Yang harus kulakukan adalah melangkah maju. Hanya satu langkah dan segalanya akan berakhir. Tidak akan ada lagi derita, kesedihan, maupun sakit hati. Aku akan bebas dari kegelapan yang selalu menyelimuti dan menenggelamkanku. Aku mendengar suara mobil di kejauhan, tapi aku tidak menoleh. Aku masih tidak menoleh ketika pintu dibanting. “Apa yang sedang kamu lakukan, Ava?!” Suara Rowan menggeram dari belakangku. Aku tidak berbalik meski angin bertiup kencang. Aku merasakan kekuatannya. Seolah-olah itu juga mendesakku untuk maju satu langkah.“Ava, kumohon. Menjauhlah dari tebing. Datanglah padaku.” Aku merasakan kehadirannya saat dia perlahan mendekatiku, tapi aku tidak mundur. Aku sangat lelah. Bosan menangis. Bosan tersakiti. Bosan dengan rasa sakit yang terus-menerus. Aku sangat lelah bertarung. Rasa sakitnya terus-menerus. Selalu ada. Perlahan membunuhku. Membuatku menjadi seseorang yang tidak ingin aku temui. “Kurasa aku tidak bisa melakukan ini, Rowan. Aku hanya ingin semuany
Rowan. Sial! Aku menyisirkan jemariku di rambutku saat aku melihatnya tertidur. Jejak air mata masih terlihat jelas di pipinya dan aku seakan turut hancur melihatnya hancur. Ava sangatlah jago menyembunyikan perasaannya. Hari ini dia tidak bisa menyembunyikannya dan lambat laun kesedihan itu menggerogotinya dari dalam. Dia tidak sadar jika itu menggerogotiku juga. Aku duduk di dekat sosok tidurnya. Aku menyisipkan jari-jariku ke rambutnya sambil memijat kulit kepalanya dengan lembut. Kenapa aku tidak pernah menyadari betapa lembut dan tebal rambutnya? Sungguh suatu kebahagiaan hanya dengan menyentuhnya. Dia menghela nafas dalam tidurnya dengan perasaan puas. Wajahnya santai. Semua rasa sakit dari sebelumnya hilang. Dalam tidurnya, dia merasa damai. Dia tidak memiliki bayangan yang menghampirinya. Aku tahu ini sangat menyeramkan, tapi melihatnya tidur sudah menjadi hal favoritku. Aku melakukan hal yang sama kemarin dan inilah yang aku lakukan hari ini. Dia sangat cantik, itu menyak
“Kamu lupa aku tahu dirimu bahkan lebih dari dirimu sendiri,” dia duduk di bangku sebrangku. “Ava,” namanya terselip keluar dari mulutku dengan nada sedih. “Kamu peduli padanya.”“Tentu saja aku peduli padanya. Dia Ibu dari anakku,” kataku dengan ketus, merasa frustasi. Semuanya membuatku frustasi. Dia lepas kendali dan aku tidak tahu bagaimana membantunya. Aku tidak tahu bagaimana menjadi apa yang dia butuhkan. Aku telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk mendorongnya menjauh, sehingga aku tidak tahu apa yang membuatnya tergerak. “Ini lebih dari sekedar saran, kakak laki-laki. Kamu hanya menolak untuk membuka matamu dan melihatnya,” selorohnya. Dia terus-menerus membahas satu masalah itu. Bahwa kepedulianku terhadap Ava berasal dari perasaan yang jauh lebih dalam. Kami terus berdebat tentang hal itu. Kurasa aku akan tahu kalau aku jatuh cinta padanya. Aku peduli padanya, dan aku punya perasaan yang tidak bisa kugambarkan, tapi cinta? Aku kira tidak demikian. “Bagaimana kabar
Ava. Ava. Aku sedang membersihkan rumah. Pembersihan menyeluruh hanya untuk mengalihkan pikiranku dari berbagai hal. Aku masih menerima kenyataan bahwa aku hamil. Saat Rowan menolak gagasanku untuk mempunyai bayi lagi, aku menyerah untuk memberikan Noah saudara kandung. Sekarang aku akan mempunyai bayi lagi dan aku tidak tahu bagaimana perasaanku. Ponselku berdering dan aku mengangkatnya. Biasanya aku akan menolak untuk mengangkatnya, tapi tidak hari ini. Mendorong orang-orang yang dekat denganku tidak ada gunanya bagiku."Hai Ruby," bisikku sambil duduk. Aku sangat lelah akhir-akhir ini. Seharusnya aku tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dari itu. "Ya Tuhan. Kamu mengangkatnya. Kupikir kamu tidak akan mengangkatnya!” Dia berteriak melalui telepon sebelum mendengus. “Aku rindu mendengar suaramu. Sudah berminggu-minggu lamanya.” "Aku minta maaf," Aku menghela nafas. “Aku hanya tidak tahu bagaimana menangani semuanya jadi aku mendorongmu menjauh.” Aku tidak pernah pintar mengkomuni
Aku menciumi seluruh wajahnya dan merengkuhnya erat. “Ibu!” Dia tertawa kecil, tetapi tidak mendorongku. "Ibu merindukanmu! Bagaimana kabarmu sekarang?” Aku bertanya padanya sambil menjauh sedikit meskipun aku tidak membiarkannya pergi. Kami berdua tergeletak di lantai, tapi aku tidak peduli. Aku sangat senang dia ada di sini bersamaku. “Ayah, kemarilah!” Ujarnya ke arah belakangnya, “Dia bilang Ibu membutuhkanku. Seharusnya itu kejutan, itu sebabnya aku tidak memberitahumu saat kita bicara kemarin.” Baru setelah dia menyebut nama ayahnya, aku menyadari Rowan sedang berdiri di dekatnya. Mata kami terkunci. Aku melihat emosi di matanya, tapi aku tidak tahu apa itu. "Hai," sapaku lembut. Dia telah berada di rumahku setiap hari hanya untuk memeriksa. Dia sangat suportif dan baik hati. Sesuatu yang masih mengejutkanku. Dia sangat berbeda dari Rowan yang biasa kulihat sehingga aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap versi dirinya yang ini. Sesuai dengan kata-katanya, dia me
Ethan. Saat aku menjalankan rencanaku, aku tidak pernah menyangka akan jatuh cinta padanya. Itu adalah kemunduran terbesar yang pernah terjadi padaku. Aku pikir itu akan mudah. Bunuh saja dia dan aku akan mendapatkan semua yang telah kuusahakan. Aku tidak tahu bahwa ini akan menjadi lebih sulit daripada apa pun yang pernah aku lakukan. Ava bukanlah tipe wanita yang bisa diabaikan. Dia tipe orang yang membuatmu jatuh cinta. Tipe wanita yang membuatmu ingin menjadi pria yang lebih baik. Aku tahu saat aku mulai jatuh cinta padanya. Aku mencoba mencegahnya, tetapi tidak mungkin. Itu mirip dengan mencoba menghindari tabrakan langsung. Itu hampir mustahil. Ketika aku menyadari aku telah jatuh cinta padanya, aku mencoba memperbaiki keadaan tapi sudah terlambat. Kerusakan telah terjadi dan aku tahu bahwa hanya masalah waktu sebelum kebenaran terungkap. Alih-alih membiarkannya pergi dan mundur, aku malah memeluknya selama sedikit waktu yang kumiliki bersamanya. Menyakitinya akan selalu m
Begitu pemikiran itu terlintas di benakku, pemikiran lain terlintas di benakku. “Kamu di sini bukan untuk memberi tahuku bahwa kamu tidak menginginkan bayi itu dan akan melakukan aborsi, ‘kan?” Aku bertanya padanya dengan kaku, setiap sendi di tubuhku seakan terkunci. Dia menatapku dengan tajam. Seolah ada api menyala di dalam matanya itu. Sejenak aku melihat Ava yang lama kembali. Dia menjadi seperti sebelum aku menghancurkannya. “Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Sentaknya. “Aku akui, ketika aku mengetahui bahwa aku tidak berada dalam kondisi pikiran yang benar dan aku pikir bayi itu akan lebih baik jika tidak dilahirkan, tetapi aku segera sadar kembali.” Aku menghela nafas lega. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika dia memberitahuku bahwa dia tidak ingin mengandung bayiku. “Aku datang untuk memberitahumu karena aku ingin tahu apa yang ingin kamu lakukan. Aku tahu kamu tidak terlalu peduli denganku, jadi mungkin kamu juga tidak akan peduli dengan bayinya. Apakah kamu ing
Ava. Aku duduk di meja kafe dan menikmati sepotong kue. Noah bermalam di rumah Rowan jadi aku bebas dari anak malam ini. Aku merasa baik karena suatu alasan. Dalam perasaan yang baik itu, aku memutuskan untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Aku sedang ingin makan makanan yang menenangkan. Itu sebabnya aku saat ini di sini makan makanan penutup seperti aku sudah kelaparan selama berhari-hari. Kunjunganku ke penjara sangat penting. Aku menduga Ethan akan memberitahuku bahwa dia tidak menginginkan bayi itu. Sebaliknya aku mendapatkan lebih dari yang aku harapkan. Pengakuan cintanya membuatku merasa hampa. Dia harus memahami bahwa sekarang sudah terlambat. Aku tidak akan pernah berpikir untuk bersamanya. Dia mencoba membunuhku, astaga! Jika aku kembali padanya, apa artinya itu tentangku? Aku tidak cukup kejam untuk menolak haknya sebagai seorang Ayah. Meskipun aku tidak ingin bertemu dengannya secara pribadi. Aku selalu bisa meminta Nora untuk membawa bayi itu kepadanya. Itulah jara
‘Seperti aku yang jelas-jelas jatuh padamu.’Perkataan Gabriel terus terulang di benakku berulang kali sepanjang hari. Kami harus rapat terus menerus dengan investor yang berbeda, tapi aku tidak bisa fokus akan apa pun kecuali ketujuh kata itu.Seperti yang sudah kalian kira, aku orang yang terlalu banyak berpikir. Aku terlalu banyak menganalisa dan memikirkan segalanya sampai aku berada dalam tepi ketidakwarasan. Itulah yang kulakukan sepanjang hari.Apa artinya kata-kata itu? Apakah mungkin dia sudah jatuh cinta padaku? Bagaimana kalau itu hanya tipuan semata? Bagaimana kalau dia hanya mempermainkanku? Haruskah aku memercayai apa yang dikatakannya? Kalaupun itu benar, dan dia sungguh-sungguh akan perkataannya, apa yang harus kulakukan? Aku sangat ingin menanyakannya padanya, tapi aku tidak ingin terlihat berharap atau menganggapnya serius.Memang benar perkiraanku, dengan setuju menjadi istri Gabriel lagi, aku akan menjadi berantakan. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan s
“Saya sudah mendengar bahwa Anda sudah menikah, tapi saya tidak tahu istri Anda akan secantik ini,” ujar salah satu partner saat kami akan memulai rapat dan mengemasi barang-barang kami. “Kuharap aku menggaetnya terlebih dahulu.”Pandangannya menelusuri diriku, dan membuatku merasa seolah tengah ditelanjangi dan tidak nyaman. Aku menggeser diriku untuk mendekat pada Gabriel, aku tidak suka pandangannya padaku. Astaga, aku ini sudah menikah dan suamiku duduk tepat di sebelahku. Bagaimana bisa dia seberani ini? Ini menjijikkan. “Kalau kamu tidak berhenti menatap istriku, Yohan, akan kucongkel matamu dengan sendok teh dan mencampurkannya menjadi sebuah jus dan membuatnya tertelan dalam tenggorokanmu,” ujar Gabriel dengan nada mengancam yang membuatku merinding. Yohan menelan ludahnya, raut wajahnya jelas ketakutan akan ancaman Gabriel. Aku tahu seharusnya nafsuku tidak membuncah, tapi fakta bahwa Gabriel posesif terhadapku sungguh membuatku terangsang, aku menyukainya.“Maafkan aku,”
Anggap saja aku pengecut, tapi aku tidak peduli, aku hanya tidak tahu cara untuk menghadapinya. Ketika aku sampai di ruang tengah, aku menelepon layanan kamar untuk memesan sarapan agar dibawakan di kamar kami sebelum duduk untuk menunggu. Aku tahu bahwa bencana sudah menungguku saat Gabriel berkata kami akan berbagi kamar. Kupikir, pembatas bantal sudah cukup membantu, tapi nyatanya tidak. Itu sama sekali tidak membantu. Ada ketukan di pintu dan aku menyeberangi ruangan untuk membukanya. “Selamat pagi, Nyonya,” sapa si pelayan dengan senyuman di wajahnya. “Selamat pagi.”“Di mana saya bisa meletakkan makanan ini?” tanyanya saat aku minggir untuk membiarkannya masuk. “Taruh saja di meja makan,” jawabku padanya. Dia menganggukkan kepalanya dan menuju ke meja. Dia baru saja menyusun sarapan kami dan baru saja akan pergi ketika Gabriel berjalan keluar dari kamar sambil mengancingkan bajunya. Langkahnya goyah dan dia hampir saja limbung saat melihat ke arahnya. Gabriel memang makhlu
Sialan. Hanya memikirkan soal malam itu ditambah dengan apa yang tengah terjadi sekarang sudah cukup membuatku basah. Aku menggeliat saat mencoba untuk mencari posisi nyaman dan untuk menahan rasa sakit di antara kedua kakiku. Sungguh tidak membantu, bahkan ini malah membuat segalanya memburuk saat pantatku menenggelamkan kejantanan Gabriel lebih lagi. Gabriel menggeram dengan seksi dan dalam. Cukup mirip dengan geramannya malam itu, saat dia meniduriku. Getarannya terasa sampai klitorisku, dan membuatku membeku saat aku mencoba untuk mencari posisi nyaman. Aku menolehkan kepalaku dan berbalik ke arahnya, sambil berharap bahwa dia masih tidur. Aku lega saat kulihat matanya terpejam, lalu aku terpesona saat melihat betapa menawan dirinya. Dia terlihat tidur dengan damai. Bulu matanya yang panjang membayang di pipinya dan bibirnya sedikit terbuka. Aku tiba-tiba merasakan dorongan untuk menyentuh dan menciumnya. Aku tenggelam oleh pria yang sudah merebut hatiku bertahun-tahun yang lal
Sepanjang makan malam kami habiskan dalam diam. Dia memang harus minta maaf padaku, tapi aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Kalau aku harus jujur, aku tidak pernah mengira kalau Gabriel akan minta maaf padaku. Jadi, saat melihatnya melakukannya dengan tulus, aku dibuat tidak bisa berkata-kata. Kami selesai makan malam dan menelepon layanan kamar untuk kemari membereskan piring-piring kami. “Aku mau tidur. Apakah kamu perlu sesuatu sebelum aku tidur?” tanyaku begitu piring-piring sudah dibereskan dan karyawan hotel sudah meninggalkan kamar kami. Jauh di lubuk hatiku, aku merasa panik saat berpikir akan berbagi kamar dengan Gabriel, tapi mabuk udaraku menenggelamkan kecemasanku. “Aku juga mau tidur. Aku benar-benar lelah.”Aku menahan gelombang kepanikanku. Kupikir, aku akan tidur sebelum dirinya seperti biasanya. Hal itu akan memberiku waktu untuk rileks dan beristirahat sebelum dia bergabung dengan diriku. Aku sudah berpikir akan sudah tertidur saat dia memutuskan untuk ke ra
“Kamar mandi sudah kosong,” ujarku pada Gabriel ketika aku melangkah ke ruang tengah. “Aku sudah memesan makanan, silahkan makan tanpa menungguku.” Dia lalu berjalan melewatiku dan memasuki kamar mandi. Rasanya aneh kalau makan tanpa dirinya, dan aku juga tidak lapar. Jadi, aku mengambil ponselku dan memeriksa surel yang masuk, dan memikirkan apa saja yang dibutuhkan untuk besok. Aku tidak perlu menunggu lama, sebab kurang dari sepuluh menit kemudian, Gabriel sudah keluar dari kamar dengan kaus rumah dan celana panjang. “Kamu belum makan?” tanyanya sambil mengangkat alisnya saat menatap ke makanan.“Rasanya aneh kalau makan tanpa dirimu, padahal kamu yang memesan ini semua buat kita.”Dia menyeret kursinya dan mulai membuka makanan itu. Setelah mengambil beberapa porsi kecil, aku mulai makan. Aku sangat lelah meskipun sudah tidur di pesawat. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kasur. Aku memang menolak untuk tidur bersama Gabriel, tapi sekarang aku tidak bisa berhenti memikirkanny
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di luar kamar kami, dan tiba-tiba perasaan asing menyergapku. Gabriel membuka pintu dan mendorongnya terbuka. Kami disambut oleh foyer yang dihiasi oleh lantai marmer yang berkilauan di bawah cahaya lembut lampu gantung yang mewah dan mencetak pola menawan di tembok. Lalu, ada area tengah yang luas, dihiasi oleh sofa empuk dan jendela besar yang memanjang dari lantai hingga langit-langit, yang menangkap bayangan kota yang memukau, mereka berkilauan layaknya lautan bintang-bintang. Terdapat juga sistem hiburan yang dapat membuat malam kami semakin nyaman, lalu ada juga dapur cantik dengan peralatan masak dari stainless steel dan meja dapur luas yang sempurna untuk memasak berbagai makanan. Ruang makan yang mewah juga memiliki suasana hangat, diperuntukkan untuk pertemuan antar kerabat. “Sepertinya kamu menyukainya?” tanya Gabriel dengan nada menggoda. Aku hanya menganggukkan kepalaku. Seperti yang kukatakan, keluargaku juga sempat kaya, ka
Pesawat jet ini sedikit mengalami lonjakan di landasan. Tangan Gabriel menyelamatkanku dari jatuh terjerembab saat pesawat sudah mendarat. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku. “Ya.”Setelah Gabriel memberi tahuku soal wanita yang pernah dicintainya, tidak banyak yang terjadi setelah itu. Dia masih membawa luka yang masih menghantuinya. Luka yang masih membekas dalam dirinya.Aku bisa melihatnya dari sorot matanya setelah dia memberi tahuku segalanya. Dia tidak mau membicarakannya lagi. Dia sudah menceritakan hal soal dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh saudara kembarnya. Aku tidak mendorongnya untuk melanjutkan ceritanya setelah itu. Aku tidak mendorongnya untuk memberi tahuku apa yang terjadi setelah dia mengetahui kebenarannya, atau apa yang terjadi pada wanita itu. Perasaannya saat ini rentan, dan aku paham bahwa dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi aku memberikan ruang baginya. Aku menghabiskan setengah waktuku dengan memba
Bukankah cinta itu rasanya indah sekali? Tapi aku merasakan sesuatu telah terjadi. Sesuatu telah berubah. Kalau segalanya baik-baik saja, dia pasti akan bersama dirinya sekarang. Dia tidak akan pernah menikahiku. Suaranya serak saat dia melanjutkan perkataannya. “Segalanya berjalan dengan sempurna. Dia sangatlah luar biasa dan setiap harinya aku terus jatuh cinta lebih lagi padanya. Aku belum memperkenalkannya pada Rowan, sebab aku menginginkannya bagi diriku sendiri. Aku tidak menyembunyikannya, tapi aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya sebelum dia bertemu dengan keluargaku. Setiap hari aku bangun sambil berpikir, betapa beruntungnya diriku bisa menemukan seseorang sepertinya. Kamu tahu dunia kita, Hana, dan kamu tahu menemukan orang yang cocok tidaklah mudah.”Seperti itulah bagaimana cara kerja lingkungan kami. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar mencintaimu. Beberapa pernikahan di lingkungan kami hanyalah kesepakatan bisnis semata dan hanya sedikit pern