Udara pantai berhembus sepoi-sepoi, mampu menetralkan terik matahari yang terasa menyengat.
Di hari menjelang siang itu, Meilin berada di pantai yang terletak di belakang kampungnya, tempat di mana ia dengan La Mudu pernah mengucapkan janji cinta mereka. Ia sedang menunggu La Sangga, La Parange, La Landa, La Sunta, dan La Geta yang sedang melaut untuk memanah ikan atau udang karang. Kelima penyamun insyaf itu melaut menggunakan perahu sewaan milik penduduk setempat. Meilin tidak berada sendiri di pantai, namun banyak penduduk lain yang sedang menunggu kepulangan suami, saudara, atau ayah mereka yang sedang melaut. Ia juga dikawal oleh La Parada, salah seorang anggota penyamun yang kini menjadi salah satu kakak angkatnya.
Sambil menunggu itu, Meilin dan La Parada manfaatkan dengan mencari berbagai hewan laut kecil seperti kerang-
Matahari baru saja condong ke barat, tetapi sekeliling alun-alun yang luas sudah dipenuhi oleh panonton yang akan menyaksikan peristiwa penting, yaitu pertarungan penentuan pemilihan calon panglima angkatan perang ‘Kerajaan’Negeri Sangiang yang menampilkan calon tunggal yang tersisa, yaitu Pendekar Tapak Dewa yang akan melawan para jawara penguji. Yang berkibar di keempat penjuru alun-alun sore itu hanya tinggal panji kebesaran dari Pendekar Tapak Dewa yang berlambangkan gambar sebuah tapak tangan. Tapak Dewa. Kalangan yang digunakan untuk pertempuran hari kedua atau terakhir ini lebih diperluas dari pertarungan pada hari pertama kemarin. Mengambil sebagaian besar bagian tengah alun-alun. Seperti yang sudah diatur, bahwa jawara yang lolos ke hari kedua, yaitu hari ini, wajib melalui tiga pertarungan. Pertarungan tahap pertama yaitu melawan lima jawara penguji. J
Tatkala dengan serentak kelima lawannya menebaskan pedang mereka kepada sang jawara muda secara membabi buta, mereka sangat dikagetkan dengan sebuah kenyataan bahwa pedang mereka hanya menebas angin kosong. Ternyata Pendekar Tapak Dewa telah melakukan sebuah gerakan menipu, karena dengan tiba-tiba ia melakukan salto di udara dengan sebuah gerakan yang amat cepat sehingga sulit ditangkap oleh mata biasa. Saat kelimanya membalikkan badan, tau-tau.. Krrakk...!! “Agghk...!!” Tubuh salah satu dari kelima jawara penguji telah terlempar ke belakang dan jatuh persis di depan Nilam Pambinta. Saat menyaksikan korban pertama dari kakak angkatnya dalam keadaan meregang nyawa dan dada hangus, gadis itu langsung menjerit dan menu
“Untuk melawan lima puluh prajuri penguji, sebaiknya Nanda Jawara menggunakan salah satu senjata, entah tongkat, pedang, atau lainnya,”Dewa Na’e mendapat giliran untuk sekedar memberi saran kepada La Mudu sembari memajukan wajahnya ke depan. “Bila saya memerlukannya nanti, tentu, Dewa Na’e,” sahut La Mudu, dengan suara setengah berbisik juga. “Yang penting Dewa Na’e, Dewa Ngoja, dan Bumi Osu tetap bersiap-siap seperti yang kita rencanakan tadi pagi.” “Kami bertiga sudah bersiap untuk itu, Nanda Jawara,” bisik Bumi Osu sambil menjulurkan wajahnya di dekat telinganya La Mudu. Apa yang telah direncana oleh La Mudu dan ketiga penasihatnya itu? Ketika tadi pagi Dewa Na’e dan Dewa Ngoja datang menghadap ke kediama
Saat tubuh sang jawara muda lenyap dari pandangan semua orang yang melihatnya di bumi, tiba-tiba tubuhnya berbalik arah dan meluncur menukik tajam dengan mengarahkan kedua tapak tangannya ke bawah. Lengkingannya berganti dengan teriakannya...”Jurus Tapak Seribu Dewaaaaa.....!!” yang amat nyaring dan makin menyakitkan gendak telinga semua orang yang berada di bawah. “Berhati-hatilah, Kak Mudu. Mereka para jawara sakti,”La Shinta Panala yang duduk di kursi di sebelah kiri La Mudu membuka suaranya, memberikan nasihatnya. Di wajahnya terpancar rasa khawatirnya. Tentu ia yang la
Tubuh Pendekar Tapak Dewa laksana sebuah meteor yang berwana keemasan. Kelima puluh pendekar uji yang menyaksikan jurus yang teramat dahsyat itu, hanya melongo sesaat, kemudian kocar-kacir untuk menyelamatkan diri. Tetapi malang bagi mereka. Sebelum mereka sempat menyelamatkan diri, bayangan cepat ribuan tapak raksasa telah lebih dahulu menghantam tubuh mereka secara bersamaan. Buummm...!!! Sebuah ledakan dahsyat menggelegar mengguncang bumi, membuat tubuh siapa pun mencelat dan jatuh ke belakang, termasuk juga Paduka Sandaka
“Hm...!” La Mudu tersenyum saat ia sudah membuktikan kelemahan lawannya, seperti bisikkan kiriman gurunya, Dato Hongli, barusan. Sebenarnya, ia bisa saja memusnahkan lawannya itu dengan pukulan Tapak Dewa tingkat ringan hingga tingkat menengah. Tetapi sejak tadi ia hendak mengetahui ketinggian ilmu sang lawannya yang sangat ditakuti oleh segenap jawara di Kepulauan tenggara itu. “Kenapa, Afi Sangia...?!” seru La Mudu, “Apakah sambaran ujung kain ikat pinggangku membuatmu menderita?” “C
La Mudu membawa saudara kembarnya, Putri Mantika, ke tempat duduknya. Ia mempersilakan Putri Mantika untuk duduk di kursi yang ditempatinya tadi, diapit oleh La Nilam Pambinta dan La Shinta Panala. Kepada saudara kembar dampitnya itu, ia memberitahukan, bahwa La Nilam Pambinta dan La Shinta Pambinta sejak semalam sudah menjadi adik angkatnya, adik angkat mereka berdua. Begitu juga ibu dari kedua gadis itu telah menjadi ibu angkat mereka. Putri Mantika langsung memeluk kedua gadis itu satu persatu dengan penuh haru. Kepada Dewa Ngoja La Mudu memerintahkan untuk mengambil alih penjagaan di Goa Harta. “Pilih beberapa puluh pajuri untuk melaku
Hari sudah menjelang siang dan warung makan Baojia sedang ramai-ramainya oleh penikmat masakannya yang terkenal lezat, ketika dua ekor kuda muncul di halaman depan warung yang cukup luas itu. Meilin yang saat itu sedang sibuk melayani pelanggan, menengok ke luar melalui jendela. “Eh, Kakak Rangga dan Kakak Pabise...!”teriaknya sangat gembira dan langsung menghambur keluar. Baojia dan istrinya Fang Yin pun ikut menengok keluar. Wajah suami-istri itu pun ikut berbinar senang. “Kak Mudu dan lainnya kenapa tak datang...?” tanya Meilin lagi.&nb
Melihat keadaan perkembangan Tanaru yang demikian pesat dengan kekayaan dan pendapatannya yang demikian tinggi dan ditambah dengan pelabuhan lautnya yang makin ramai itu, maka Raja Mbojo pun menetapkan Tanaru sebagai pusat pemerintahan untuk wilayah timur Kerajaan Mbojo, dan La Mudu diangkat langsung sebagai Galara Na’e (setingkat gubernur zaman sekarang). Akibat kepemimpinan Galara Na’e Mudu sangat dimuliakan oleh rakyat Mbojo di wilayahnya, menjadikan Tanaru mengalami perkembangan yang makin pesat. Sejak diresmikan sebagai pusat pemerintahan di wilayah kerajaan bagian timur, Tanaru benar-benar telah menjelma sebagai sebuah bandar yang sangat ramai. Pelabuhan Wadu Mbolo yang merupakan pelabuhan terakhir dan persinggahan, pun makin ramai, dan menjadikannya sebagai pintu utama masuknya rejeki dan pendapatan bagi Bandar Tanaru. Kapal-kapal dagang besar antarnegeri pun makin banyak yang keluar masuk di pel
Tugas pertama yang diberikan oleh Baginda Raja kepada Lalu Galising memperbesar dan memperkuat lagi angkatan perang kerajaan. Atas perintah dan petunjuk dari sang Baginda Raja, Lalu Museng selaku pelaksana panglima perang lalu melakukan perekrutan anggota prajurit baru secara besar-besaran, baik untuk prajurit darat maupun prajurit laut. Dan atas petunjuk dari sang panglima utama, Lalu Galising merumbak seluruh kepemimpinan dari segala tingkatan angkatan perang dari pejabat yang kurang kinerjanya dengan perwira-perwira dan bintara-bintara yang cerdas dan sangat loyal. Ribuan tamtama dan bintara baru itu oleh Lalu Galising digembleng terlebih dahulu dengan ilmu kependekaran dalam taraf tertentu, sehingga prajurit-prajurit itu kelak akan menjadi prajurit yang sangat tangguh dan militan. Untuk mewujudkan kebijakannya itu, Lalu Galising mendatangkan ratusan pendekar jebolan Padepokan Tanaru yang merupakan saudara seperguruannya untuk me
Sebuah prosesi pernikahan yang tergolong mewah dan besar dilangsungkan satu bulan kemudian setelah acara lamaran. Pestanya berlangsung selama dua hari berturut-turut dan digelar tak ubahnya sebuah perkawinan di kalangan putra-putri raja-raja. Itu bisa dimaklumi, karena soal biaya bagi La Mudu atau Tanaru secara umum tak menjadi masalah. Kebetulan juga Ang Bei dan Ming Mei, orang tuanya An Bao Yu, adalah salah seorang juragan kaya di Tanaru. Namun demikian, semua biaya perkawinan berikut pestanya itu sudah ditanggung sepenuhnya oleh pihak Uma Na’e (Galara Mudu). Dalam pesta walimah itu dipersembahkan berbagai hiburan dan pertunjukan dari dua bangsa, yaitu dari Bangsa Sinae (Tiongkok) maupun Bangsa Mbojo. Berpuluh-puluh ekor kerbau dan kambing dipotong untuk dinikmati oleh para tamu dari berbagai kalangan. Para tamu yang hadir dalam pesta walimah itu bukan
Di kota kerajaan yang luas dan ramai itu, Lalu Galising, yang ditemani Lalu Rinde dan saudara-saudara seperguruannya, mengajak Ambayu untuk menikmati berbagai hiburan di lingkungan istana maupun di sekitar kota, atau berbelanja berbagai barang yang disukai oleh sang kekasih. Jika sewaktu-waktu pergi berburu rusa, terkadang Lalu Galising mengajak sang kekasih untuk ikut serta. Ambayu bukan gadis yang lemah. Dia juga adalah calon seorang pendekar yang memiliki kekuatan fisik jauh di atas yang dimiliki oleh gadis biasa umumnya. Ia juga sangat lihai dalam berburu. Dengan menggunakan kuda pacu tunggangannya, ia berkali-kali mampu memburu rusa liar dan membunuhnya dengan cara ditombak atau dipanah. Keberhasilannya itu selalu mendapat pujian dari sang kekasih, Lalu Galising, dan juga para murid-murid padepokan yang menyertai mereka. Setahun kemudian, atau 5 tahun genap L
Keberhasilan muridnya, Lalu Galising, dalam memimpin dan menumpak gerombolan pemberontak di kerajaan seberang sangat membanggakan bagi La Mudu. Artinya, hasil didikannya secara khusus terhadap muridnya itu tak sia-sia, sudah sangat terlihat nyata hasilnya. Dan hal itu pun membuat kebanggan juga bagi segenap murid Padepokan Tanaru. Baik kakak-kakak seperguan maupun adik-adik seperguruannya, langsung memberikan ucapan selamat kepada Lalu Galising. Setelah mencapai usia 24 tahun, atau setelah 4 tahun ia menjadi murid Pendekar Tapak Dewa alias La Mudu, Lalu Galising telah tumbuh menjadi pemuda yang matang dan sempurna. Wajahnya makin tampan dengan bangun tubuhnya yang tinggi lagi kekar. Dan namanya pun makin terkenal di kalangan masyarakat Tanaru, lebih-lebih di kalangan seperguruannya di Padepokan Tanaru. Setiap ada permintaan bantuan dari kerajaan-kerajaan di Kepulauan Tenggara kepada pihak Ta
Sementara itu, perkembangan kawasan pemukiman di penghujung timur Pulau Sumbawa itu ramainya nyaris sama dengan ramainya ibu kota kerajaan. Terlebih dengan kesibukan yang terjadi di Pelabuhan Wadu Mbolo yang paling mendukung munculnya banyak saudagar-saudagar baru yang kuat. Kehidupan masyarakat di kawasan itu benar-benar aman dan tenteram, karena semua berada dalam kepatuhan pada pemimpin mereka, yaitu La Mudu alias kepala Desa Mudu alias pendekar Tapak Dewa. Tak ada satu pun penjahat atau kelompok penjahat mana pun di kawasan Kepulauan Tenggara yang berani coba-coba membuat kerisauan di kawasan itu. Baru mendengar nama sang pemimpin dari kawasan itu saja hati mereka sudah ciut lebih dahulu. Berani melakukan tindakan konyol di kawasan penghujung timur Pulau Sumbawa itu, sama halnya mereka melakukan tindakan bunuh diri. Sementara dari pihak Kompeni Belanda pun enggan untuk mengusik atau berurusan dengan Tanaru. Lagi pula, tak sediki
Kepulangan La Mudu menjadi kebahagiaan bagi segenap rakyat Tanaru. Keberadaannya sebagai seorang pemimpin di tengah-tengah mereka merupakan kekuatan tersendiri bagi mereka. Lebih-lebih yang merasakan kebahagiaannya itu adalah seisi Uma Na’e (Istana Sandaka), yaitu kedua istri dan anak-anak mereka, juga kedua pasang mertuanya. Indra Kelana (anak La Mudu dengan istrinya Meilin) dan Dewi Samudra (Anak La Mudu dengan istrinya Ming Wei) menyambut kehadiran ayah mereka dengan sangat riang gembira. Keduanya langsung menggelayut dalam gendongan di kedua sisi rusuk sang ayah. Lalu kedua bocah itu mendominasi cerita apa pun tentang mereka terhadap ayahnya, termasuk tentang ilmu beladiri yang mereka miliki makin tinggi serta hafalan Al Quran mereka yang sama-sama mencapai beberapa juz. “Luar biasa kedua anak-anak Ayah,” puji La Mudu sembari mencium pipi kedua buah hatinya. “Kalian harus terus belajar sama K
Pendekar Tapak Dewa bersama seluruh warga Desa Sera Guar mengantarkan rombongan pasukan bhayangkara yang akan membawa seluruh anggota penyamun Dewa Lenge itu ke kota raja di batas desa. Ada kelegaan namun juga perasaan rihatin serta kecewa yang dalam di dada setiap orang saat itu. Lega karena gerombolan yang sangat meresahkan itu telah berhasil dibekuk, dan prihatin serta kecewa yang dalam karena kenyataan bahwa pemimpin gerombolan penyamun malam itu ternyata adalah pemimpin mereka sendiri, Lalu Lojang, orang yang sangat mereka percaya, hormati, dan kagumi selama ini. Namun demikian, mereka hanya berharap, semoga Baginda Raja tidak sampai menjatuhkan hukuman gantung kepada pemimpin mereka itu. Mereka yakin, Lalu Lojang hanya sedang tersesat dan terjerumus. Mereka sangat tahu, sebelum kemunculan gerombolan penyamun malam di bawah pimpinannya itu, sang kepala desa itu adalah orang yang sangat baik, pen
Tentu saja mereka tak akan mendapatkan sahutan, karena rumah-rumah itu telah ditinggalkan oleh penghuninya. “Rumah ini kosong! Ke mana para penghuninya...!?” Rata-rata demikian pertanyaan spontan yang terlontar dari mulut para anggota gerombolan itu. Namun anehnya, saat mereka menyalakan obor di tangannya masing-masing, mereka menemukan butir-butir emas yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur. Dan tanpa ragu-ragu mereka mengambil butir-butir emas itu dan memasukkannya di kantong dalam pakaian mereka. “Bagaimana, apakah kalian keluar dari rumah-rumah warga dengan membawa hasil?” Itu yang bertanya adalah Gumang Lanang, ketika seluruh anggota gerombolan telah berkumpul kembali di sebuah tanah yang kosong dalam de