"Tuan muda Aditya, tolonglah ikut bersama kami" ajak seorang pria bernama Yosef pada pemuda yang dihadangnya.
"Tak sudi, untuk apa saya ikut denganmu paman Yosef? Setelah 10 tahun lalu kalian mengusirku, menendang kami dari rumah tuan besar kalian itu" jawab Aditya.
"Maafkan saya Tuan muda, percayalah tuan besar selalu melindungi anda selama ini, dia ayah yang baik, ibu kandung anda tahu kebenaranya" jawab Yosef.
Aditya berpikir sejenak, teka teki pertanyaan mulai membuat kepalanya pusing, dia hanya bertanya-tanya saja, "kenapa setelah dia diasingkan bersama ibunya selama 10 tahun ini, hingga sudah terbiasa dengan kehidupan yang sulit ini, tiba-tiba saja ajudan ayahnya datang untuk menjemputnya, sebenarnya apa yang diinginkan ayah yang begitu dia benci itu?"
"Tuan muda, tolonglah tuan. Ayolah anda pulang dulu, kita tidak memiliki banyak waktu lagi" desak paman Yosef.
"Apa yang sebenarnya terjadi paman Yosef? Apa yang kalian inginkan dariku si anak haram ini? Bukankah kalian seharusnya tidak menemuiku lagi, setelah aku kalian buang?" Tanya Aditya, terlihat begitu stres karena merasa sangat terganggu dengan hadangan Yosef yang tidak sendirian itu, melainkan dia membawa beberapa penjaga dan seolah-olah ingin menculiknya.
Dan benar saja, Yosef sudah tak tahan dengan waktu yang seolah-olah diulur oleh Aditya, dia mengisyaratkan ketiga penjaganya untuk segera memasukan Aditya dengan paksa ke dalam mobil.
"Hei, lepaskan saya, apa yang kalian lakukan? Lancang sekali, lepaskan!" Teriak Aditya sambil terus meronta, tetapi percuma saja, ketiga penjaga tersebut begitu besar dengan tenaga yang begitu kuat.
Aditya dimasukan paksa ke dalam mobil mercedes-Benz E-300 hitam tersebut, kemudian duduk di kursi belakang dan diapit oleh dua orang penjaga, sedangkan penjaga lainya masuk dan duduk di kursi depan untuk bersiap menyetir serta Yosef duduk di samping supir, lalu mobil pun meluncur meninggalkan jalanan itu. Karena saat Aditya dihadang Yosef kebetulan sedang berjalan di jalan kecil menuju rumahnya.
"Maafkan saya tuan muda, terpaksa harus melakukan ini, saya tidak ingin mengulur waktu lagi, keadaan tuan besar sangat kritis" ucap paman yosef.
"Terserah kalian saja, saya sudah muak" jawab Aditya sambil mendengus begitu kesal.
Mobil yang mereka tumpangi meluncur begitu cepat, karena Yosef menyuruh sopirnya untuk sesegera mungkin menuju tempat tujuan.
Hampir 30 menit lamanya, mobil akhirnya sampai ditempat tujuan, memasuki basement rumah sakit dan menyuruh Aditya segera dikeluarkan saat mobil sudah terparkir dengan aman.
Aditya tidak bisa kabur, hanya mengikuti saja Yosef yang berjalan di depan, mereka berlima memasuki lift, salah satu penjaga memencet lantai 22, kemudian pintu lift tertutup dan mereka meluncur naik dengan cepat.
Trink, pintu lift berbunyi tanda mereka sudah sampai di tujuan. Tampak jelas jika di lantai tersebut hanya ada beberapa kamar pasien khusus kelas atas, Aditya terus saja berjalan mengikuti Yosef, kali ini dengan sikapnya yang tenang karena dia sadar sedang berada di tempat orang-orang sakit, dia bertanya-tanya dalam hatinya "siapa yang sakit? Mungkinkah ada yang meninggal?"
Tok, tok, tok, Yosef mengetuk pintu tiga kali, terdengar seseorang membukanya, masih seseorang yang tampak seperti penjaga, terlihat di dalam banyak penjaga juga setelah Aditya dan Yosef dipersilahkan masuk.
Terlihat seorang perempuan berusia 45 tahunan sedang bersedih dan menangis di samping pria paruh baya yang terbujur lemah di atas kasur pasien dengan hidung ditutupi selang oksigen beserta selang infus dimana-mana, memenuhi tangan, dada dan beberapa bagian tubuh lainya, pria itu terlihat sangat kritis dan mengenaskan.
"Nyonya Sandra, tuan muda aditya sudah datang" ucap Yosef pada perempuan yang dia panggil Sandra tersebut.Nyonya Sandra menoleh ke arah Yosef dan pemuda di sampingnya, raut yang begitu sedih menyelimuti seluruh wajahnya dengan tangan sedikit bergetar tak mau melepaskan genggaman pada tangan pria yang sedang tertidur tak berdaya itu.Aditya memandang lekat wajah pria yang berbaring itu, dia tertegun dan sangat terkejut, karena pria itu adalah ayahnya, ayah kandungnya, ayah yang selama ini begitu dia benci, tetapi saat melihatnya dengan keadaan seperti ini, Aditya pun sejenak menjadi luluh dan merasa sangat kasihan.Nyonya Sandra tak berbicara sepatah katapun, air matanya terus mengalir deras, apalagi saat melihat kepada Aditya, air matanya tak sanggup dia bendung lagi dan menangis sejadi-jadinya.
Aditya tertegun, untuk sesaat dia merasa begitu marah dan terharu dengan kata-kata Sandra, perempuan ini meskipun membencinya tetapi tetap memikirkan dan mengutamakannya jika menyangkut masalah harta waris, Aditya Begitu kagum dengan ketulusan Sandra, dia perempuan yang tidak gila harta, untuk itulah pantas saja ayahnya lebih memilih hidup terus bersama Sandra, meskipun tanpa anak, karena Sandra adalah perempuan yang patut dipertahankan.Tetapi Aditya tidak mau sedikitpun mewarisi harta mereka, dia sadar diri dia siapa, alangkah baiknya jika Sandralah yang pantas menerima semua harta dari suaminya itu."Tidak nyonya besar, saya tidak bisa menerima posisi ini, saya tidak bisa menjadi pewaris perusahaan kalian, anda lebih pantas menerimanya" tolak Aditya terdengar begitu tulus."Tidak Aditya, saya tidak menginginkan h
"Nyonya besar, saya titipkan putra saya pada anda, anda tidak perlu khawatir, saya juga akan membantu mengurus tuan besar, jika anda berkenan dan memperbolehkannya" ucap Aletta pada Sandra.Sandra hanya mengangguk dan tak berbicara sepatah katapun."Ibu ….Tidak bu, bagaimana nanti, pikirkan baik-baik, anda tidak bisa memanggilku dengan sebutan putra" ucap Aditya terlihat tak rela."Tidak apa-apa putraku, nyonya besar akan menyayangimu lebih dari apapun, ibu tetaplah ibu kandungmu nak, kelak kita masih tetap akan bersama, yang penting ibu bisa melihatmu setiap hari" ucap Aletta."Apakah ibu didesak mereka, agar mau diperalat begini bu? Masih ingatkah dulu mereka begitu menghinakanmu, mengusir kita dari rumah besar itu dan mencampakan kita berdua untuk hidup di komp
Keesokan harinya di sebuah ruangan meeting bertempat di perusahaan Rashaad Group yang dimana perusahaan tersebut adalah perusahaan besar dengan banyak pengusaha yang bekerja sama dan menyimpan saham di dalamnya.Pendiri dan pemimpin sebenarnya adalah kakek dari Aditya yang bernama Ali Rashaad yang hanya memiliki putra tunggal yaitu Fajar Rashaad, untuk itulah setelah istrinya meninggal yaitu nenek Aditya, Ali Rashaad pun mewariskan semua harta dan perusahaanya pada Fajar Rashaad putra tunggalnya serta menjodohkan Fajar pada Sandra yang merupakan putri dari sahabatnya, meskipun tanpa cinta Fajar Rashaad pun akhirnya menikah dengan Sandra, mereka sudah menikah beberapa tahun tetapi Sandra belum juga dikarunia seorang anak pun, hingga Ali Rashaad akhirnya meninggal menyusul istrinya tanpa sempat melihat cucunya yaitu Aditya, saat itulah Aletta muncul di perusahaan dan menjadi sekretaris Fajar, karena sering b
"Sudahlah Billy jangan kamu ladeni dia, tuan Calvin tolong anda juga jangan menghina keluargaku lagi" ucap Benny pada adiknya yang bernama Billy, serta memperingatkan pada Calvin, agar dia jangan berkata keterlaluan.Calvin ingin melawan tetapi Tuan Indra segera menepuk pundak Tuan Calvin, "sudahlah tuan muda Calvin, jangan dibahas lagi" ucap Tuan Indra.Tiba-tiba pintu masuk ruang meeting terbuka, terlihat perempuan paruh baya yang begitu cantik jelita dan anggun memasuki ruangan meeting yang isinya pria semua, terlihat ada 10 orang pria yang sudah hadir di rapat pribadi pemilik saham perusahaan tersebut."Selamat siang, mohon maaf karena saya terlambat" ucap perempuan tersebut."Nyonya Sandra? Dimana Tuan pemimpin?" Tanya salah seorang pria yang ikut meeting di ruangan
"Oh, untuk masalah itu, kalian tidak usah khawatir, meskipun Suami Saya tidak diketahui keberadaanya sekarang, tetapi Dia memiliki Pewaris yang sah untuk memimpin dan menggantikan posisinya" jawab Nyonya Sandra begitu percaya diri."Wow, benarkah? Maksud Anda Anak? Saya baru mengetahuinya jika Nyonya memiliki Anak, kapan Anda mengandung? Haha" tanya Tuan Calvin yang kemudian tertawa mengejek.Sedangkan Tuan Billy dan Tuan Benny saling memandang lalu mengerutkan kening bersamaan, karena yang mereka tahu, Sandra tidak pernah memiliki anak meskipun anak adopsi. Indra juga terlihat sedikit gusar, dia sama sekali tidak mengetahui hal ini."Tentu saja Mr. Calvin, oh iya Billy apakah kamu ingat? 20 tahun yang lalu Aku pernah beristirahat selama 2 tahun ke new zealand? Mungkin Benny juga masih ingat, Mr. Weber, Mr. Andi, Mr
Calvin mendadak gemetar, sikap arogannya yang dari tadi, seketika hilang begitu saja, wajahnya terlihat memerah karena merasa dipermalukan, Dia memandang ke arah Tuan Indra dan anggota lain yang tadi mendukungnya, tetapi mereka sedikitpun tak mau memandang ke arahnya, seolah acuh dan tak peduli padanya."Sial! Gue dimanfaatin para pria tua bangka ini" gerutu Calvin dalam hati."Kenapa Anda diam saja Tuan, or Mr. Calvin?" Tanya Nyonya Sandra lagi dan sedikit mengolok."Maaf Nyonya, atas kelancangan sikap dan kata-kata Saya, silahkan Anda teruskan dan Saya akan menyimak setiap penjelasan Anda" jawab Calvin begitu terdesak, mau tidak mau Dia harus meminta maaf, jika tidak, bisa saja Nyonya Sandra menendangnya, orang seperti Nyonya Sandra tidak akan merasa takut kehilangan sahamnya yang hanya beberapa persen itu, belum
"Bagaimana keadaan Pemimpin saat ini Nyonya?" Tanya Tuan Andi begitu cemas."Apa yang terjadi sebenarnya Kak?" Tanya Benny."Maafkan kelancanganku tadi Kak, tapi sungguh Aku tidak pernah bermaksud menggantikan pemimpin apalagi berkhianat padanya Kak, bagaimana keadaan Kakak Ipar saat ini?" Tanya Billy.Sedangkan yang lainya hanya tertegun menunduk, mereka tidak percaya jika ada orang sekeji itu, Nyonya Sandra tak memperdulikan rentetan pertanyaan terhadapnya yang dimana mereka begitu mencemaskan keadaan suaminya, Dia terlihat memperhatikan wajah mereka satu persatu, tak ada yang terlihat aneh, hanya Calvin saja yang bersikap biasa, sehingga Nyonya Sandra menaruh sedikit kecurigaan terhadapnya."Mohon maaf Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Tuan-Tuan semua, kita fokus ke meeting hari ini saja, yaitu pemilihan Pemimpin baru atau pembaharuan kepemimpinan yah, untuk yang curiga terhadap putera Saya, Saya akan menyuruh Pak Yosef membagikan biodata putera Kami
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod