mana itu? Aku menggelengkan kepalaku dan menepis pikiran itu. Aku terfokus pada Ava. Sepertinya Ava akhirnya memberinya pelajaran. “Apakah kamu becanda? Benar-benar merupakan alasan bodoh untuk menyakiti anak kecil, saat kita ada di sini ka
“Memberitahumu apa?”“Segalanya. Mengenai Yayasan Harapan dan fakta bahwa kamu tidak kesulitan uang. Mengapa kamu membiarkan kami untuk merendahkanmu?”Dia mendengus sebelum berbalik untuk menatapku. “Lalu, kapan seharusnya aku memberitahumu? Kamu bahkan tidak mau di sekitarku dan melakukan segala cara untuk memastikan kita tidak akan bersama untuk waktu yang lama.”Aku menatap manik matanya dalam-dalam. Ada yang baru di sorotan matanya. Sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Ada juga yang hilang darinya. Dia melanjutkan dan menatap ke taman luar. “Selain itu, apakah kamu akan tertarik? Sejauh yang kuingat, kamu tidak memedulikan apa pun menyangkut aku.”Pandanganku melayang ke orang-orang yang berjalan masuk dan keluar ke taman. Dia benar. Aku bersikap dingin padanya. Aku mewajarkan bahwa aku tidak perlu memedulikan wanita yang telah menghancurkan hidupku. Aku membenci Ava dan menunjukkannya lewat bagaimana aku memperlakukannya selama bertahun-tahun. Aku selalu menyombongkan bahwa aku a
Ava. Kakiku terasa pegal dan aku benar-benar ingin segera berendam di bathub sebelum tidur. Kami sudah merencanakan pesta ini selama beberapa minggu. Awalnya aku berencana untuk tidak datang. Seharusnya seperti biasanya, Maria-lah yang akan mewakiliku. Setelah kesedihanku memuncak di dapur hari ini, aku memutuskan ini saatnya berhenti bersembunyi. Maria sangat senang ketika kubilamg padanya bahwa aku akan menghadiri pesta makan malam itu. Selama lima tahun, identitasku dirahasiakan. Bukan karena aku takut orang-orang mengetahuinya, tetapi aku hanya ingin hidup tenang.Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian. Aku tidak ingin orang-orang secara tiba-tiba berlaku baik padaku hanya karena aku orag kaya. Namun karena sekarang aku sudah tidak merahasiakannya lagi, aku tahu siapa yang tulus dan siapa yang tidak. Maksudku, astaga. Sudah ada beberapa orang malam ini yang bersikap baik padaku. Mereka yang sebelumnya merendahkan serta memperlakukanku seperti sampah, hanya karena menurut merek
Dia menatapku, lalu matanya melebar. “Ada yang berubah.”“Apa maksudmu?” Tanyaku sembari mencoba menyembunyikan senyumku. “Ada yang berbeda darimu, kulihat darimu...Apa ya? Apa yang berubah?”“Aku tidak tahu. Mungkin saja karena aku sudah lelah hidup dalam kepahitan atau mungkin karena aku sudah tidur dengan Ethan,” aku mengusap daguku sambil berpikir. “Pasti karena pilihan yang kedua.”“Apa?!” Teriaknya, membuat pandangan orang-orang teralihkan pada kami. Aku tertawa karena raut mukanya begitu lucu. “Kamu sudah tidur dengan Ethan?” Dia mengulangi perkataanku, seperti dia tidak bisa mencerna apa yang kubilang padanya. “Iya,” aku tersenyum miring ketika mengingatnya. “Beberapa kali, sebenarnya.”“Yang kamu maksud dengan beberapa kali ini mana yang kamu maksud, dalam satu malam atau lebih dari satu malam?”Aku tidak bisa menahan tawaku. “Maksudku adalah beberapa kali setiap malamnya untuk beberapa hari.”Rahangnya meganga sebelum akhirnya bibirnya tersenyum dan dia tertawa padaku sec
Dia juga memperingatiku untuk tidak lengah. Dia berkata bahwa hanya karena pelakunya mati, bukan berarti bahaya berhenti mengintai.“Ibu tahu sayang. Pestanya sangat meriah, akan Ibu kirimkan fotonya,” aku berhenti sejenak. “Teman-temanmu juga menitip salam padamu.”Kami selalu pergi ke rumah-rumah yayasan bersama Noah setiap Sabtu. Dia bergaul dengan anak-anak di sana, bahkan pada anak yang lebih tua. Mereka semua mencintai Noah dan menanyainya hari ini.“Apakah Kurniawan di situ?” Tanyanya dengan antusias.“Iya, dia di sini. Sudah Ibu beri nomor nenekmu padanya, dia berkata akan segera meneleponmu.”Caleb dan Noah memiliki hubungan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Caleb menganggap Noah sebagai adik kecilnya dan sebaliknya. Meskipun umur mereka berbeda jauh, mereka sangatlah dekat. Mereka berdua bisa berbincang-bincang selama berjam-jam. “Asik!” Teriaknya. “Aku sudah merindukannya.”“Dia juga merindukanmu.” Aku tersenyum, meskipun dia tidak bisa melihatnya. “Baiklah, Ibu. Sudah
Rowan. Aku melihat Emma pergi dari tempatnya. Aku seharusnya tidak memikirkannya jika bukan karena dia keluar beberapa menit setelah Ava. Instingku mengatakan untuk mengikutinya. Aku tidak bisa melupakan apa yang dikatakan Ava mengenai Emma. Hal it uterus berputar di benakku dan aku membutuhkan jawaban. Apalagi setelah mengetahui perilaku Emma. Antusiasme yang dia tunjukkan saat datang ke sini sirna sudah. Aku bertaruh, pastilag karena soal yayasan dan Ava. Bahwa Ava bukanlah pecundang seperti yang dipikirkan olehnya. Semuanya tidak masalah dengan hal itu, kecuali dengannya. Gabriel sudah mengajak beberapa wanita untuk berdansa. Travis meskipun terlihat memandang Ruby dengan sedih, tetapi dia terlihat baik-baik saja berada di sini. Apalagi setelah Ruby kembali ke meja kami. Aku berdiri secara perlahan. Aku tidak mengatakan apa pun ketika yang lain menatapku dengan aneh. Aku berjalan ke luar dan mendapati Ava dan Emma yang berhadap-hadapan. Mereka terlihat fokus satu sama lain, a
“Dia tidak akan pernah mengetahuinya. Kamu tahu mengapa? Sebab dia akan memercayai apa pun yang kukatakan padanya. Itulah seberapa dia memercayaiku. “Kepercayaan yang kamu rusak beribu kali,” Ava menghela nafas. “Rowan adalah orang yang paling kubenci dan aku dengan senang hati akan mendorongnya ke jurang atas apa yang dilakukan padaku, tetapi dia tidak pantas dibutakan oleh wanita yang dia cintai. Wanita yang begitu dicintainya selama bertahun-tahun. Tidak adil bagi dia.”Setelah itu dia mencoba berjalan menjauh lagi, tetapi tangannya ditahan oleh Emma lagi. “Biarkan aku pergi atau aku bersumpah pengawalku akan menendangmu keluar seperti yang kulakukan pada Christine dan Brenda.” Kata Ava dengan nada tegas. Aku keluar dari persembunyianku. Ini waktunya bagiku dan Emma membicarakan ‘hal kecil’. “Tidak perlu. Aku berjanji aku yang akan mengurusnya.”Mereka berdua berbalik ke arahku. Ava melepaskan dirinya dari cengkraman Emma dan pergi secepat mungkin. Emma membeku. Terlihat seperti
Sepanjang makan malam kami habiskan dalam diam. Dia memang harus minta maaf padaku, tapi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Kalau aku harus jujur, aku tidak pernah mengira kalau Gabriel akan minta maaf padaku. Jadi, saat melihatnya melakukannya dengan tulus, aku dibuat tidak bisa berkata-kata. Kami selesai makan malam dan menelepon layanan kamar untuk kemari membereskan piring-piring kami. “Aku mau tidur. Apakah kamu perlu sesuatu sebelum aku tidur?” tanyaku begitu piring-piring sudah dibereskan dan karyawan hotel sudah meninggalkan kamar kami. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa panik saat berpikir akan berbagi kamar dengan Gabriel, tapi mabuk udaraku menenggelamkan kecemasanku. “Aku juga mau tidur. Aku benar-benar lelah.”Aku menahan gelombang kepanikanku. Kupikir, aku akan tidur sebelum dirinya seperti biasanya. Hal itu akan memberiku waktu untuk rileks dan beristirahat sebelum dia bergabung dengan diriku. Aku sudah berpikir akan sudah tertidur saat dia memutuskan untuk ke ra
“Kamar mandi sudah kosong,” ujarku pada Gabriel ketika aku melangkah ke ruang tengah. “Aku sudah memesan makanan, silahkan makan tanpa menungguku.” Dia lalu berjalan melewatiku dan memasuki kamar mandi. Rasanya aneh kalau makan tanpa dirinya, dan aku juga tidak lapar. Jadi, aku mengambil ponselku dan memeriksa surel yang masuk, dan memikirkan apa saja yang dibutuhkan untuk besok. Aku tidak perlu menunggu lama, sebab kurang dari sepuluh menit kemudian, Gabriel sudah keluar dari kamar dengan kaus rumah dan celana panjang. “Kamu belum makan?” tanyanya sambil mengangkat alisnya saat menatap ke makanan.“Rasanya aneh kalau makan tanpa dirimu, padahal kamu yang memesan ini semua buat kita.”Dia menyeret kursinya dan mulai membuka makanan itu. Setelah mengambil beberapa porsi kecil, aku mulai makan. Aku sangat lelah meskipun sudah tidur di pesawat. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kasur. Aku memang menolak untuk tidur bersama Gabriel, tapi sekarang aku tidak bisa berhenti memikirkanny
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern
“Hana?” panggilnya. “Oh, maaf. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri tadi.” Aku lalu menggelengkan kepalaku untuk menepis pemikiranku. “Ya, aku sudah selesai berkemas.”“Baguslah, ayo pergi.”Sejam kemudian, kami sudah duduk di jet pribadi Gabriel. Tapi kali ini, aku menemaninya untuk menandatangani sebuah kesepakatan bisnis. “Apakah segalanya baik-baik saja? Apakah kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa memanggil pelayan untuk membawakanmu apa pun yang kamu inginkan,” ujar Gabriel begitu jetnya lepas landas. Lihat apa yang kumaksud? Dia sangat perhatian. Di pernikahan pertama kami, dia tidak seperti ini. Aku tidak mengingat apa yang dilakukan Gabriel pernah menorehkan senyuman padaku. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dia tidak pernah memikirkan apa yang kubutuhkan atau kuinginkan. Dia tidak pernah peduli apakah aku nyaman atau tidak. Dia tidak pernah peduli apakah aku hidup atau tidak. Dia hanya benar-benar tidak memedulikanku. Tapi sekarang sudah berbeda, itulah mengapa aku merasa ru
“Apakah Ibu benar-benar harus pergi?” tanya Lilly dengan pandangan yang berganti-ganti ke arahku dan koper yang terbuka di kamarku. Aku benci persiapan di menit-menit terakhir, tapi kami benar-benar sibuk di kantor selama beberapa hari terakhir ini, jadi setiap kali aku sampai di rumah, yang bisa kupikirkan hanyalah tidur. Kakiku sangat pegal dan aku tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal selain makan dan tidur. “Ya,” balasku dengan lembut. “Ada sebuah kesepakatan penting dan ayahmu harus di sana untuk menandatanganinya ...”“Aku tidak paham mengapa aku tidak boleh ikut dengan Ibu? Aku mau melihat bagaimana cara Ayah melakukannya, cara dia menyetujui sebuah kesepakatan.”Aku tengah melipat sepotong pakaian terakhir, sebuah blus satin berwarna biru sebelum memasukkannya bersamaan dengan baju yang lainnya. Setelah selesai, aku menutup koperku sebelum menaruhnya di lantai.“Kamu pasti paham kalau kamu tidak boleh ikut,” jawabku sambil duduk di kasur. “Kenapa tidak?”“Karena kamu mas
Pernahkah kalian dibuat kehilangan kata-kata oleh perkataan seseorang? Seolah mereka membuatmu tidak bisa mengucap sepatah kata pun dan merasa bodoh di waktu yang sama? Itulah apa yang diperbuat oleh perkataannya padaku. Aku benar-benar membeku mendengar perkataannya sampai aku merasa merinding. Aku melihat sorot mata dan mendengar nada suaranya. Dia benar-benar serius dan baru saja melontarkan sebuah janji. Sebuah janji yang mau dipenuhinya. Apa yang kalian katakan pada situasi seperti ini? Bagaimana kalian menjawabnya? Apa jawaban kalian?Sisi dirinya ini benar-benar asing bagiku. Beri aku Gabriel yang arogan, egois, kasar dan yang suka menyakitiku, maka aku akan tahu bagaimana cara menanganinya. Tapi, sisi dirinya yang ini? Aku sama sekali buta akan sisi yang ini. Aku tidak tahu apa-apa soal bagaimana cara untuk berurusan atau menanganinya. Aku menyetujui pernikahan ini dengan tujuan yang jelas. Aku tahu apa yang sedang kuperbuat. Aku sudah bersiap untuknya, tapi sekarang, dia su
Dia berjalan ke arah bar kecil di pojok kantornya dan mengambil satu pak es serta menyelimutinya dengan handuk sebelum kembali ke arahku. Dengan lembut, dia meraih tanganku dan menempatkan es itu di atasnya. “Apakah sakit?” tanyanya dengan begitu lembut, sampai aku hampir tidak mendengarnya.“Sedikit.”“Aku tidak mengira kalau kamu akan berani untuk meninju seseorang.”Aku tertawa, sebab aku juga tidak mengira aku akan seberani itu. “Aku sudah tidak tahan lagi dan langsung beraksi tanpa berpikir lagi. Maafkan aku, sebab aku membuatmu dalam masalah. Seharusnya aku tidak meninju dia. Perilaku itu tidak menunjukkan citra diri dari seorang istri bos dengan baik.”Dia mendekatkan dirinya dan menatap intens ke mataku. “Jangan pernah minta maaf untuk membela dan mempertahanku dirimu sendiri, Hana. Kamu itu istriku, biarkan mereka tahu bahwa kamu bukanlah orang yang bisa sembarangan diinjak-injak.”“Aku tidak paham. Apakah kamu tidur dengannya?” Aku menyemburkan pertanyaan itu secara tiba-ti