“Karena kita segera membagi harta karun ini menjadi dua bagian,” jawab Delingwisa singkat.
Janurwasis bersorak dalam hati. Kini saatnya dia akan melaksanakan rencana yang semula dipendam dalam hati. Rencana yang dia siapkan dalam hati agar tidak diketahui Delingwisa.
Tujuan Janurwasis datang ke Goa Barong adalah untuk menguasai harta karun secara keseluruhan. Bukan hanya separuhnya. Hal itu sesuai dengan syarat yang pernah ditetapkan Keksi Anjani ketika Janurwasis melamarnya beberapa waktu yang lalu. Kalau Janurwasis tidak menyerahkan seluruh harta karun yang terdapat dalam Goa Barong, maka Keksi Anjani akan menolak lamarannya.
Untuk mendapatkan gadis secantik bidadari, memang tidak mudah. Kata Janurwasis di dalam hati yang terdalam. Aku akan menggunakan semua cara supaya bisa mendapatkan seluruh harta karun ini. Bukan hanya Delingwisa, tapi siapa saja yang mencoba merebut harta karun ini akan kuhabisi!
Janurwasis merup
”Soal perintah itu, nanti. Sekarang terimalah ini dulu!”Delapan anak buah Delingwisa saling pandang. Mereka tidak paham maksud kata-kata yang diucapkan tuan mereka. Namun kata ‘terimalah’ itu membuat mereka ‘nyicil ayem’, merasa senang di dalam hati. Mereka yakin Delingwisa akan memberikan sesuatu, suatu benda, atau uang.Delingwisa membuka peti baja. Mengambil segenggam uang emas. Lalu dibagi-bagikan kepada anak buahnya itu masing-masing dua puluh keping. Para begundal terbelalak mata ketika menerima uang emas itu. Mereka membungkuk-bungkuk sangat dalam sebagai tanda ucapan terima kasih. Mental sebagai budak terlihat dari sikap mereka.”Terima kasih, tuan. Semoga tuan selalu panjang umur dan selalu jaya sepanjang masa,” kata mereka serentak.Delingwisa tersenyum sambil mengangguk-angguk. Lalu dia berkata, ”Sekarang timbun lubang jebakan itu!”Maka secara serentak dan penuh
Janurwasis hanya menurut saja. Siapa menolak dipapah gadis cantik yang beraroma harum? Aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Sebuah kesempatan yang beum tentu bakal terulang seribu tahun lagi! Begitu lanturan Janurwasis. Untung saja aku tidak mati tertimbun tanah. Kalau aku mati, tidak bakalan punya kesempatan berdekatan dengan gadis ini. Sampai di bawah pohon ingas, Wening Kusuma menggelar beberapa lembar daun pisang. Lalu menyuruh Janurwasis tiduran di atas alas daun itu. Dengan sangat halus dan hati-hati, Wening Kusuma kembali mengurut-urut sekujur kaki Janurwasis. Wening Kusuma melakukan pertolongan secara tulus. Meskipun dia belum mengenal Janurwasis, tetapi ketika Janurwasis membutuhkan pertolongan, dirinya tidak lepas tangan. “Berbuat baik kepada siapa saja, itu kewajiban kita sebagai manusia,” begitu pesan ibunya saat Wening Kusuma masih anak-anak. Pesan yang bagus itu telah membenam d
”Tidak.””Nah, aku menolak pemberian yang tidak kusuka, masa dianggap aneh? Pemikiranmu dan pemikiran orang-orang yang menganggapku aneh, itu perlu diluruskan. Aku menolak jadi raja karena tidak mampu.”“Sebentar…,” Westi Ningtyas menjeda. “Yang benar itu, kamu tidak mampu menjadi raja ataukah merasa tidak mampu menjadi raja?”Suro Joyo tercekat. Dia memandang wajah cantik Westi Ningtyas seperti memandang orang asing yang belum dikenal. Westi Ningtyas dengan pertanyaannya itu membuatnya serasa makhluk asing yang benar-benar terasa asing bagi Suro Joyo.“Pertanyaanmu tidak mungkin bisa kujawab,” kata Suro Joyo. “Itu pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab oleh siapa pun.”“Memangnya kenapa? Semua pertanyaan tentu ada jawabannya.”“Begini, Westi Ningtyas, alasan tidak mampu itu bisa diartikan macam-macam. Setiap o
Serentak kelima perampok mencabut golok masing-masing. Mereka serempak menyerang Suro Joyo dan Westi Ningtyas. Empat orang, yakni Anggitan, Olengpati, Taraksa, dan Rubasa menyerang Suro Joyo dengan sabetan-sabetan golok. Sedangkan Higrataling mencecar Westi Ningtyas dengan libasan-libasan goloknya yang berkilat-kilat. Suro Joyo melesat ke udara, berjumpalitan beberapa kali di udara. Tebasan empat golok yang mengarah tubuhnya hanya menghantam angin. Sedangkan Westi Ningtyas berkelit dengan melompat menjauhi lawan. Sehingga golok di tangan Higrataling hanya menyabet tempat kosong. Sementara itu, setelah bersalto di udara beberapa kali, tubuh Suro Joyo melesat ke arah Westi Ningtyas. Dengan cepat dia sambar tangan Westi Ningtyas. Lalu keduanya melesat bagai terbang ke arah barat daya. Menghindari pertarungan dengan gerombolan perampok yang membabi buta tersebut. ”Kejar...!” perintah Anggitan dengan lantang. Mereka berlima mengejar. Hany
”Ya..., mungkin orang seperti kita ini sudah digariskan untuk jadi miskin,” tanggapan orang yang bertubuh pendek. “Sedangkan orang seperti Den Delingwisa itu digariskan jadi kaya. Itu sudah garis hidup. Garis nasib.” ”Aku percaya pada kata-katamu. Aku percaya pada omongan. Tapi kenapa yang dapat harta karun kok dia? Padahal dia sudah kaya raya. Harta berlimpah, uang segudang, rumah berderet-deret seperti istana,” nada suara si kerempeng berkulit gelap. ”Ada satu lagi tentang Den Delingwisa....” ”Apa?” ”Dia juga kaya istri....” Kedua pencari kayu itu tertawa ngakak. Keluh kesah kehidupan mereka yang penuh resah seolah-olah lenyap ditiup angin semilir. Banawi sudah tidak begitu memperhatikan apa yang diomongkan kedua pencari kayu itu. Otaknya kini sedang memikirkan tentang apa yang baru saja dibicarakan mereka. Harta karun dari Goa Barong itu! Kini harta karun itu ada di tangan Delingwisa. Apa yang sebenarnya telah terjadi setelah De
”Entahlah,” jawab Banawi jujur. “Gerombolan pemberontak itu bisa melakukan pemberontakan ke kerajaan apa saja. Yang jelas ada kelompok atau gerombolan yang ingin memberontak. Dan ini harus kita cegah!”Ketiga orang itu terus melangkahkan kaki. Sampai waktu menjelang malam mereka belum sampai tujuan. Maka diputuskan menginap di rumah seorang penduduk.Malam terus merambat, cerita sementara beralih ke rumah megah Delingwisa. Rumah megah itu terdiri dari empat rumah besar dan saling terhubung antara satu dengan lainnya.Rumah megah dikelilingi tembok tinggi berjarak lebih dari delapan tombak. Tembok tinggi ini lebih tinggi daripada rumah yang dipagarinya. Di depan pintu gerbang terdapat gardu yang dijaga dua anak buah terletak di bagian belakang rumah megahnya.Malam yang semakin dingin ini Delingwisa tidur bersama wanita muda yang baru jadi istrinya beberpa hari lalu. Karena waktu itu dia buru-buru ke Goa Barong, maka dia
Bengkas yang diliputi kemarahan mendahului menyerang. Menyabetkan senjatanya ke arah Anggitan. Perampok itu menangkis dengan goloknya. Terdengar benturan keras dua senjata disertai ledakan dan percikan bara. Tubuh Anggitan terdorong ke belakang satu tombak, sedangkan Bangkas masih tegar. Dia menyabetkan senjatanya ke arah Rubasa.Dhuar!Ledakan terjadi lagi ketika Rubasa menangkis menggunakan goloknya. Sabetan Bengkas sangat keras. Membuat tangan Rubasa tergetar. Golok lepas dari tangan. Sungguh terkejut dia akibat dari sabetan senjata lawan yang hanya berupa akar.Heh…, rupanya banyak orang yang menyepelekan senjata akar ini. Kata Bengkas di dalam hati. Mereka tidak tahu bahwa senjata ini sangat mematikan! Mereka tidak menyadari bahwa senjata sederhana ini mempunyai kehebatan yang jarang diperhitungkan.Cthar!Tiba-tiba lecutan akar cipirajag susulan menyambar leher Rubasa dengan cepatnya. Rubasa tak sempat mengelak. Lehernya tergores. Buka
Higrataling menggeser Olengpati. Ganti mengintip Menik Sarasti dan Delingwisa. Higrataling juga terperanjat ketika melihat Menik Sarasti yang tidur pulas dalam pelukan Delingwisa.”Ah, biarlah Menik Sarasti berbuat nyeleweng! Patih Ganggayuda saja juga nyeleweng!” bisik Olengpati. ”Kita ganti ke kamar barat itu!”Keduanya membuka genting kamar di sebelah barat kamar Delingwisa. Kali ini mereka beruntung. Ternyata di bawah sana terlihat peti baja milik mereka. Selain itu juga tampak puluhan peti baja untuk menyimpan harta Delingwisa.Keduanya sangat gembira. Harta karun mereka masih ada. Harta karun yang diperoleh dengan susah payah, masih tersimpan di rumah Delingwisa.Tanpa membuang waktu lagi, keduanya membuka genting lebih lebar. Lalu keduanya masuk kamar penyimpanan harta.Mereka berhasil mengambil peti baja mereka. Kemudian meninggalkan kamar lewat jendela. Mereka lari hendak menginggalakan rumah Delingwisa lewat sebela
CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa
Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.
Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M
Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk
Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.
Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks
Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian
Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia
Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis