Apa yang kurasakan lebih dari nafsu. Ini lain. Aku merasakan sesuatu yang lebih kuat. "Lepaskan tanganmu dariku!" Teriaknya tapi aku tetap tidak melepaskannya. Sebaliknya aku mendekat ke arahnya sambil memperhatikan perutnya yang membesar. Dia mencoba mendorongku menjauh, tapi aku kuat. Dia tidak bisa menggerakkanku. Bukan hanya karena aku lebih kuat darinya, tapi karena aku tidak bisa melepaskan diri darinya meskipun aku menginginkannya. Dia merasa sempurna dalam pelukanku. Aku bisa tinggal bersamanya seperti ini selamanya. “Tidak mungkin, Ava. Kenapa aku harus melakukannya padahal ini adalah tempat yang aku inginkan darimu? Kamu milikku." “Apa yang kamu bicarakan? Aku bukan milikmu. Aku tidak pernah menjadi milikmu. Sekarang biarkan aku pergi sebelum Noah menemukan kita seperti ini dan mengira kita akan kembali bersama!” “Noah akan senang. Tentang hal yang lain, kamu akan selalu menjadi milikku dan aku tidak akan membiarkanmu melacur pada pria lain saat kamu menjadi milikku.”
Hai pembaca terkasih. Aku ingin pertama-tama mengucapkan terima kasih pada dukungan kalian semua. Kasih yang kalian tujukan pada buku ini sungguh luar biasa. Buku ini tidak akan ada tanpa cinta dan dukungan kalian. Terima kasih untuk gemstones, komen, dan ulasan
Gabriel. Aku mengerang nikmat ketika menyemburkan cairanku di punggungnya. Inilah yang kubutuhkan. Cara satu-satunya yang kutahu untuk menenangkan diri. “Kapan kita akan melakukannya lagi? Besok?” Tanyanya dengan berbinar-binar. Dia terlihat begitu rileks. Sepertinya dia juga membutuhkan ini sepertiku. Aku membantunya membersihkan cairanku di punggungnya, tetapi aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu aturannya. Aku meneleponnya dan dia setuju, tidak sebaliknya. Seperti yang kukatakan, dia tahu peraturannya. Dia tidak menghabiskan malam bersamaku atau yang lainnya. Kami tidak lebih dari teman tidur. “Gabriel?”Aku tidak suka ketika dia memanggilku dengan nama lengkapku. Sebab, namaku berarti malaikat dan aku malah kebalikan dari malaikat. “Diamlah. Bukan kamu yang memutuskan. Kita akan melakukan ini berdasarkan keputusanku,” geramku merasa kesal pada pertanyaannya. Aku melihat rasa sakit terlintas di matanya. Aku mengabaikannya. Dia tahu pasti apa yang akan terjadi keti
Aku menuruni tangga ketika kulihat dia limbung di pintu depanku. “Rowan? Apa-apaan ini?” Aku bertanya sambil membantunya berdiri, menopang berat badannya. Dia mabuk. Itu bukanlah tebakan yang sulit. Dia biasanya menghindari minum terlalu banyak karena apa yang terjadi. Saat ini segalanya tampak berbeda. Itu membuatku khawatir karena terakhir kali dia mabuk sebanyak ini adalah saat masa kelamnya. Aku membantunya duduk lalu mengambil milikku di sampingnya.“Apa yang terjadi, Ro?” Aku bertanya dengan cemas. "Kamu benar. Sialan, seperti biasa a-aku...” dia tergagap. “Aku membuat kesalahan besar. Bagaimana aku bisa memperbaiki apa yang aku hancurkan dengan tanganku sendiri?” Aku merasakan sakit dalam suaranya dan itu membunuh aku. Aku mencintai adikku lebih dari apa pun. Ketika dia menderita, aku ikut menderita bersamanya. Aku akan melakukan apa pun untuk menghilangkan rasa sakitnya. Sakit hatinya. Tapi aku tahu aku tidak bisa. Lagipula tidak juga. “Jelaskan kepada aku mengapa menurut
Rowan. Mataku seketika terbelalak. Cahaya yang terang menyambar wajahku dan kepalaku terasa seperti sehabis dipukul menggunakan pasak besi, aku pening! Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari di bahwa aku berada kamarku, di rumah Gabriel. Lumrah untuk kami berdua, aku memiliki kamar di rumahnya, begitu pula sebaliknya.Aku pun bangkit dan menuju ke kamar mandi sambil mengeluh penuh rasa sakit. Melangkah ke shower yang telah aku nyalakan, aku bersandar pada dinding kamar mandi yang dingin dan berusaha menata pikiranku yang kacau. Sialnya, aku tak begitu ingat mengenai hal yang terjadi semalam kecuali saat mabuk.Kacau! Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata, aku menaruh perasaan pada Ava sejak semula tetapi tidak aku sadari?Setelah memahami kekacauan yang terjadi, aku bergegas menuju kelab. Walaupun jarang sekali aku mabuk, dan semenjak Noah lahir, aku berjanji untuk tidak minum berlebihan, paling hanya satu hingga dua gelas saja. Namun kemarin benar-benar sebuah pengecualian, ak
“Sejujurnya aku tidak berharap berada di posisimu,” Gabriel bersiul dan aku menatapnya tajam. “Namun, kamu masih tidak menjawabku. Aku ingin mengetahui kapan itu terjadi. Kapan kamu mencintainya?”"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menentukan waktu pastinya. Mungkin itu terjadi saat kami masih menikah, atau mungkin baru saja terjadi. Yang aku tahu hanyalah aku mencintainya sekarang.” Aku menyisir rambutku dengan tanganku. Aku frustrasi dan sangat takut. Sungguh saat yang buruk untuk menyadari bahwa Anda mencintai seseorang! “Aku pikir kamu memang mencintainya. Mungkin terjadi setelah Noah lahir. Aku juga berpikir kamu tidak membiarkan dirimu mencintainya karena kamu menyimpan kenangan tentang Emma. Dia adalah cinta pertamamu, jadi kamu berasumsi dia adalah cinta sejatimu. Kamu tidak bisa hidup dengan seseorang selama sembilan tahun dan tidak merasakan apa pun terhadapnya. Aku kenal kamu, Ro. Kamu bahkan tidak akan menyentuhnya jika kamu tidak merasakan sesuatu padanya.” “Seks adalah pr
Ava. “Bagaimana kabarmu?” Tanya Ibu melalui telepon. “Terus, bagaimana janinmu dan Noah?”Sekali lagi mereka berada di luar negeri untuk pertemuan bisnis. Bagiku, tidak mengherankan jika mereka memiliki jet pribadi karena Rowan juga memilikinya. Dia punya sendiri dan ada juga keluarga. Aku belum pernah menggunakan miliknya. Belum pernah masuk ke dalamnya. Mungkin karena kami jarang jalan-jalan bersama. Ketika kekayaanku melonjak tinggi, aku berpikir untuk membeli pesawat jet sendiri, tapi aku segera menolak gagasan itu. Untuk apa aku menggunakannya? Aku jarang pergi ke mana pun yang mengharuskan aku membutuhkannya sendiri. Jika aku harus pergi ke suatu tempat, aku biasanya menyewa seseorang atau aku hanya terbang dengan kelas bisnis. “Ava?” "Maaf Bu. Kami semua baik-baik saja. Kami sangat merindukan kalian.” Dan itu benar. Mereka telah pergi selama seminggu dan akan pergi selama seminggu lagi. Noah dan aku sangat merindukan mereka. Sungguh mengejutkan bagaimana hal-hal tersebut te
“Sial, kamu mengagetkanku,” aku menaruh tanganku di dadaku seolah itu akan memelankan degupan jantungku yang kencang. "Maaf. Kupikir kamu melihatku masuk,” katanya tampak malu-malu. Aku begitu tenggelam dalam pikiran aku sehingga aku tidak menyadari bahwa mereka telah memasuki ruangan. “Tidak apa-apa… aku hanya punya banyak pikiran,” “Mau berbagi?” Ruby bertanya sambil mengambil tempat duduknya. Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak juga." Bukannya aku tidak mau berbagi, hanya saja aku tidak tahu caranya. Bagaimana caranya aku mulai memberi tahu mereka bahwa penjahat yang dicari semua orang tanpa kenal lelah adalah Paman bayiku? Atau bahwa kami telah berhubungan dan seolah-olah itu tidak lebih buruk, aku mengizinkan dia ada dalam kehidupan bayi aku? “Apa ini ada hubungannya lagi dengan Rowan?” Ruby mencondongkan tubuh ke depan. Matanya berbinar karena alasan yang aneh. “Travis bilang Rowan meneleponnya beberapa hari yang lalu dan dia mabuk berat.” Aku mengerutkan kening karenanya.
Hai pembaca terkasih, aku baru saja membaca komentar kalian dan kalian benar-benar memberi tahuku perasaan kalian. Setiap orang berhak atas pendapatnya masing-masing, dan aku menghormati itu. Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah pandangan mereka, dan itu benar-benar tidak masalah.Aku telah menerima beberapa kritik yang sangat baik, dan aku ingin berterima kasih kepada mereka yang telah menunjukkan kesalahanku. Aku selalu kesulitan menulis bagian akhir cerita, dan itulah mengapa kadang-kadang terasa terburu-buru. Jangan khawatir, aku akan bekerja keras untuk memperbaikinya di buku berikutnya.Tentang Emma dan Calvin, aku ingin kalian semua mengerti bahwa ini memang selalu menjadi akhir yang direncanakan, setidaknya di buku ini.Emma tidak mencintai Calvin. Dia menyesal atas apa yang dia lakukan, tetapi dia tidak pernah mencintainya dengan kedalaman yang sama seperti Calvin mencintainya. Dengan kata lain, dia mencintai Calvin, tetapi dia tidak jatuh cinta padanya. Calvin pan
Hana. Aku seolah sedang melayang dalam langit ketujuh. Aku merasa hangat, damai, dan dicintai. Perlahan, aku terbangun. Gabriel di belakangku dengan tangannya yang merengkuhku. Dia selalu melakukan ini setiap kali kami tidur. Dia terus memegangiku, seolah takut kalau aku akan menghilang kalau dia tidak melakukannya. Aku menggeliat sedikit untuk lepas dari tangannya. Alih-alih melepasku, dia mengeratkan tangannya, yang mendorongku mendekat ke badannya. Aku berhenti ketika merasakannya. Ketika kurasakan kejantanannya yang mengeras, libidoku naik, dan aku segera menginginkannya. Aku ingin merasakannya memasukiku. Kehidupan ranjang kami sehat, tapi selalu ada waktu di mana aku menginginkan lebih. Dengan memiliki tiga anak, kadang sulit untuk mendapat waktu untuk berduaan. “Hmm,” geram Gabriel ketika aku menggesekkan pantatku di kejantanannya. Suaranya menggetarkan klitorisku. Aku melakukannya lagi, dan mengundang desahan seksi darinya. Gabriel mulai membubuhi punggung, pundak, dan
“Tentu,” dia membalas senyumku tepat saat Henry berjalan mendekati kami.“Aku di sini untuk mencuri istriku yang cantik.” Suaranya serak, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak meleleh mendengar nadanya. Suaranya benar-benar seksi.“Dia milikmu.” Calvin melepaskanku dan menyingkir sebelum pergi.Henry menarikku ke dalam pelukannya, memastikan tidak ada jarak di antara kami. “Apakah kamu baik-baik saja? Punggungmu sakit? Kaki-kakimu bagaimana?”Lihat apa yang aku bilang? Dia mendominasi di dunia hukum, tapi perhatian dan penuh cinta sebagai pasangan. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku punya tipe pria seperti ini sampai aku bertemu dengannya.“Aku baik-baik saja, cintaku, berhentilah khawatir,” ujarku sambil terkekeh dan menyeret diriku lebih dekat padanya.“Sudahkah aku memberitahumu bahwa aku mencintaimu?” tanyanya.Aku tidak bisa menahan senyum saat aku berdiri di ujung jari kakiku dan berbisik di bibirnya. “Sudah kamu katakan seribu kali hari ini, tapi aku tidak mengeluh.”“Kamu adal
Merrisa adalah salah satu pengiring pengantin perempuanku, begitu juga Ava, Calista, Ruby, Hana, dan Anjani. Mereka telah menjadi sahabatku selama empat tahun terakhir sejak kecelakaan itu. Tentu saja, aku tidak pernah bisa menggantikan Merrisa, dia sahabat terbaikku, tapi aku bersyukur memiliki mereka.Ditambah lagi, kemarin Merrisa memberitahuku bahwa dia berpikir untuk pindah ke sini. Aku sangat bersemangat. Aku menyayanginya, tapi kami mengakui bahwa menjalani persahabatan jarak jauh itu sulit. Aku benar-benar merasa di atas awan karena dia akan berada di dekatku.Musiknya melambat, dan Guntur mendekat, memecah semua percakapan lain.“Bolehkah aku berdansa denganmu, Ibu?”Seruan riuh para tamu terdengar, dan aku bersumpah hatiku langsung meleleh.“Tentu saja, putra tampanku,” jawabku sebelum menggenggam tangannya.Guntur sekarang sudah empat belas tahun, sudah jadi remaja. Bisa kalian percaya itu? Tingginya sudah sama denganku, dan aku yakin dalam beberapa tahun dia akan lebih ting
Emma. Aku menari dengan Merrisa, membiarkan musik menenggelamkanku. Aku merasakan sedikit rasa sakit di punggungku, tapi masa bodoh, sebab aku merasa sangat bahagia. Gaunku berayun mengikuti irama tubuhku sembari kami meneriakkan lirik lagu Cruel Summer milik Taylor Swift sekuat tenaga. Ava, yang hamil besar bergabung dengan kami. Aku tertawa sebab dia berpikir bahwa dia sedang menari, tapi tidak. Aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya. Aku bisa menghitung saat-saat terbahagiaku dengan jari. Satu adalah ketika aku lolos ujian pengacara. Kedua, ketika Guntur memanggilku Ibu untuk pertama kali setelah bertahun-tahun lamanya, dan yang ketiga adalah hari ini, di hari pernikahanku.Kalian tidak salah dengar. Aku baru saja menikah, dan aku tidak pernah sebahagia ini. Ingat pengacara tampan yang kuberi tahu Ava saat ulang tahun James? Ya, dia tidak mau menyerah, tidak peduli berapa kali aku menolaknya. Dia terus bertanya hampir setiap hari. Aku lelah ditanyai hal yang sama setiap har
Jadi, kalian sudah sampai pada akhir dari Penyesalan Mantan Suami dan cerita sampingannya. Aku hanya mau berterima kasih pada kalian semua atas cinta dan dukungan kalian akan buku ini. Ini adalah buku terpanjang yang pernah kutulis, dan sejauh ini adalah yang paling sukses. Buku ini tidak akan sesukses ini kalau bukan karena dukungan kalian. Maka dari itu, terima kasih banyak. Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan buku ini dari awal sampai akhir. Hal ini sungguh berarti bagiku. Sekarang, aku mau mengumumkan bahwa buku Noah akan diunggah selanjutnya. Judulnya ‘Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan’. Aku masih mengerjakan plotnya, tapi akan kuunggah pada pertengahan Oktober, nantikan saja! Kita akan ada cerita sampingan soal Guntur dan mungkin satu lagi soal Lilly. Inilah sedikit intipan dari Perjuangan Sang Milyuner untuk Pengampunan. Di bawah ini hanyalah cuplikan kasarnya. ***Shella. Aku berjalan ke arah altar. Jantungku berdegup, dan langkahku lambat. Bunga mawa
Tiga tahun kemudian.Emma.“Serius, Emma, kapan kamu akan mulai berkencan?” tanya Ava sambil duduk di sampingku.Aku memandang ke arah halaman belakang, dan aku tak bisa menahan senyum yang muncul di bibirku. Hari ini adalah ulang tahun anak laki-laki Travis dan Ruby. James, dinamai dari ayah kami, yang berusia satu tahun hari ini.Ruby dan Travis menikah sekitar dua tahun yang lalu. Travis langsung melamarnya setelah aku sadar dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawaku. Kalian mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi pada pengemudi itu. Dia saat ini sedang menjalani hukuman lima tahun penjara karena mengemudi sembarangan. Aku berharap dia belajar dari kesalahannya.Kembali ke Travis dan Ruby. Kurasa melihatku di rumah sakit membuatnya menyadari betapa singkatnya hidup manusia. Dia melamarnya, dan Ruby setuju. Mereka menikah saat musim semi. Sebagai hasil dari perbaikan hubunganku dengan Ava, aku dibawa masuk ke pertemanan mereka. Calista dan Reaper menikah dalam sebuah pernikahan k
“Tidak! Aku harus mengejan!” seruku sambil menggenggam baju Gabriel. Aku merasa seperti sudah gila. Seolah aku sudah kehilangan akal sehatku. Rasa sakit ini sungguh sudah membuatku gila. Untungnya, kami sampai di kamar sebelum aku melahirkan di koridor rumah sakit sialan ini. Aku menghela nafas lega saat memasuki ruangan, dan mereka mulai mempersiapkanku. Ava sudah di dalam. Aku bersyukur memiliki seseorang yang mengerti rasanya kemaluan terbelah dua agar manusia cilik itu bisa terlahir ke dunia. “Aku tidak bisa menahannya lagi,” ujarku sebelum mengejan sekuat tenaga. Aku bersumpah bisa merasakan belahan pantatku seolah terbelah, yang menambah rasa sakitku.“Ini semua salahmu!” seruku pada Gabriel sambil mencengkeram erat tangannya. Aku menatap tajam padanya dengan nafas yang menderu. Batang hidungku kembang-kempis untuk berusaha meraup sebanyak-banyaknya oksigen ke paru-paruku. “Ayo, Hana, ejanlah!” ujar Ava sambil menyeka keringat dari dahiku. “Jangan pedulikan Gabriel.”“Jaha
“Tidak apa-apa, sayangku. Ibu hanya akan melahirkan. Ingatkah yang Ibu katakan padamu apa yang akan terjadi ketika sudah waktunya?”Dia menganggukkan kepalanya. “Iya. Ibu bilang akan merasa kesakitan, tapi aku tidak seharusnya takut, sebab itu bagian dari melahirkan bayi ke dunia.”“Bagus,” ujarku sambil meringis saat sakit kontraksi kembali menghampiri. “Itulah yang terjadi sekarang, jadi janganlah takut.”Gabriel menggenggam tanganku dan membantuku keluar dari kamar. Aku bernafas melalui hidung dan mulutku, tapi jujur saja. Ini sama sekali tidak membantu, ‘kan?“Aku hanya tidak paham. Kenapa Ibu harus kesakitan? Kenapa bayinya tidak langsung lahir saja tanpa menyakiti Ibu?”Hal terakhir yang kuinginkan adalah menorehkan trauma pada putriku dengan menjelaskan padanya bahwa rasa sakit memang lumrah untuk mengeluarkan bayi dari diriku. Dia pasti akan ingin tahu mengapa bayi harus dikeluarkan dengan mengejan, dan aku harus menjelaskan bahwa bayi itu besar, dan jalan keluarnya lebih kecil