“Jangan berani-beraninya mendekati aku. Aku tidak sudi kamu menyentuhku! Aku tidak mau kau menyentuhku!” teriak Sandra lagi.
Fajar yang sempat terkejut, lalu mencoba tetap tenang meski dia justru lebih panik dan khawatir kalau senjata api yang dipegang istrinya kali ini, akan berbalik menyakiti Sandra yang jelas tidak paham menggunakannya dengan benar. Apalagi dalam kondisi penuh emosional seperti saat ini.“Sayang jangan bertindak bodoh. Letakkan kembali senjatanya. Aku gak mau kamu terluka, aku mohon… letakkan senjatanya.” Fajar mengatakan hal tersebut sambil memperhatikan setiap gerakan yang dibuat oleh sang istri.“Diam kamu! Jangan mendekat!” teriak Sandra lagi pada sang suami.Tapi Fajar tidak ingin menuruti keinginan istrinya itu. Bagaimana pun juga, dia mengenal baik bagaimana istrinya. Dia tahu seperti apa seorang Sandra. Dan dia yakin istrinya tak mungkin menembakkan peluru itu pada Fajar. Apalagi kedua tangan SandraPesan yang dikirimkan oleh Catrina tersebut hanya dibaca sekilas oleh Aditya. Dia enggan untuk kembali membalas pesan dari perempuan yang sempat menjadi kekasihnya tersebut. Bukan karena apa-apa, emosinya saat ini masih begitu tinggi dan dia tidak mau nantinya balasan yang dikirimkan oleh dirinya kepada Catrina justru membuat perempuan itu merasa tersakiti lebih dalam lagi. Kalau boleh jujur, Aditya sendiri berada dalam dilema besar, karena di dalam hatinya yang paling dalam, dia juga ingin menghabiskan waktu dengan Catrina, tapi otaknya berkata yang sebaliknya.Namun Aditya jelas tidak bisa menutup mata begitu saja tentang apa yang dilakukan oleh Catrina selama ini kepada keluarganya terutama ibu kandungnya dan juga dirinya sendiri. Catrina yang begitu baik dan lembut, selalu saja hadir untuk menenangkan dirinya dalam kondisi apapun selama ini.Aditya memilih melemparkan ponselnya di atas ranjang dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Dia lebih baik mengalihkan fokusnya pa
Sementara itu, Indra yang kemudian masuk juga ke dalam kamarnya sendiri setelah menghabiskan air mineral yang dia teguk bersama-sama Catrina di ruang tengah. Langsung terpikirkan sebuah rencana jahat yang lain untuk membuat Fajar dan juga Sandra semakin berada di dalam ambang kehancuran. Sekaligus menghancurkan Aditya dengan cara yang lebih dalam lagi. Dia yang sudah mengetahui bahwa Aletta merupakan ibu kandung dari Aditya. Dan merupakan sosok wanita yang selama ini selalu disembunyikan oleh Fajar. Kemudian juga punya rencana bagus untuk bisa membuat Aditya dipaksa menyerahkan perusahaan yang saat ini dia pegang. Tapi Indra jelas tidak bisa melakukannya sendirian. Dia butuh bantuan dari seseorang yang juga punya dendam dan kebencian yang sama terhadap seorang Aditya.Di saat inilah, Indra terpikir tentang sosok Calvin. Yang juga merupakan seorang pemuda yang memang sudah diinginkan oleh Indra untuk menjadi suami dan pasangan dari putrinya Catrina, sekaligus pria yang awalnya mau dia
“Tidak. Bukan itu maksudku sampai harus menghubungimu pagi-pagi seperti sekarang. tapi ada sebuah hal yang ingin aku bahas denganmu. Dan aku ingin mengajakmu untuk ikut dalam sebuah rencana besar yang akan aku jalankan besok malam. Tentu saja kalau kamu mau ikut terlibat juga di dalamnya.” Indra kemudian berkata kembali kepada Calvin, “barusan aku lihat sebuah adegan yang sangat menyenangkan. Dan dari adegan itu, aku jadi terpikir untuk melakukan sebuah rencana yang bisa menghancurkan Fajar juga Aditya seketika itu juga.”“Jadi kita akan menyerang Aditya? Begitu?” tanya Calvin balik kepada Indra.“Tentu saja tidak, namun itu memang harus dilakukan hanya saja pasti akan butuh waktu sangat lama. karena Aditya sendiri sepertinya sudah mulai banyak mempersiapkan diri untuk menerima serangan-serangan dari musuh-musuhnya. Tapi ada satu jawaban yang kemudian bisa kita manfaatkan agar celah itu terbuka lebar untuk bisa menyerang Aditya,” kata Indra kembali.Calvin yang merasa penasaran, kemud
Akhirnya apa yang menjadi rencana antara Calvin dengan Indra pun dimulai. Rencana tersebut adalah rencana dimana Calvin akan meminta kepada anak buahnya untuk menculik Aletta. Yang tidak lain adalah ibu kandung dari Aditya. Calvin yang sudah mengetahui dan mendapatkan informasi tentang keseharian dari seorang Aditya. Dari mulai kapan pria itu keluar dari rumah dan menuju kantornya, dan jam berapa saja dia berada di kantor hingga waktu pulang Aditya kembali ke rumah. Menjadi salah satu pegangan dari Calvin untuk bisa membuat rencana dengan anak buahnya demi bisa melakukan penculikan terhadap Aletta.Tepatnya pagi hari itu setelah Aditya berangkat ke Kantor, rupanya Aletta keluar dari gedung Penthouse yang kini dia tinggali bersama Aditya dan dua teman lainnya yaitu Jonathan dan Jhon, dengan niatan untuk membeli beberapa keperluan di rumah yang sudah sempat habis dan harus diisi ulang kembali Aletta pergi ke supermarket terdekat. Dia berangkat bersama dengan Aditya yang
Sementara itu, kejadian di mana Aletta yang menghilang, rupanya sudah diketahui oleh Aditya. Hal tersebut bisa diketahui dengan cepat Aditya, karena temannya yang ada di rumah yaitu Jonathan memberikan informasi bahwa Aletta sampai sekarang masih belum pulang ke rumah. Dan menanyakan keberadaan wanita tersebut kepada Aditya.Sikap tidak tenang dan juga bingung yang dirasakan oleh Aditya kemudian ditangkap oleh Yosef asistennya. Yosef melihat dan bertanya apa yang terjadi, karena dari tadi tuan mudanya itu terlihat gusar. Namun Aditya enggan bercerita, Aditya lebih memilih Jonathan segera datang menemuinya.“Kenapa Anda jadi bingung dan terlihat tidak tenang seperti ini? Apa ada sesuatu yang terjadi? Maaf kalau saya terdengar seperti mencampuri urusan Anda tuan, tapi sejak tadi aku perhatikan Anda benar-benar tidak bisa fokus dengan pertemuan kita bersama klien.” Yosef kembali menegur Aditya.“Aku diberikan kabar kalau Ibuku belum sampai ke
Pencarian Aditya rupanya membuahkan hasil. Karena dari nomor asing tersebut lagi, pria itu kemudian mendapatkan sebuah informasi baru tentang keberadaan ibunya saat ini. Dengan sigap, dan begitu cekatan, Aditya tidak mau lagi membuang waktu untuk segera pergi menemui ibunya dan juga menyelamatkan sang ibu. Dia akan mencari tahu siapa penculik ibunya kali ini dan juga apa alasan dari penculikan tersebut. tapi mungkin tidak sekarang, karena yang menjadi prioritas utama dari Aditya adalah keselamatan ibunya sendiri.“Tunggu dulu! Jangan langsung pergi ke tempat itu seperti ini, bisa saja ini hanya sebuah jebakan untuk kamu. Aku tidak mau nantinya, kamu justru mengalami kejadian buruk karena bertindak gabah seperti ini.” Jonathan menghalangi langkah Aditya yang akan segera menemui ibunya.“Tidak bisa, aku harus segera menemui ibuku lebih dulu. Aku harus menyelamatkannya dan memastikan bahwa dia baik-baik saja.” Jawab Aditya.Tahu bahwa Aditya tidak bisa lagi dihentikan. Dan kondisinya jug
Kembali ke beberapa waktu sebelumnya, sebelum Fajar dan Sandra melihat gudang yang terbakar tersebut.Aditya, Jonathan and the geng dan beberapa penduduk yang tinggal tidak jauh dari gudang itu, mencoba mencari pintu masuk untuk bisa masuk ke dalam gudang tersebut. Betapa terkejutnya dia, ketika mendapati sang ibu yang sedang diikat dan ditutupi mulutnya tengah menangis sendiri sambil didudukkan di sebuah kursi.“Ibuku ada di dalam sana! Aku harus segera menyelamatkannya sekarang juga.” Aditya langsung berteriak sedemikian rupa di hadapan Jonathan.Jonatan mengerti dan meminta teman-teman yang lain juga untuk membantu Aditya menyelamatkan Aletta yang masih disekap di dalam gudang tersebut. Namun sayangnya, ketika mereka tengah berusaha membuka pintu gudang, yang terlihat dikunci dari dalam. Justru sambaran api tiba-tiba muncul begitu saja dan mulai menjalar ke seluruh bagian gudang. Hingga merambat ke dalam bagian gudang dan begitu besarnya, yang membuat gudang tersebut mungkin akan s
Berita tentang terbakarnya gudang tersebut dan apa yang menimpa terhadap Aditya dan juga Aletta rupanya sudah didengar oleh banyak orang. Terutama para pemegang saham yang saat itu memang tengah berkumpul di sebuah restoran yang sudah dipesan oleh Indra, entah ada apa pria itu muncul dan ingin bertemu sambil mengundang makan malam.Hal ini jelas sangat mengejutkan bagi seluruh pemegang saham. Baik tuan Abraham dan tuan Weber sekalipun. Mereka merasa khawatir dengan kondisi dari Aditya dan mencoba untuk mencari tahu bagaimana kondisi dari pria tersebut saat ini. Apalagi walaupun mereka sudah berada di rumah Indra sekarang, tapi nyatanya mereka juga belum bertemu dengan Indra secara langsung. Yang dikatakan, tengah berada di perjalanan menuju ke rumah dan terjebak macet."Kenapa kita harus berkumpul di rumah ini, bukankah Indra sebenarnya adalah yang sudah menyebarkan rumor dan menjual sebagian properti perusahaan yang hilang?" Tanya Weber."Saya datang karena penasaran, saya ingin tahu
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod