Terkesiap Hasta dan Rama melihat orang-orang Bulan Sabit Emas dan prajurit Pajang bertumbangan dihajar pihak lawan. Melihat situasi yang makin tidak kondusif, Rama berbisik pada Hasta "Kangmas Hasta, keadaan mulai tidak menguntungkan, sepertinya orang itu menggunakan senjata rahasia jarum beracun,"Rama menunjuk pada Awehpati yang tangannya bergerak menebarkan sesuatu. Hasta memandang Awehpati dengan pandangan penuh dendam "Awehpati, orang itu selalu saja menggangguku. Dia sempat menghilang tapi tiba-tiba dia muncul lagi mengacaukan semuanya!" "Awehpati? Siapa dia sebenarnya?"tanya Rama. "Dia si Raja Racun murid Ra Tanca pengkhianat negara,"jawab Hasta dengan geram. Hasta yang sudah dibakar amarah langsung maju hendak menghadang Rangga namun Rama menghalangi. "Sabar Kangmas, sebaiknya kamu segera pergi dari sini sebelum mereka menghajarmu,"saran Rama. Hasta melihat ke gelanggang, beberapa orang-orang sekte Bulan Sabit Emas dan prajurit kerajaan sudah terkena racun. Menya
"Aku tidak bisa Bapak, aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan dunia persilatan. Aku hanya ingin melanglang buana bersama Amrita dan anak-anak kami kelak." Liman tertunduk lesu, upayanya mengajak Dhesta menjadi penerus ilmu Sang Hyang Bumi pupuslah sudah. "Dhesta, keinginanku untuk menunjukmu sebagai pewaris ilmu pamungkas Sekte Kapak Setan bukanlah tanpa alasan. Jika kamu bisa menguasai ilmu ke empat unsur itu, Bumi, Air, Api dan Udara, maka kamu akan menjadi pendekar yang tak terkalahkan." "Ilmu empat unsur? Bagaimana mungkin aku bisa menguasai semuanya sedangkan Bapak cuma punya satu. Tapi menurutku jika memang awalnya seharusnya menjadi satu kenapa sekarang jadi terpisah bahkan ada yang menjadi milik golongan hitam seperti ilmu Sang Hyang Bumi ini?"tanya Dhesta. Liman menghela nafas lalu mulai bercerita "Kamu benar Dhesta, awalnya ilmu ini dibawa oleh Aji Saka saat datang ke pulau Jawa. Dulu pulau Jawa belum dihuni manusia. Yang ada hanyalah setan dan demit berbagai jen
"Makan jamur beracun?" Liman mengangguk lalu mulai bercerita. "Wijil suka sekali makan botok jamur. Suatu hari dia mengeluh tidak enak badan karena masuk angin. Dia minta dibuatkan makanan kesukaannya yaitu botok jamur. Lalu aku mencari jamur di hutan, botok itu kucampur dengan jamur beracun." Liman menghela nafas matanya menerawang mengingat peristiwa pembunuhan Nyai Wijil. "Dia memakan botok jamur beracun yang kubuat, setelah makan tiba-tiba dia mengalami sesak nafas yang hebat. Wijil adalah penderita asma, jamur beracun itu memperparah keadaannya,"ujar Liman. Dhesta tertegun melihat sisi lain dari bapaknya. Selama ini dia melihat bapaknya sebagai orang yang pengasih. Bahkan menyembelih ayampun dia tak pernah melakukan sendiri. Tapi sekarang dia mampu membunuh kekasihnya. Dengan suara lirih Dhesta bertanya "Ibu juga sudah mengkhianati Bapak, tapi kenapa Bapak tidak membunuhnya atau membunuhku karena aku anak haram Prabu Jayanegara?" Liman terdiam, dia mengambil secawa
Hasta terkejut, reaksi Bhre Pajang Sureswari baginya benar-benar di luar nalar. Seharusnya saat mendengar nama Rangga yang disebut sebagai biang kerok kekacauan di Sywagrha, Bhre Pajang akan menyuruhnya menangkap Rangga dalam keadaan mati. Namun Hasta tak berani bertanya lebih lanjut."Baik Gusti Ratu, kami akan mencoba menangkapnya dalam keadaan hidup."*******Siang itu, seorang wanita mendatangi kediaman Pandhita Kanwa. Dari pakaian dan samir yang dikalungkan di lehernya, orang akan tahu bahwa dia seorang abdi dalem. Dengan setengah berlari dia buru-buru memasuki rumah Pandhita Kanwa. Melihat tamunya berlari sambil mencincing jariknya, Nyai Kanwa bertanya heran,"Eeh, Nyai Suli, kenapa kamu lari sampai nyincing jarik. Apa kamu dikejar anjing?"Nyai Suli tidak menjawab, dia langsung masuk rumah lalu menutup pintunya. Nyai Suli langsung duduk di tikar lalu berkata"Aku minta minum, aku haus setelah lari dari istana sampai kemari."Walaupun merasa heran dan kesal melihat temannya hebo
Tiba-tiba dia mendengar suara berkelebat dan teriakan kesakitan. Saat itu dia melihat kedua penyerangnya sudah roboh ke tanah dengan kapak kecil tertancap di jidat mereka. Rangga melihat ke sekelilingnya, terlihat Liman sedang berjalan sempoyongan menghampirinya lalu membantunya berdiri. "Kamu tidak apa-apa Dhesta?" Saat berbicara, Rangga mencium bau tuak yang menyengat dari mulut Liman. Saat itu juga Rangga baru menyadari bahwa Liman sedang mabuk berat dan menyangka dirinya adalah Dhesta. "Tidak saya baik-baik saja. Tapi...tapi saya bukan Dhesta, saya Rangga." Namun Liman tampaknya tak mempedulikan ucapan Rangga, dia hanya terkekeh lalu berkata "Ha ha ha ha ternyata kamu juga mabok sehingga merasa diri kamu adalah Rangga. Ayo kita pulang saja, semalam aku merasa gerah, lalu jalan-jalan cari angin." Liman menarik tangan Rangga namun Rangga menolak "Tidak, saya tidak ingin ke sana, saya mau di sini saja,"ujar Rangga sambil mencari tempat untuk beristirahat di bawah poh
"Siapa namamu Ngger?"tanya bapak-bapak tadi. "Saya Rangga dari Lembah Hantu. Lalu siapa nama Ki Sanak?" Mendengar tempat asal Rangga, wajah bapak itu tampak berubah. "Panggil saja aku Bima dan itu anakku Wening,"bapak itu menunjuk anaknya. Bapak itu mendekati Rangga lebih dekat lalu bertanya lagi "Benar kamu berasal dari Lembah Hantu?" Rangga mengangguk "Ya, apa Ki Sanak tahu tentang Lembah Hantu?" Bima menggeleng "Aku cuma dengar dari berita para pendekar yang datang dari Timur. Di tempat itu dulunya pernah terjadi perebutan Kitab Pusaka Sang Hyang Agni. Semua pendekar yang ada di situ mati dan jiwa mereka ditahan oleh Raja Iblis. Bapakku salah satu pendekar yang mati di sana." "Siapa nama Bapak Ki Sanak?" "Bapakku bernama Jolodhong." Rangga terkejut mendengarnya "Jolodhong? Apa dia memiliki ilmu meringankan tubuh Bayu Sumilir?" Wajah Bima seketika berubah "Darimana kamu tahu? Hanya pendekar-pendekar lama saja yang mengetahui tentang Bapakku,"ujar Bima.
Terdengar suara anjing menggonggong di luar. Setelah itu, seorang pemuda masuk ke dalam rumah menyapa Bimo dan isterinya. "Bapak Ibu, hari ini aku membawa kijang hasil berburu." "Aah...Jiwo kamu sudah pulang, hari ini kita ada tamu, dia Rangga murid Eyang Jolodhong,"Bima mengenalkan Rangga pada anaknya. Jiwo mengerutkan keningnya "Eyang Jolodhong? Tidak mungkin usianya masih muda dan Eyang Jolodhong sudah meninggal lama. Jika dia pernah menjadi murid Eyang Jolodhong seharusnya usianya sudah seusia Bapak,"ujar Jiwo sambil memandang Rangga dengan pandangan curiga. Bimo tampak tak enak hati melihat sambutan anak laki-lakinya yang dirasanya kurang ramah. "Dia bisa mengamalkan ilmu Bayu Sumilir ilmu keluarga kita. Tidak ada orang di luar keluarga kita yang mampu mengamalkannya,"Bimo mencoba meyakinkan. Namun Jiwo masih saja menampakan sikap yang tidak bersahabat. Dari tatapan matanya terlihat dia mencurigai Rangga sebagai penipu. "Bapak, ilmu Bayu Sumilir sudah lama ada seja
Semakin jauh dia berjalan, orang-orang yang lewat semakin berkurang. Tak ada lagi kebun atau rumah penduduk. Yang ada hanyalah hutan belantara atau lahan yang penuh semak belukar. ***** Pagi-pagi sekali Rangga sudah bangun lalu bersiap pergi. Dia membereskan bawaannya dan merapikan tikar tempat dia tidur. Dari arah dapur sudah tercium aroma makanan yang menggugah selera. Rangga bergegas ke dapur untuk berpamitan dengan Nyai Bima. Di dapur Nyai Bima terlihat sibuk mengaduk makanan di kuali. Rangga menyapa Nyai Bima, "Nyai, saya mau pamit pergi." Nyai Bima menoleh, melihat Rangga yang datang Nyai Bima berkata "Ngger, makanlah dulu, ini aku membuat bubur ganyong,"Nyai Bima menunjuk ke kuali di depannya. Ini makanannya sudah matang, kamu makan dulu ya." Nyai Bima berdiri dari duduknya lalu mengambil mangkuk gerabah, menyendok jenang ke mangkuk kemudian menyodorkannya pada Rangga. "Ini makanlah, kamu harus makan karena perjalananmu masih jauh." Rangga menyambut mangkok be
"Jolodhong adalah nama julukan teman-temannya di dunia hitam. Nama aslinya adalah Jayendra. Dia sahabat Nambi Mahapatih Majapahit saat itu. Saat Nambi pulang ke Lamajang karena Pranaraja bapaknya meninggal, Halayuda memfitnah Nambi dengan mengatakan bahwa Nambi akan memberontak. Sehingga pasukan Majapahit menyerang Nambi dan keluarganya Lamajang." "Apakah Eyang membantu Nambi memberontak?"tanya Jiwo. "Tentu saja, sebagai sahabat yang baik, Eyang Jolodhong memberitahu Nambi tentang kelicikan Halayuda. Dia kemudian membantu Nambi menghadapi pasukan Majapahit di Benteng Arnon,"tutur Bima. "Pemberontakan Nambi bisa ditumpas, lalu bagaimana nasib Eyang setelah penyerangan di Lamajang?"tanya Wening. Bima menghela nafas lalu berkata "Eyangmu tidak pulang ke Majapahit karena jika pulang dia bisa dibunuh. Setelah mengetahui Nambi telah gugur, aku dan ibuku ke Lamajang mencari bapakku. Tapi sayang sesampainya di Lamajang ibuku meninggal karena sakit dan kelelahan. Demi keselamatanku, bap
Saraswati maju ke hadapan Jiwo lalu dengan cepat menampar wajahnya dua kali. "Plaaak...plaak!" "Kamu laki-laki dengan nafsu binatang, kalau tidak ingat kamu adalah anak Ki Bima, sudah aku kebiri kamu!" Wajah Jiwo langsung merah karena marah, tangan kirinya yang masih utuh bergerak hendak memukul Saraswati. "Perempuan jalang, bukannya kamu sendiri yang menggodaku saat itu? Lalu saat bapakku datang kamu pura-pura lumpuh karena ditotok dan mengatakan aku sudah memperkosamu?"ejek Jiwo. Rangga yang gusar karena tidak terima dengan penghinaan Jiwo pada Saraswati langsung protes. "Kamu lupa Jiwo, aku mendengar percakapanmu dengan Saraswati dan melihat apa yang kamu lakukan pada dia. Jadi jangan mencoba membohongi semua orang!" Wening yang melihat semua kejadian itu, seketika menyesali dirinya yang terlanjur bercerita tentang perasaannya pada Rangga pada kakaknya. Dia tak menyangka reaksi kakaknya setelah mendengar ceritanya sampai seperti itu. Kang Mas Jiwo rupanya tertarik pa
Namun Jiwo tak peduli, dia melangkah ke kamar Rangga, saat itu dia melihat Saraswati yang sedang menunggui Rangga minum madu. Hati Jiwo langsung terbakar melihat keakraban mereka berdua. "Rangga, lihat apa yang sudah kamu lakukan terhadapku! Sekarang aku harus membuntungi tanganmu sebagai balasannya! Saraswati, sebaiknya jauhi penjahat itu!" Saraswati langsung pasang badan di depan Rangga melindunginya. "Mau apa kamu Jiwo? Pergilah jangan ganggu dia! Aku akan selalu berada di sampingnya,"Saraswati mengusir Jiwo. Namun Jiwo yang sudah terbakar api cemburu tetap menghampiri Rangga dan menyerangnya. Spontan Saraswati mendorong Jiwo sehingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Saraswati kemudian menyerang Jiwo yang mencoba mendekati Rangga. Kini Saraswati dan Jiwo terlibat dalam satu perkelahian di dalam kamar yang sempit. Rangga merasakan tubuhnya sudah membaik maka diapun bangun dari tidurnya. Dia tak ingin Saraswati yang bertarung untuknya dan membuat rumah Ki Bima berantak
Tubuh Rangga semakin panas, dia masih tidak dapat mengendalikan energi Sang Hyang Agni di dalam. Suara teriakan Saraswati sudah tidak terdengar lagi tapi justru hal itu membuatnya cemas. Dalam keadaan tersiksa marena panas, Rangga mencari sosok Saraswati. Matanya tertuju pada dua sosok di tepi sungai. Lampu minyak yang diletakan Saraswati di atas batu, menerangi dua sosok di tepi sungai.Tampak Jiwo sedang melucuti pakaian Saraswati yang hanya diam terpaku tak bisa melawan. Mendidih darah Ramgga melihat Saraswati dilecehkan seperti itu. Tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Rangga keluar dari sungai lalu menghampiri Jiwo dengan langkah terhuyung."Lepaskan dia, atau aku akan membunuhmu!"Jiwo menoleh menatap Rangga dengan gusar"Ooh kamu menantangku? Dalam keadaan lemah begini kamu menantangku apa kamu mau cari mati?!"Jiwo melangkah menghampiri Rangga lalu memukulnya. Rangga menangkis pukulan Jiwo namun tangkisannya begitu lemah sehingga ada saatnya Rangga roboh terkena pukulan Jiwo. Di
Baru berendam beberapa menit, air di sekitarnya sudah tak lagi dingin. Rangga berpindah tempat yang airnya masih dingin. Tapi itupun tak banyak membantu. Saraswati terbangun dari tidurnya karena rasa haus di tenggorokannya. Dia membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju ke dapur. Saat itu dia mendapati kamar Rangga sudah terbuka. Dia mengintip ke kamar dan dilihatnya tempat tidur Rangga yang sudah kosong. Perasaan Saraswati mulai tak enak. Dia segera menuju pintu depan, ternyata pintu depan juga sudah terbuka. Saraswati mengambil lampu minyak yang tergantung di dinding, lalu dia keluar rumah mencari Rangga. Matanya menjelajahi setiap sudut halaman dan jalan setapak di depan rumah, tapi bayangan Rangga tak juga tampak. Saraswati memutuskan untuk mengitari lingkungan di sekitar rumah mencari Rangga, namun bayangan Rangga tak juga di temukan. Dia berjalan ke halaman belakang menuju kebun sayur. Saraswati melihat beberapa tanaman sayur roboh terinjak-injak. Mungkin Rangga l
Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga. "Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada. "Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo. Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar "Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga." "Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan. "Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong d
Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast
Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan. "Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!" "Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih. Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya. Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya. "Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!" "Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi. "Tunggu!" Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal da
"Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu