Sore itu sepulang dari kantor, Aditya ke rumah sakit, dia tidak langsung menuju ruangan dimana orang tuanya berada, melainkan dia pergi ke arah Cafetaria, tempat dimana Catrina suka nongkrong disana bersama teman-temannya.
Dicafetaria terlihat ada dokter Samantha, terlihat Samantha sedang meminum kopinya sendirian, Aditya tidak mempedulikannya saat Samantha berusaha menggodanya dengan terus memandang ke arahnya, Aditya memesan kopi juga, terlihat dia tidak tenang karena Catrina ternyata tidak berada di sana.
Melihat Aditya diam saja bahkan tidak menyapanya, Samantha yang dicap gadis penggoda oleh teman-temannya itu terlihat berjalan kearahnya, Samantha memang gadis yang sangat cantik, tubuhnya tinggi juga langsing, jika orang melihat Aditya dengan Samantha pasti akan dianggap sepasang kekasih, mengingat merwka berdua begi
Samantha duduk di samping Catrina, lalu tersenyum dan berbicara lagi pada Catrina, "kamu ditolak yah sama tuh ganteng?" tanya Samantha tanpa basa basi hingga teman yang hadir sontak kompak memandang ke arah Catrina."sial! dasar pria tidak berperasaan, jika menolak ya menolak saja, tidak perlu mempermalukanku di hadapan Samantha" gerutu Catrina dalam hati, dia sangat kesal."woy, diem aja, atau kalian sudah pacaran tapi diam-diam ya?" tanya Ririn membuyarkan lamunan Catrina."gak mungkin, sudahlah Cat nyerah aja, aku mau maju sekarang, aku gak mau ketinggalan pria seperti itu" sahut Samantha."oh rupanya Sam belum tahu aku ditolak, kok aku jadi paranoid sih? orang ngomong gitu aku takut bange
Dokter Lina dan dokter Dewi yang melihat pemandangan itu tergiur ingin juga mencari pasangan semalam untuk bersenang-senang, berhubung mereka tidak memiliki pacar jadi mereka masih bebas berhubungan seperti itu. Riuh gemuruh DJ yang memainkan musiknya dengan piawai membuat Bar tersebut semakin malam semakin ramai.Aditya tampak tidak mempedulikan Catrina yang ikut bergabung menari bersama teman-temannya, bahkan Catrina dengan sengaja membuka kemeja dan hanya mengenakan tanktop sexy, dia fokus menikmati minuman yang dibuat oleh Dion dan Dion tidak berani mengganggunya atau menyinggung nama Catrina di hadapan Aditya yang terlihat sangat dingin dan berkharisma itu.Sedangkan Catrina setelah bergabung menari ria dengan teman-temannya tampak tidak fokus karena dia sibuk mencuri-curi pandangan pada Adity
Catrina tidak mengetahui jika Aditya benar-benar mengkhawatirkannya, ada perasaan cemburu saat pria berwajah oriental itu berjoget ria jedak jeduk bersama Catria, ada perasaan marah saat pria oriental itu berani memegang kulit mulus pada pinggang Catrina dan ada perasaan puas saat Catrina berani menampar si pria berwajah oriental itu. Aditya juga sengaja menunggu Catrina pulang sampai tempat tujuannya tetapi dia semakin khawatir saat teman-teman Catrina pergi satu persatu dengan pasangan mereka yang baru mereka temui beberapa menit di Bar itu. Saat Catrina pamit pergi pada Dion, Aditya juga pamit pulang, dia secepatnya menaiki motornya lalu mengikuti mobil Catrina dari belakang, saat dia santai mengikuti mengikuti mobil Catrina, tiba-tiba ada beberapa motor menyalipnya dari belakang, terlihat tiga motor itu mengikuti
Lalu Jonathan melihat ke arah belakang, dua teman lainnya juga terlihat babak belur, Jonathan bertanya-tanya siapa pria berhelm hitam ini karena setelah dia bersuara, dia langsung menutup kaca helmnya hingga menutupi bagian mata, hidung juga bibirnya, benar-benar tidak terdeteksi wajah dibalik helm itu.Jonathan berjalan mendekati Aditya, tetapi baru beberapa langkah saja terlihat Aditya mengangkat tubuh pria yang dia gusur tak berdaya tadi, lalu serta merta melemparkannya ke arah Jonathan dan teman satunya lagi.BRUK …Jonathan dan temannya terpental bersamaan ke arah depan mobil Catrina, karena dihantam tubuh temannya yang sudah tak berdaya tadi."Aw sial" des
Di Rumah Sakit,Pria berjas rapi memarkirkan kendaraannya di depan pintu gerbang gawat darurat, tampak Tuan Yosef dengan cemas berdiri di depan pintu menunggu kendaraan tersebut yang ternyata adalah bawahannya yang bertugas mengikuti Aditya kemanapun, tetapi tampaknya kejadian ini tidak bisa diprediksi sehingga mereka kehilangan jejak Tuan Mudanya."ayo dok mereka datang, tolong selamatkan Tuan muda kami" perintah Tuan Yosef."baik Tuan, saya dokter Samantha yang bertugas di ruang UGD malam ini anda tenangkan dulu diri anda, saya akan menolongnya sebisa saya" ucap dokter tersebut yang ternyata adalah dokter Samantha, perempuan yang tadi sore berbincang dengan Aditya.
Paman Yosef terlihat menggelengkan kepalanya dengan sedih. "maafkan kami Nona, dua pendonor yang kami siapkan sedang pergi ke luar kota karena ada urusan, Tuan besar juga anda tahu sendiri masih lemah" jawab Paman Yosef. Catrina hanya mengangguk, lalu berjalan ke arah telepon kantornya dan menekan beberapa nomor. "halo, UGD saya dokter Catrina Buana, urgent, butuh dua labu darah B plus, … oh kosong? coba minta ke bank darah, cepat ya saya tunggu di telepon … oh kosong juga, baiklah tolong hubungi PMI cepat ya, saya tunggu … oke kosong juga, baiklah terima kasih, tolong kamu usahakan ya, satu labu pun tidak apa-apa ya, bawa ke ruangan saya secepatnya, terima kasih ya" Catrina terlihat sibuk berbicara di telepon, sesekali menunggu tanpa menutupnya, dia
"untuk apa meminta maaf? kamu tidak salah apa-apa" tanya Aditya dengan suara yang masih lemah. "gara-gara nolongin aku, kamu jadi kecelakaan gini" jawab Catrina dengan air mata yang mulai bercucuran. "jangan menangis, ini bukan kesalahanmu, akunya saja yang tidak waspada, tadi aja lihat darah sama ngejahit lukaku kamu gak nangis, kenapa sekarang nangis hum?" tanya Aditya lagi. "aku kan dokter, masa aku nangis di depan Paman Yosef sambil jahit luka kamu? bisa-bisa aku dipecat jadi dokter kalau cengeng kaya gitu" jawab Catrina sambil berusaha menyapu air mata yang bercucuran di pipinya. "ya udah, sekarang juga jangan nangis ya, punggungku perih denger kamu nangis nih, kasian sekali
"oke, Catrina menjahitnya dengan sangat cantik, luka tuan muda akan sembuh secepatnya, percayalah Catrina adalah muridku yang paling pintar dan dapat diandalkan" puji Professor Rahman, "oke sebaiknya kita tinggalkan mereka berdua, mereka tampak sangat kelelahan" ajaknya pada nyonya Aletta dan Paman Yosef. "oh iya Prof tolong berilah cuti untuk dokter Catrina, saya dengar dia bahkan hanya memakai handuk saat datang kesini, ternyata benar saja, duh kasihan sekali" pinta Nyonya Aletta, dia terlihat haru saat memandang ke arah Catrina yang sedang terlelap tidur dengan masih mengenakan handuk di kepalanya. "Tenang saja Nyonya saya tahu itu, untuk itu saya akan tunjuk dokter lain untuk menggantikannya dan membantunya kedepan" jawab professor Rahman, lalu mereka bertiga keluar dari ruangan, sebelumnya nyonya Aletta m
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod