Rowan. Aku menatap ke arah pintu, bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan di sini. Haruskah aku memberi Ava waktu? Persetan. Aku tidak bisa menjauh darinya. Dia seakan memikatku, aku tidak tahu bagaimana.Mengetuk, aku menunggu dengan tidak sabar hingga pintu dibuka. Semenit kemudian, pintu terbuka memperlihatkan Noah. "Ayah!" Dia melemparkan dirinya ke arahnya dan aku menangkapnya. “Kupikir aku harus menunggu sampai hari Sabtu untuk bertemu denganmu.” Aku memeluknya dekat denganku. Merasa diriku rileks dan meleleh. "Hey sobat." Bagaimana aku bisa membenci Ava? Aku penasaran. Dia memberiku hadiah terbaik saat dia melahirkan Noah. Seharusnya aku menghargainya daripada menghukumnya. Malam yang kukira adalah malam terburuk dalam hidupku, ternyata memberikan hadiah terbaik yang bisa kudapatkan. Saat itu aku tidak melihatnya karena kepalaku terangkat tinggi sehingga aku tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terbuka sekarang. Aku melihatnya dengan sangat jelas. Ava benar. Dulu aku me
Apa yang kurasakan lebih dari nafsu. Ini lain. Aku merasakan sesuatu yang lebih kuat. "Lepaskan tanganmu dariku!" Teriaknya tapi aku tetap tidak melepaskannya. Sebaliknya aku mendekat ke arahnya sambil memperhatikan perutnya yang membesar. Dia mencoba mendorongku menjauh, tapi aku kuat. Dia tidak bisa menggerakkanku. Bukan hanya karena aku lebih kuat darinya, tapi karena aku tidak bisa melepaskan diri darinya meskipun aku menginginkannya. Dia merasa sempurna dalam pelukanku. Aku bisa tinggal bersamanya seperti ini selamanya. “Tidak mungkin, Ava. Kenapa aku harus melakukannya padahal ini adalah tempat yang aku inginkan darimu? Kamu milikku." “Apa yang kamu bicarakan? Aku bukan milikmu. Aku tidak pernah menjadi milikmu. Sekarang biarkan aku pergi sebelum Noah menemukan kita seperti ini dan mengira kita akan kembali bersama!” “Noah akan senang. Tentang hal yang lain, kamu akan selalu menjadi milikku dan aku tidak akan membiarkanmu melacur pada pria lain saat kamu menjadi milikku.”
Hai pembaca terkasih. Aku ingin pertama-tama mengucapkan terima kasih pada dukungan kalian semua. Kasih yang kalian tujukan pada buku ini sungguh luar biasa. Buku ini tidak akan ada tanpa cinta dan dukungan kalian. Terima kasih untuk gemstones, komen, dan ulasan
Gabriel. Aku mengerang nikmat ketika menyemburkan cairanku di punggungnya. Inilah yang kubutuhkan. Cara satu-satunya yang kutahu untuk menenangkan diri. “Kapan kita akan melakukannya lagi? Besok?” Tanyanya dengan berbinar-binar. Dia terlihat begitu rileks. Sepertinya dia juga membutuhkan ini sepertiku. Aku membantunya membersihkan cairanku di punggungnya, tetapi aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu aturannya. Aku meneleponnya dan dia setuju, tidak sebaliknya. Seperti yang kukatakan, dia tahu peraturannya. Dia tidak menghabiskan malam bersamaku atau yang lainnya. Kami tidak lebih dari teman tidur. “Gabriel?”Aku tidak suka ketika dia memanggilku dengan nama lengkapku. Sebab, namaku berarti malaikat dan aku malah kebalikan dari malaikat. “Diamlah. Bukan kamu yang memutuskan. Kita akan melakukan ini berdasarkan keputusanku,” geramku merasa kesal pada pertanyaannya. Aku melihat rasa sakit terlintas di matanya. Aku mengabaikannya. Dia tahu pasti apa yang akan terjadi keti
Aku menuruni tangga ketika kulihat dia limbung di pintu depanku. “Rowan? Apa-apaan ini?” Aku bertanya sambil membantunya berdiri, menopang berat badannya. Dia mabuk. Itu bukanlah tebakan yang sulit. Dia biasanya menghindari minum terlalu banyak karena apa yang terjadi. Saat ini segalanya tampak berbeda. Itu membuatku khawatir karena terakhir kali dia mabuk sebanyak ini adalah saat masa kelamnya. Aku membantunya duduk lalu mengambil milikku di sampingnya.“Apa yang terjadi, Ro?” Aku bertanya dengan cemas. "Kamu benar. Sialan, seperti biasa a-aku...” dia tergagap. “Aku membuat kesalahan besar. Bagaimana aku bisa memperbaiki apa yang aku hancurkan dengan tanganku sendiri?” Aku merasakan sakit dalam suaranya dan itu membunuh aku. Aku mencintai adikku lebih dari apa pun. Ketika dia menderita, aku ikut menderita bersamanya. Aku akan melakukan apa pun untuk menghilangkan rasa sakitnya. Sakit hatinya. Tapi aku tahu aku tidak bisa. Lagipula tidak juga. “Jelaskan kepada aku mengapa menurut
Rowan. Mataku seketika terbelalak. Cahaya yang terang menyambar wajahku dan kepalaku terasa seperti sehabis dipukul menggunakan pasak besi, aku pening! Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari di bahwa aku berada kamarku, di rumah Gabriel. Lumrah untuk kami berdua, aku memiliki kamar di rumahnya, begitu pula sebaliknya.Aku pun bangkit dan menuju ke kamar mandi sambil mengeluh penuh rasa sakit. Melangkah ke shower yang telah aku nyalakan, aku bersandar pada dinding kamar mandi yang dingin dan berusaha menata pikiranku yang kacau. Sialnya, aku tak begitu ingat mengenai hal yang terjadi semalam kecuali saat mabuk.Kacau! Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata, aku menaruh perasaan pada Ava sejak semula tetapi tidak aku sadari?Setelah memahami kekacauan yang terjadi, aku bergegas menuju kelab. Walaupun jarang sekali aku mabuk, dan semenjak Noah lahir, aku berjanji untuk tidak minum berlebihan, paling hanya satu hingga dua gelas saja. Namun kemarin benar-benar sebuah pengecualian, ak
“Sejujurnya aku tidak berharap berada di posisimu,” Gabriel bersiul dan aku menatapnya tajam. “Namun, kamu masih tidak menjawabku. Aku ingin mengetahui kapan itu terjadi. Kapan kamu mencintainya?”"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menentukan waktu pastinya. Mungkin itu terjadi saat kami masih menikah, atau mungkin baru saja terjadi. Yang aku tahu hanyalah aku mencintainya sekarang.” Aku menyisir rambutku dengan tanganku. Aku frustrasi dan sangat takut. Sungguh saat yang buruk untuk menyadari bahwa Anda mencintai seseorang! “Aku pikir kamu memang mencintainya. Mungkin terjadi setelah Noah lahir. Aku juga berpikir kamu tidak membiarkan dirimu mencintainya karena kamu menyimpan kenangan tentang Emma. Dia adalah cinta pertamamu, jadi kamu berasumsi dia adalah cinta sejatimu. Kamu tidak bisa hidup dengan seseorang selama sembilan tahun dan tidak merasakan apa pun terhadapnya. Aku kenal kamu, Ro. Kamu bahkan tidak akan menyentuhnya jika kamu tidak merasakan sesuatu padanya.” “Seks adalah pr
Ava. “Bagaimana kabarmu?” Tanya Ibu melalui telepon. “Terus, bagaimana janinmu dan Noah?”Sekali lagi mereka berada di luar negeri untuk pertemuan bisnis. Bagiku, tidak mengherankan jika mereka memiliki jet pribadi karena Rowan juga memilikinya. Dia punya sendiri dan ada juga keluarga. Aku belum pernah menggunakan miliknya. Belum pernah masuk ke dalamnya. Mungkin karena kami jarang jalan-jalan bersama. Ketika kekayaanku melonjak tinggi, aku berpikir untuk membeli pesawat jet sendiri, tapi aku segera menolak gagasan itu. Untuk apa aku menggunakannya? Aku jarang pergi ke mana pun yang mengharuskan aku membutuhkannya sendiri. Jika aku harus pergi ke suatu tempat, aku biasanya menyewa seseorang atau aku hanya terbang dengan kelas bisnis. “Ava?” "Maaf Bu. Kami semua baik-baik saja. Kami sangat merindukan kalian.” Dan itu benar. Mereka telah pergi selama seminggu dan akan pergi selama seminggu lagi. Noah dan aku sangat merindukan mereka. Sungguh mengejutkan bagaimana hal-hal tersebut te
EmmaAku kembali dengan sesi terapi bersama Mia. Aku masih tidak percaya bahwa aku benar-benar menuju kantor Calvin dan meminta maaf. Sejujurnya, kalau ini menyangkut Calvin, aku tidak pernah melakukan hal seberani itu sebelumnya. “Ya?”“Tadi kamu berkata bahwa kamu meminta maaf pada Calvin,” ujarnya sambil mendorong kacamata ke hidungnya. Humidifier di ruangannya membuat suara lembut sambil membuat aroma menenangkan dari lavender di udara. Aku merasa tenang. Aku merasa seolah sedang melayang. Mungkin sudah saatnya bagiku untuk membeli aroma terapi, sebab sejauh ini, aku suka akan dampaknya padaku. “Ya, benar,” jawabku sambil kembali dari angan-anganku. “Dokter membuatku menyadari seberapa salahnya aku dalam memperlakukan Calvin dan meskipun aku sudah menyadari kesalahanku, aku belum pernah meminta maaf padanya.”“Lalu, apa perasaanmu setelah meminta maaf padanya?”“Bebanku terasa sedikit lebih ringan.”Aku menyisirkan jemari di rambutku sebelum menempatkannya ke pangkuanku. Aku men
“Hai, Calvin.” Suara riangnya menarikku dari pemikiranku.Aku tersenyum dan berdiri. Aku memeluk lalu mencium pipinya yang merona. Aku bertemu dengan Anjani saat aku berada di gedung serbaguna dan acara perusahaan konstruksi. Dia adalah seorang arsitek. Kami langsung cocok, yang mana tidak pernah kukira akan begitu sebelumnya. Dirinya yang cerdas dan menawan menarikku begitu dia duduk di sebelahku.Dia sungguh berani saat menanyakan nomorku setelah acara itu selesai. Aku masih mencoba untuk sembuh dari aksiku yang memutus hubungan dengan Emma dari hidupku, tapi entah mengapa aku berakhir dengan mengetikkan nomorku di ponselnya. “Kuharap kamu tidak menungguku terlalu lama,” ujarnya dengan suara lembut saat aku menarik kursi untuknya.Aku tersenyum sebelum duduk di kursiku sendiri. “Sama sekali tidak.”“Pertama-tama, bagaimana kabarnya Guntur?” tanyanya sambil mendekat. Matanya memancarkan kasih sayang. “Aku sangat merindukannya!”Kami berawal menjadi teman. Saling mengirim pesan singk
CalvinKetika aku bangun di pagi hari ini, aku tidak berpikir akan melihat Emma di kantorku untuk meminta maaf. Sebenarnya, setelah membanting pintu di depan mata kepalanya saat terakhir kali aku bertemu dengannya, aku tidak berpikir akan menjumpainya lagi. Kupikir itu adalah akhir dari segalanya. Kupikir itulah hari terakhir aku melihatnya. Aku mengenal Emma, dan aku tahu dia tidak akan menerima penolakan. Aku berpikir dia akan menyerah dan tidak akan pernah menunjukkan batang hidungnya di depanku atau anakku lagi. Alih-alih, dia mengejutkanku. Sudah berapa hari berlalu sejak itu? Beberapa minggu telah berlalu dan dia kembali. Kali ini, dia kembali dengan permintaan maaf, bukan dengan permohonan akan kesempatan untuk menemui Guntur. Aku tidak pernah melihat Emma meminta maaf. Dia hanya akan mengambil yang diinginkannya dan tidak akan merasa bersalah. “Bos, haruskah saya menambahkan Anna sebagai klien potensial kita?” tanya si sekretarisku, Becca, saat berjalan ke kantorku. “Beliau
Hai pembaca tercinta,Hari ini tidak akan ada bab baru oleh sebab masalah penerbitan. Jadi, aku sudah membaca komentar kalian semua dan aku mau tahu pendapat kalian yang sejujur-jujurnya. Aku paham akan apa yang kalian katakan dan aku sangat-sangat mendengarkan pembacaku sebab kalau bukan karena kalian, maka untuk apa aku menulis?Pertama-tama, aku terburu-buru untuk menyelesaikan buku ini sebab banyak dari kalian, para pembacaku terkasih berpirkir bahwa buku ini sudah berjalan cukup lama dan mereka ingin agar aku menyelesaikannya. Tapi, ada kubu pembaca lain yang ingin agar aku benar-benar menyelesaikan buku ini sebelum memulai bukunya Noah. Meskipun aku ingin memberi seluruh pasangan di buku ini cerita mereka, aku berencana agar beberapa pertanyaan mengenai itu untuk dijawab di bukunya Noah. Kalian sudah memberiku banyak masukan, dan itulah mengapa aku ingin mendengar pendapat kalian.Beri tahu aku kalau kalian ingin agar cerita Gabriel dan Hana sedikit lebih panjang. Aku tahu bahw
Astaga, seharusnya kulepas saja Rowan begitu dia memutuskan untuk menikahi Ava. Dia tidak harus untuk menikahinya, tapi dia tetap menikahinya, karena mungkin jauh di lubuk hatinya, dia mulai merasakan suatu hal yang berbeda. Seharusnya aku langsung melupakan hubungan kami ketika kusadari bahwa tidak ada masa depan bagi kami. Aku membenci diriku sendiri, karena Mia baru saja menunjukanku hal di mana aku menghancurkan Calvin. Yang dilakukannya hanyalah mencintaiku, sedangkan aku memanfaatkannya dan membuatnya terus melekat padaku alih-alih membiarkannya pergi. “Baik, sepertinya sudah cukup untuk hari ini,” ujar Mia setelah aku sudah menenangkan diri dan tangisanku sudah usai. Hari ini sungguh menyakitkan, tapi ini juga menorehkan cahaya baru bagiku. “Terima kasih,” ujarku sambil terisak dan mengusap hidungku dengan tisu yang diberikannya padaku. “Sama-sama,” balasnya. “Kita akan bertemu lagi lusa.”Saat di sesi keempatku, kami setuju bahwa aku akan menemuinya setiap lusa setelah ses
Emma“Pikirmu kenapa kamu tidak mau melepas Rowan? Coba pikir kenapa kamu tidak bisa melepasnya selama bertahun-tahun bahkan setelah mengetahui dia sudah menikah dengan Ava?”Pertanyaan Mia terus terulang di benakku saat aku berpikir cara untuk menjawabnya. Kenapa aku tidak melepas Rowan begitu dia tidur dengan Ava? Kenapa aku terus berpegang akan hubungan kami meskipun pada faktanya dia menikahi dan menetap bersamanya selama bertahun-tahun?Tentu, semua orang berkata akan betapa sengsaranya Rowan. Berkata bahwa hubungannya dengan Ava tidaklah baik. Semua orang mengatakan padaku bahwa dia masih mencintaiku dan menolak untuk memberi Ava kesempatan. Kalau dilihat kembali, aku tidaklah sebuta dulu. Di luar apa yang semua orang katakan padaku, dia masih saja memilih untuk menikahinya. Dia bisa saja meminta untuk bercerai kapan pun dia mau. Bisa saja dia minta bercerai saat Ava lulus sekolah, cukup mapan dalam pekerjaannya dan Noah sudah sedikit lebih besar. Dia masih bisa untuk hadir dala
“Coba saja.”Dia menggigit bibirnya. Untuk membuktikan kesungguhanku, aku menarik kembali jariku. “Kamu,” suaranya terdengar pelan, seakan gugup.Mataku bertemu dengannya, dan aku bisa melihat jelas kegugupannya. Aku kaget, tapi juga bahagia. Aku tidak bisa mengingat malam itu dengan jelas. Saat itu, aku tidak yakin bahwa dia masih perawan di malam pertama kami tidur bersama.“Setelah Eddy, apa ada orang lain?”Hana menggeleng, pipinya merona lagi. Aku tidak peduli mau itu hanya Eddy, atau ada tiga orang lain selain Eddy. Aku merasa dia adalah milikku dan aku ingin menghapus sisa-sisa sentuhannya dari tubuh Hana sepenuhnya. Jariku kembali masuk ke dalam lubangnya yang sempit, kudorong cukup keras sampai dia terkesiap. Pada saat bersamaan, telapak tanganku menggesek klitorisnya, sampai-sampai dia seakan menunggangi tanganku sambil terengah. Kulitnya terlihat merah muda dan agak berkeringat.Pengakuannya itu menghunus hatiku bagaikan peluru, tetapi aku sudah menyangkanya, dan pada akhi
GabrielAku menarik diriku dari Hana dan menatapnya. Hana, wanita yang merebut hatiku hanya dalam beberapa bulan setelah dia kembali ke hidupku.Setelah Kinan, kupikir aku sudah benar-benar mati rasa akan wanita. Kupikir hatiku tidak akan pernah lagi mendambakan wanita lain. Aku sudah sangat yakin bahwa aku hanya akan berhubungan dengan wanita hanya untuk menggunakan tubuhnya, lalu mencampakkannya setelah aku merasa bosan sebelum mencari wanita lain.Aku tidak pernah mengira Hana akan menjadi sebuah anomali bagi perasaanku. Aku belum mempersiapkan diri akan kehadiran dan perubahan yang akan dibawanya ke dalam hidupku. Dia bagaikan badai yang datang diam-diam. Sebuah badai yang menelanku dan kubiarkan saja, sebab entah mengapa ada sesuatu dalam dirinya yang membuat diriku tertarik.Aku menatapnya sekarang dengan penuh rasa bersyukur. Aku bersyukur sebab dia memutuskan untuk memberikanku sebuah kesempatan. Dia mau memberi kesempatan bagi hubungan kami. Dialah yang kuinginkan. Aku tidak m
Ketika aku sudah selesai membaca semuanya dan menaruhnya di atas meja, tanganku gemetaran dan jantungku berdegup kencang. Aku benar-benar kehabisan kata-kata saat aku ganti melirik dari wajah Gabriel ke dokumen di atas meja. “Gabriel,” ujarku sambil menggelengkan kepalaku. “Aku tidak mengerti.”Dia menautkan tanganku ke tangannya yang lebioh besar. Tatapannya hanya menyiratkan kehangatan dan kasih sayang. “Aku sudah memutar otakku untuk mencoba menemukan cara agar aku bisa membuiktikan padamu bahwa aku menginginkan ini. Bahwa aku menginginkan ‘kita’. Ide ini datang saat kita ada di Rafles. Aku sudah meminta pada pengacaraku untuk membuat dua dokumen baru, lalu membuatnya membawanya kemari. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menandatanganinya.”“Tapi, perusahaannya masih milikmu dan kontraknya masih belum usai ...” Aku mengatakan itu dengan tergesa saat otakku menolak untuk bekerja sama. “Aku benar-benar ingin kesempatan kedua bersamamu, Hana. Aku menginginkan pernikahan yang sungguhan