Jonathan mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruangan tempat Aditya mengurus dokumen, di luar ruangan tampak Catrina dan John yang akan pergi ke Rumah sakit.
"kalian akan pergi?" tanya Jonathan, dia berusaha berbaur meskipun masih sangar canggung, itu karena Catrina juga sudah mulai mau tersenyum padanya, setelah sebelumnya masih jutek dan marah karena ulahnya.
"Iya Jo, belum mau keluarkan?" tanya Catrina.
"Belum" jawab Jonathan.
"Ya udah nitip dulu sebentar ya, aku sama John harus ke Rumah sakit sebentar, oh maksudku, aku akan lama, tapi John sebentar" ucap Catrina.
"Baiklah, hati-hati dijalan" jawab Jonathan, lalu mengantar John dan Cat
Catrina merasa risih dengan sikap Calvin yang mulai duduk di sampingnya, lalu merangkul pundaknya."Jangan gini ah, banyak orang" ucap Catrina, lalu berusaha melepaskan tangan Calvin dari atas pundaknya."muach" tiba-tiba saja Calvin mengecup leher Catrina yang pada saat itu mengenakan atasan model sabrina yang terbuka, sehingga leher dan pundaknya polos tanpa sehelai kain menutupinya, dengan mudah Calvin mendaratkan bibirnya di leher mulus gadis itu.Catrina refleks mendorong tubuh Calvin hingga hampir terpelanting dan jatuh ke atas lantai, tiba-tiba saja dia merasa terhina dengan sikap Calvin itu, padahal sebelumnya hal tersebut sering Calvin lakukan padanya."Wow, aku hampir jatuh nih, ken
"Maaf Cal, aku tidak bisa" jawab Catrina mantap."Kenapa? apa kekuranganku Cat? Aku bisa seperti pria itu" tanya Calvin, mulai kembali tersulut emosi, karena keinginannya tidak tercapai."Aku tau sifat kamu, kamu menginginkanku dan harus mendapatkanku jika kamu mau, tapi sampai kapan pun kamu tidak akan bisa menghormatiku sebagai perempuan, apalagi status ayahku selalu kamu banding-bandingkan, padahal kamu sendiri tahu, ayahku tidak bekerja pada perusahaanmu, hanya karena ayahku bukan seorang pemimpin perusahaannya, jadi kamu selalu merendahkannya, bahkan di depanku, asal kamu tau saja Cal, aku ini dokter, dokter bedah VIP, bagiku tidak sulit jika ingin mendapatkan putra seorang pemimpin sepertimu, aku sudah menemukan banyak pria sepertimu di bangsal rumah sakitku, jadi … jika kamu tidak menyukai ayahku, jangan sek
"Oke, makasih kawan, aku hanya takut dia pergi ke bar, tidak biasanya pulang selarut ini, oh iya John, darimana Samantha tau nomorku?" tanya Aditya."Tadi dia minta, katanya disuruh profesor Rahman mengabari keadaan ayahmu, jadi terpaksa aku berikan, posisiku sedang di taxi tadi, aku takut penting banget jadi terpaksa aku berikan, apakah ada masalah?" jawab John menjelaskan, lalu balik bertanya."Oh, tidak apa-apa John, nanti jika ada yang meminta nomorku, siapapun itu kecuali orang tuaku dan Catrina, tolong jangan diberi ya, apapun alasan mereka" perintah Aditya, sambil sesekali melihat ke layar ponselnya."Baik kawan, apa Samantha …? Oh, apa dia mengirimi kamu sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan Ayahmu?" tanya John, dia mera
Catrina merasa jika sikap Aditya berbeda padanya, dia menyangka jika Samantha mungkin saja sudah menggoda Aditya hingga hatinya goyah, ada rasa khawatir jika Aditya akan berpaling pada Samantha yang terkenal cantik tapi pelakor itu."Baiklah, aku istirahat duluan ya, kamu juga istirahat" ucap Catrina, lalu pergi meninggalkan Aditya yang masih terlihat dingin terhadapnya.••••••••Keesokan paginya Aditya pergi lebih awal ke kantor tanpa menunggu Catrina bangun untuk berpamitan, dia masih kecewa dengan kebohongan Catrina semalam, dia tidak bisa mentolerirnya.Saat Catrina bangun dia hanya melihat John sedang sarapan dan s
"Baiklah John, nanti biar aku jelasin di rumah, oh iya John hm … semalam aku ketemu Calvin, aku tidak bermaksud membohongimu dan Adit, hanya saja tadinya hal itu tidak perlu diobrolin ke kalian juga, tapi aku juga tidak menyangka jika Samantha sampai memfoto kebersamaan aku sama Calvin, jika tau akan seperti ini, aku akan memilih berbicara dengan Adit dan Kamu, maafin aku ya" ucap Catrina lagi.John sedikit merenung lalu mengangguk pada Catrina, bagaimanapun juga, dia percaya terhadap kekasihnya itu.•••••••••Sementara itu Aditya sudah sampai di Kantornya, banyak karyawan menyambut kedatangannya, hanya Billy dan Benny saja yang tidak berani mendekatinya, karena Nyonya Sandra sudah menyuruh
"Baiklah, terima kasih kawan-kawan, ingat bekerjalah seperti bayangan, kalian jangan sampai terlihat" jawab Aditya.Lalu Jonathan dan Liu yang tidak sedikitpun mengeluarkan suara itu pun pergi keluar dari ruangan Aditya, sebagian orang yang melihat dua pemuda tinggi putih memakai kostum serba hitam itu merasa begitu penasaran, bahkan Calvin pun tak sengaja melihatnya, dengan terburu-buru dia mendekati Linda, sekretaris Aditya."Lin, siapa?" tanya Calvin, dengan gayanya yang menggoda."Petugas Pembersih AC" jawab Linda, tanpa ragu sedikitpun."Aku kok ragu ya, kaya petugas FBI hehe" ucap Calvin lagi, seraya tertawa terkekeh."Iy
"Tua bangka yang egois, tetapi masih saja berterus terang, ah, untuk itulah aku suka dia" desah Aditya di dalam hatinya. Dengan wajah tersenyum dia lalu menjawab kekecewaan orang kepercayaan Ayahnya itu, "Maafkan aku Paman, bukankah anda tahu? dari awal aku tidak menyukaimu? Dan aku masih trauma akan masa laluku, untuk itu lebih anda fokus hanya membantu si tua bangka pemimpinmu itu, aku? Bisa menjaga diriku sendiri."Paman Yosef terlihat menghela nafas, dia sedikit emosi, tetapi sudah biasa mendapat perlakuan dingin dan menusuk dari anak Tuannya itu, bagaimanapun juga sakit yang sudah ditorehkan untuk Aditya sepuluh tahun lalu, itu pasti akan membekas di hatinya, dimana dia yang dengan tega mengusir anak itu beserta Ibunya sambil membawa anjing-anjing penjaga rumah miliknya untuk menakut-nakuti anak tersebut, bahkan dia juga tahu jika Aditya phobia terhadap anjing karena trauma m
Terlihat Samantha akan mengayunkan telapak tangannya dan ingin membalas perlakuan Catrina, tetapi Catrina dapat menangkis tangannya itu, dia tidak kehilangan akal dan akan mengayunkan tangan satunya lagi, tetapi lagi-lagi Catrina dapat menangkisnya lagi, Samantha tidak bisa bergerak karena kedua tangannya dipegang oleh Catrina, hingga dia akan melakukan jurus terakhirnya, yaitu menendang Catrina.Guprak!"Aw" Samantha berteriak kesakitan, bokongnya mencium lantai sangat keras karena tubuhnya didorong oleh Catrina."Sial, tenaganya besar juga" gerutu Samantha di dalam hati, sambil meringis kesakitan.Sedangkan Catrina terlihat menepuk-nepukan tangannya seolah baru
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod