"Apa? Hilang? Tadi di sini, Guru!" Si murid menunjuk ke tanah di mana dia menemukan Jaya Purana tewas. "Ada apa ini, sepagi ini kau sudah berani membual!" hardik Ki Teja Maruta. "Sungguh, Guru, aku tidak berbohong!" Si murid ini kembali bersimpuh dengan berlinang air mata. Inilah ketakutannya, dianggap telah membuat cerita dusta. "Hari ini aku bertugas mengumpulkan bahan makanan, tetapi sampai di sini aku dikagetkan dengan mayat Kang Jaya yang tertancap pedang, tapi mengapa sekarang menghilang?" Ki Teja Maruta menghela napas panjang. Dia menduga muridnya ini mengalami halusinasi. "Apa kau kurang tidur semalam?" "Tidak, Guru. Aku tidak bohong. Mataku jelas melihat Kang Jaya tergeletak di sini!" Si murid tertunduk, keringatnya bercucuran. Tiba-tiba dari arah benteng istana terdengar suara teriakan. Seorang murid lain tampak ketakutan seperti murid yang sedang bersimpuh ini. "Celaka, celaka!" Akhirnya semuanya kembali menyeberangi jembatan batang pohon kelapa. Waktu yang diburu-
Begitu menghantam lantai, gelombang angin ini terpecah mengarah ke kaki para pendekar bagaikan ular yang mengejar mangsanya. Pada saat itu Ki Teja Maruta sudah melompat setengah tombak. Para pendekar yang tengah menyerang langsung urungkan serangan masing-masing lalu melompat juga guna menyelamatkan diri dari serangan gelombang tenaga angin dan petir ini. Maka terbukalah jarak yang lebih lebar dari sebelumnya. Kejap berikutnya Bayu mendarat bersamaan dengan Ki Teja Maruta. Begitu juga pendekar lainnya. "Angin petir!" seru Ki Raga Alit sepertinya mengetahui tenaga sakti yang dikeluarkan Bayu Bentar. Sutasoma merasakan ilmu ini begitu dahsyat. Dia merasa bergidik. Pendekar muda yang baru dikenalnya ini ternyata tidak bisa dianggap remeh. "Kenapa kau malah membela dia?" sentak Nini Rumpaka. "Saya harap kita saling menghormati!" ujar Bayu. "Saya sudah berjanji akan menemukan pelaku pembunuhan dalam
Lalu Bayu melihat dua orang murid yang sedang berjalan membawa bakul yang sudah kosong. Mereka habis mengantarkan makanan kepada para tamu di kamar masing-masing. Ketika melewati Bayu, mereka berhenti seraya menjura. "Makanan sudah kami antarkan ke kamar!" kata salah satunya memberi tahu. "Terima kasih!" "Baik, kami permisi!" "Eh, maaf tunggu. Boleh saya bertanya?" "Silakan, Tuan!" "Apa mereka semua ada di kamarnya?" "Tidak semuanya, Ki Raga Alit dan Nini Rumpaka sedang tidak ada di kamar!" "Oh, terima kasih!" "Sama-sama, mari!" Sekali lagi mereka menjura lalu pergi. Ini suatu kebetulan buat Bayu. Segera saja dia pergi menuju halaman belakang istana. Firasatnya tidak mungkin siang-siang begini salah satunya ada di halaman tengah. Ketika sampai di tempat yang sepi, Bayu melesat ke atas atap. Sesekali dia me
Kembali Nini Rumpaka tertawa lantang. "Itu artinya kau menantangku bocah kemarin sore!" "Benar, tapi sebelum itu saya ingin bertanya dulu, Paman!" "Silakan!" "Kuburan siapa ini?" Bayu menunjuk pada makam yang terdapat daun lontarnya. "Kakak seperguruanku, Sadewa!" "Tidak salah lagi. Kemarin saya lupa menanyakan, jadi saya tanya pada Jaya Purana tentang bagaimana kematian Paman Sadewa ini. Saya menduga wanita yang kemarin saya lihat adalah kekasih Paman Sadewa dan dia datang ke sini bermaksud membalas dendam," Semua orang kembali menatap Nini Rumpaka. Ki Teja Maruta yang tampak berpikir keras seperti sedang mencoba menembus apa yang ada di balik wajah wanita yang tampak tua itu. "Saya yakin, semua yang terbunuh ini terlibat dalam tewasnya Paman Sadewa, sasaran selanjutnya mungkin Paman sendiri. Saya juga ingat Ki Raga Alit dan Pendekar Tangan Guntur datang ke sini karena undangan,
Rimasuri langsung menyerang Ki Teja Maruta yang berada di depannya dengan pukulan tenaga dalam yang tinggi. Akan tetapi Ki Teja Maruta sudah waspada dari awal. Tangannya yang sudah dilapisi tenaga dalam dan sebuah ilmu pukulan langsung bergerak menahan serangan. Desss! Tinju Nini Rumpaka terbentur telapak tangan Ki Teja Maruta yang menyala putih. Dua tenaga dalam beradu, tetapi yang satu lebih kuat dari yang lainnya. Rimasuri seperti memukul sebuah tebing batu besar. Celakanya dia kerahkan seluruh kekuatan. Tindakannya bagaikan burung kecil yang menghantamkan kepalanya sendiri ke tebing batu Brukk! Rimasuri alias Nini Rumpaka terpental keras sampai membentur dinding benteng istana. Dari mulutnya menyembur darah segar, lalu tubuhnya ambruk ke tanah. Beberapa saat dia menggelepar kemudian diam tak berkutik lagi. Nyawanya lepas begitu saja. Ilmu yang dikerahkan Ki Teja Maruta ternya
Menurut keterangan Ki Teja Maruta, orang yang sedang dicarinya yaitu Arya Soma berada di suatu tempat dan tidak pernah keluar sejak ditetapkan sebagai buronan kerajaan. Hal ini tentunya menjadi aneh apabila dihubungkan dengan kejadian yang menimpa desanya. Sedangkan perkataan Ki Teja Maruta tidak mungkin dusta. Karena dia sudah bicara sejujur-jujurnya. Hal ini juga membuat Bayu mempunyai dugaan lain. Dia akan mencoba menguraikan dan mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi. Yang paling penting dia harus segera menemui Arya Soma dalam situasi apapun. Kalaupun harus bertarung karena terseret oleh kabar ini, dia sudah siap. Setidaknya jangan sampai tewas. Hari ini Bayu menuju bukit di atas air terjun Cilutung yang jaraknya cukup jauh dari bukit Gajah Depa tempat istana Sanghyang Dora. Butuh waktu tiga hari berjalan kaki ke sana. Bayu menempuh perjalanan dengan tidak terburu-buru. Dia sengaja melakukannya.
"Bangsaku sangat menjunjung tinggi sifat kesatria!" ujar si orang asing, "aku tidak kenal dia, tidak juga mendompleng agar bisa menemukan persembunyianmu. Aku punya kemampuan sendiri!" Bayu menarik napas lega walau masih ada rasa khawatir, sepertinya Arya Soma keras kepala. Tidak akan mudah percaya. "Sudah jelas, Paman?" tanya Bayu sedikit menaikkan sebelah alisnya. Namun, Arya Soma tampak acuh. Sepertinya tidak mempedulikan pemuda ini. Padahal nama keduanya sudah menggegerkan belakangan ini dan tidak menutup kemungkinan Arya Soma juga ingin tahu lebih banyak tentang Bayu. Mantan senapati ini malah saling menatap tajam dengan orang asing yang datang belakangan. "Yamato, kau masih belum puas?" tanya Arya Soma. Orang asing yang ternyata bernama Yamato mendengkus keras. "Aku mencarimu untuk membalas dendam atas kematian guruku. Kalian guru dan murid telah mencurangi g
Yamato berteriak kencang seraya kembali menerjang dengan serangan yang lebih ganas. Gerakan pedangnya bagaikan angin yang tak terlihat. Namun, Arya Soma tidak gentar sama sekali. Dia malah menyeringai sembari menyambut serangan lawan dengan ayunan pedang yang tampak pelan saja. "Mati saja sendiri, jangan ajak-ajak orang lain. Aku masih ingin hidup seribu tahun lagi!" teriak Arya Soma juga. Trang! Serangan Yamato kandas. Benturan pedang lebih keras lagi. Getarannya sampai terasa bagai menusuk ke ulu hati. Keseimbangan Yamato goyah, menciptakan kelengahan. Walau kecil, tapi sangat berbahaya. Arya Soma tidak melewatkan kesempatan ini. Pedangnya berkelebat, menebas dari kiri ke kanan. Leher lawan yang dituju. Yamato sadar ini adalah serangan paling ganas yang membuat nama Arya Soma melambung tinggi di dunia persilatan berkat jurus ini. Tebasan Satu Titik. Sayangnya pendekar dari negeri seberang ini sedikit terlambat mengangkat pedangnya guna melindungi dirinya. Akibatnya
Bayu keluarkan semua ilmu yang dimiliki satu persatu dilepaskan menghajar Buta Koneng. Terutama dari kesaktian Dewa Petir dan Dewa Angin. Sett! Derr! Dimulai dari Ilmu Tinju Bayu. Pukulan yang terbentuk dari angin yang dipadatkan. Tinju ini bisa merobohkan bukit. Namun, sosok Buta Koneng tak sedikit pun goyah. Yang terjadi malah tercipta serangan balik serupa mengancam si pemiliknya. Bayu bukannya tidak tahu hal tersebut. Dia memang sengaja dan tentunya sudah punya antisipasi agar serangan balik itu tidak mengenai dirinya seperti yang dialami empat pemimpin kelompok. Di saat yang tepat, Rompi Halimunan langsung aktif. Sosok Bayu tiba-tiba lenyap sehingga serangan balik tersebut hanya menemui sasaran kosong. "Hah!" Buta Koneng terkejut bukan main. Padahal dia memperkirakan lawannya akan hancur oleh ilmunya sendiri, tapi mengapa bisa begitu? Bayu sudah muncul lagi. Dia melepasliark
Hawa sakti sangat kuat menebar di seantero tempat. Ki Sela Waru bersama pengikutnya beringsut mundur hingga cukup jauh.Begitu pula empat pemimpin kelompok walaupun dalam keadaan terluka berat, mereka berusaha menjauh dari arena pertarungan.Termasuk Panji Saksana, tapi tidak jauh seperti yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, para pendekar golongan putih menantikan pertarungan yang pasti akan sengit.Hawa sakti tersebut berasal dari Bayu yang mengerahkan seluruh kesaktian yang dimiliki. Tenaga Angin, Petir, Bintang, kesaktian Kitab Aksara Sakti dan Kitab Buana Sampurna."Keluarkan semua kekuatan yang kau punya, Bocah!" teriak Buta Koneng masih percaya diri dengan Ilmu Raga Waja yang belum terkalahkan.Namun, setelah memamerkan kekuatannya, Bayu masih tampak berdiri tenang, sepertinya tidak akan melakukan serangan."Apa maksud anak ini?" batin Panji Saksana.Sebelum ke pertarungan antara Bayu dengan Buta Koneng. Tampak
Pertarungan empat pemimpin kelompok melawan Buta Koneng terus berlangsung. Tokoh masa lalu yang bangkit lagi ini tampak sangat percaya diri dengan ilmunya.Buta Koneng membiarkan dirinya diserang sedemikian rupa. Ilmu Raga Waja membuat badannya kebal seperti baja.Ilmu ini memang mirip dengan ilmu yang dimiliki Soca Srenggi dulu setelah memakan telur badak siluman. Ilmu ini juga membuat pemiliknya hidup abadi sampai dunia kiamat.Yang pertama Ki Mandu Reksa melepaskan pukulan dengan tenaga dalam besar, menggunakan ilmu yang baru saja di dapat dari janin milik Nindya Saroya.Wutt!Segelombang angin kuat melesat menghantam dada Buta Koneng laksana tinju raksasa yang hendak mendobrak gunung.Dess! Wutt!Ki Mandu Reksa kaget bukan main, serangannya tidak mempan terhadap tubuh lawan. Malah seperti berbalik menghantam diri sendiri sampai tubuhnya terpental lalu jatuh.Brukk!"Uakh! Sialan keparat!"K
Kaki gunung Salak sebelah barat.Malam hari terasa mencekam. Hawa membunuh berkeliaran. Satu persatu kelompok yang berambisi ingin menjadi yang terkuat di dunia persilatan telah sampai di sana.Mereka tidak meneruskan naik ke lereng. Terlalu dekat dengan sarang musuh akan sangat berbahaya. Empat kelompok tersebut akan memancing Buta Koneng turun.Kalau memang merasa paling kuat pasti akan turun. Jika ingin menjaga harga diri, maka harus menyongsong musuh ke depan. Bukan menunggu.Hal ini disadari oleh Buta Koneng sendiri. Walau dianjurkan untuk tetap menunggu di markas oleh anak buahnya, sosok tinggi besar ini tidak ingin kehilangan muka."Kita akan hadapi mereka di bawah. Semua bersiap, saat menggenggam dunia persilatan!"Maka Buta Koneng segera memimpin pengikutnya untuk turun gunung.Sebelum sampai ke kaki gunung, masih di lereng yang agak tinggi, kelompok Buta Koneng mengawasi ke bawah.Meski malam gelap, ta
Buta Koneng menoleh kepada orang yang berbicara tadi. Lelaki setengah baya. Setelah dipindai, tenaga dalam orang ini masih di bawah Ki Sela Waru.Bahkan Ki Sela Waru sendiri tampak heran mendengarnya. Jelas raut wajahnya menunjukkan tidak suka."Kau jangan lancang bicara!" sentak Ki Sela Waru, tapi dengan suara pelan dan ditekan hampir berbisik."Siapa yang kau maksud orang yang akan merintangi langkahku?" tanya Buta Koneng. Suara hempasan napasnya bagai tiupan angin keras."Saya mendapatkan keterangan bahwa ada beberapa kelompok yang berhasil mendapatkan kekuatan sakti dari janin anak-anaknya Bayu Bentar," jawab lelaki setengah baya salah satu anak buah Ki Sela Waru tadi."Maksudmu kesaktian alami yang dimiliki calon anak-anaknya Bayu Bentar?" tanya Ki Sela Waru karena dia juga sempat mendengar kabar tersebut.Bahkan dia juga telah merencanakan akan menculik tiga istri Bayu setelah berhasil membangkitkan Buta Koneng, tapi ternya
Orang tua berpakaian serba hitam ini memiliki rambut keriting diikat kepala warna merah. Wajahnya kelimis tirus dan keriput. Kedua matanya tampak cekung, tapi sorotnya sangat tajam."Usia kandungannya masih muda. Nanti kalau sudah lebih dari empat purnama, baru aku bisa menyedot kesaktian alami yang ada dalam janinnya. Masukkan dia ke kamarku!"Dua orang yang tadi membawa Nindya Saroya segera memindahkan wanita yang sudah tak sadarkan diri itu ke dalam kamar lelaki serba hitam ini.Kamar yang dimaksud ternyata berada di balik ruangan ini. Di belakang lelaki tua tersebut, tepat pada sudut ruangan ternyata ada sebuah pintu batu yang dibuka dengan cara dorong lalu digeser ke kiri.Setelah terbuka, barulah kamar lelaki tua itu terlihat dari luar. Nindya Saroya dimasukkan ke sana. Di baringkan di atas tempat tidur terbuat dari kayu. Dua orang tadi sudah keluar lagi.Sementara Santana palsu memperhatikan setiap sudut ruangan sembari menyesuaika
Yang keluar adalah Nindya Saroya dari pintu belakang rumah. Dia hendak memetik sayuran di kebun. Istri kedua Bayu ini tampak tenang saja melangkah memasuki kebun.Sementara beberapa sosok yang mengepung rumah Panji langsung bergerak cepat. Terutama yang paling dekat dengan sasaran.Ilmu meringankan tubuh mereka cukup sempurna sehingga tidak bisa dirasakan oleh sasaran yang terus masuk ke kebun seolah tidak ada yang mengintainya.Kemudian dua sosok berkelebat paling cepat menyambar tubuh Nindya Saroya bagaikan elang mencengkram ayam. Secepat kilat pula kedua sosok tersebut langsung menghilang membawa Nindya Saroya.Begitu terlihat sasaran berhasil ditangkap, yang lainnya segera kembali ke tempat masing-masing. Menunggu buruan berikutnya keluar.Dua sosok yang berhasil membawa Nindya Saroya berhenti berkelebat ketika bertemu seseorang. Tubuh si Mawar Jingga dipanggul salah seorang. Rupanya mereka telah menotok wanita tersebut sehingga tidak
Sempat terpikir pula, dia bisa saja bolak balik pindah jaman agar bisa bersama semua wanita yang dia miliki. Namun, semua itu juga harus diawali dengan kejujuran.Bisa jadi Arumi malah ingin ikut ke masa depan. Dengan demikian istrinya menjadi empat. Apakah Bayu mampu berbuat adil terhadap mereka.Namun, akhirnya Bayu harus memantapkan hati. Memilih satu jaman untuk menjalani kehidupannya sampai akhir hayat nanti.Kalau menurutkan kata hati, maka tidak akan ada habisnya menuruti hawa nafsu. Ya, bisa jadi rasa ketertarikan kepada Arumi sekarang hanyalah nafsu belaka.Bayu sudah punya tiga istri di jamannya. Jangan sampai jadi manusia serakah. Dia bukan raja yang bisa memiliki banyak selir.Setelah berpikir matang akhirnya Bayu menunjukkan cara berpindah ke jaman yang berbeda menggunakan Batu Pemutar Waktu.Bayu menatap Arumi saat dua jarinya sudah siap menekan ujung batu tersebut."Jaga diri baik-baik. Kau wanita hebat. K
Yang paling mencolok adalah di belakang rumah kayu tersebut ada sebuah kolam kecil. Di dalam kolam itu terlihat satu sosok mengambang seperti bangkai.Sosok ini menghadap ke atas sehingga jelas rupanya, yaitu seorang wanita cantik. Sepertinya masih gadis. Tubuhnya mungil terbalut kain sinjang basah sehingga membentuk lekuk tubuhnya yang indah.Bayu tidak mempedulikan dulu wanita cantik dalam kolam kecil itu, dia menembus atap masuk ke rumah. Di dalam sana bau kemenyan sangat tebal.Bahkan sepertinya seluruh ruangan rumah terpenuhi asal kemenyan yang entah berada di mana asalnya karena Bayu tidak menemukan tempat pembakaran kemenyan di dalam sana.Ganggasara juga masuk ke sana. Dia bergerak ke sudut sebelah kiri. Di situlah terlihat satu benda panjang dibungkus kain hitam tebal tersampir di dinding.Bayu merasakan aura sakti kuat dari benda panjang tersebut. Auranya sesuai dengan petunjuk ahli senjata di istana Kawali. Tombak Kawijayan.