Di sisi lain Fajar sedang bercekcok dengan Sandra, Fajar berusaha untuk tidak terpancing dengan segala ucapan yang keluar dari mulut Sandra karena kondisi wanita itu sedang labil parah. Keadaan menjadi semakin panas ketika Sandra mulai mengeluarkan segala keluh kesahnya mengenai Aletta, Fajar mencoba untuk menjelaskan dan kembali memberitahu Sandra jika keberadaan Aletta juga karena keinginan Sandra. Dia sendiri yang menjemput Sandra dan Aditya, saat dirinya sedang kritis di rumah sakit.
“Aku cuma mau Aletta pergi dari kehidupan kita!” Sandra berseru dengan suara yang tinggi.Tidak disangka, Fajar pun terkejut dengan perubahan sikap Sandra saat ini. Sandra yang terkenal dengan lemah lembut dan baik hati itu kini berubah secara tiba-tiba, emosinya memuncak hanya karena seorang Aletta. Padahal kemarin-kemarin kedua wanita itu saling akur, seperti adik kakak.“Kamu harus tenang, jaga emosi kamu.” Fajar mencoba untuk berbicara dengan baik-baik.“Sebaiknya kita pulang dan bicarakan semua ini di rumah.” Fajar mencoba untuk mengajak Sandra pulang.Sandra tetap keras kepala, dia tidak ingin pulang sebelum Fajar mau membuat Aletta pergi dari keluarga mereka, Sandra hanya ingin Aletta pergi dari kehidupannya dan membiarkan Aditya hidup bersama mereka. Keberadaan Aletta saat ini seakan mengganggu kehidupan rumah tangganya dan Sandra harus rela berbagi kasih dan perhatian Fajar.“Aku hanya mau Aletta pergi dari kehidupan kita,” ucap Sandra yang ntah sudah berapa kali kalimat itu keluar dari mulutnya.Fajar mengehela nafas, dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Sandra tidak marah lagi kepadanya. Baginya sebagai seorang suami dia harus berbuat adil untuk istri-istrinya, selama 10 tahun sudah Fajar menelantarkan Aletta untuk mengurusi Aditya dan selama 10 tahun itu Aletta jalani dengan tidak mudah, karena itu Fajar mencoba untuk meminta maaf kepada Aletta dan Aditya dengan dirinya yang memberikan mereka priorotas
Fajar terdiam dan baru saja akan bicara, Sandra sudah kembali nyerocos duluan.“Tapi sekarang kamu tidak bisa melakukan itu kan?” tanya Sandra. “Aku hanya ingin menjadi istri satu-satunya dan Ibu satu-satunya untuk Aditya, aku bisa menyanyanginya seperti anak aku sendiri,” tambah Sandra.“Jika itu keinginan kamu Aditya tidak akan mau menerima keputusan ini,” ujar Fajar karena dia tahu jika seorang anak tidak akan bisa dipisahkan dari ibunya.“Kamu sebagai seorang wanita harusnya bisa mengerti perasaan sesama wanita.” Kini Sandra merasa sangat dipojokan oleh suaminya sendiri. Biar pun begitu apa yang dikatakan oleh Fajar memang benar, tidak seharusnya dia bersikap egois seperti ini karena selama ini Fajar juga jauh lebih mengutamakan dirinya.“Sekarang kita pulang ya? Kita bicarakan semuanya baik-baik di rumah.” Fajar berusaha untuk kembali membujuk Sandra, tanpa menunggu jawaban dari Sandra dia langsung meminta Sandra untuk berdiri dan membawanya pergi dari tempat tersebut. Akhirnya
Sesampainya di rumah, tampaknya Sandra dan Fajar masih tidak bisa berhenti bertengkar.Suara keributan yang begitu mengganggu, terdengar kini sampai ke rumah di sekitarnya. Termasuk ke dalam rumah dari keluarga Catrina, yang tidak jauh dari sana. Kebetulan Catrina sedang berkunjung dan menyapa ayahnya, rumah tersebut biasanya jarang diisi karena Indra tinggal di rumah yang lainnya dan rumah yang kebetulan satu komplek dengan Fajar ini adalah rumah memori saat Catrina tinggal dengan ayah ibunya.“Astaga… siapa sebenarnya yang sudah membuat keributan di malam hari seperti ini? Kenapa membuat suara yang gaduh begitu…” keluh Ayah Catrina yang merasa terganggu.Dia memang baru saja akan bersiap tidur setelah mengirimkan sebuah pesan pada sang putri untuk segera datang karena waktu sudah sangat larut sekarang. Rasa khawatirnya pada Catrina, sempat membuat sang ayah berniat untuk menunggu hingga Catrina sampai ke rumah dengan selamat. Tapi sebuah pesan dari putrinya itu, m
Suara keributan kini mulai terdengar makin jelas saat Catrina makin dekat dengan tempat di mana ayahnya mulai berhenti dan bersembunyi.Iya, ayahnya bersembunyi di balik sebuah pohon besar yang terdapat di sebuah jalan besar yang tepat berada di depan sebuah rumah besar. Di mana dari arah sini, bisa terlihat ada dua orang yang tengah berseteru dengan hebohnya. Mereka kalau tidak salah, adalah pasangan suami istri yang memang tinggal di rumah dan kompleks tersebut belum terlalu lama. Dari situ juga Catrina tahu bahwa ayahnya sedang memperhatikan perseteruan pasangan suami istri tersebut dengan sangat serius.Saking seriusnya, sampai ketika Catrina kemudian mendekati ayahnya pun, sang ayah masih belum menyadari kehadirannya sama sekali.“Ayah ngapain di sini dan merhatiin mereka begitu?” suara Catrina yang menyapa ayahnya dengan tiba-tiba dan setengah berbisik di telinga sang ayah, begitu mengejutkan hingga membuat ayahnya melonjak kaget.
Ayah Catrina yang mendengar ucapan menyindir dari putrinya kini justru balik tertawa.“Ayah memang mau menegur mereka, kok. Tapi ayah juga tidak enak hati, kalau tiba-tiba ayah harus muncul dan bertanya soal permasalahan yang mereka hadapi. Makanya ayah menunggu di sana dan baru akan mendekat saat waktunya sudah tepat. Tapi kau keburu muncul dan membuat Ayah tak bisa melakukannya.” Ayah Catrina kembali memberikan dalihnya, padahal tidak mungkin jika dia menampakkan diri de depan Fajar.Sementara itu, yang disampaikan oleh ayahnya memang benar. Suara dari keributan antara Fajar dengan Sandra itu masih terdengar cukup jelas. Walau apa yang menjadi penyebab pertengkaran keduanya masih belum jelas sampai detik ini. Tapi dari apa yang terdengar, bisa di ketahui kalau Sandra adalah orang yang lebih emosi dan terus mengeluarkan kalimat kerasnya pada sang suami. Sementara Fajar sendiri lebih banyak mengeluarkan kalimat-kalimat yang menenangkan dan berusaha mereda
Sementara itu di teras rumahnya, Fajar yang tahu bahwa hal ini bisa menarik perhatian banyak orang, kini mencoba membujuk kepada Sandra untuk bisa masuk ke dalam rumah dan menyelesaikan masalah di antara mereka berdua secara baik-baik di dalam saja. Rupanya dari semalam hingga pagi ini, urusan mereka belum juga selesai.“Sayang, Sandra… jangan bersikap keras kepala seperti ini. Aku tahu kalau kau marah padaku. Tapi lebih baik kalau kita tidak membuat keributan di malam seperti sekarang di depan rumah. Nanti kalau ada yang melihat dan mendengar perdebatan kita berdua, bagaimana?” tanya Fajar kembali.Sebenarnya pria itu juga lelah dengan sikap sang istri yang sejak tadi sulit sekali untuk di bujuk dan dikendalikan. Tapi dia juga harus terus mengulur kesabarannya sendiri, agar tidak menimbulkan keributan yang jauh lebih besar dengan istrinya saat ini.“Biarin aja semua orang tahu dan lihat! Aku udah gak peduli lagi!” teriak Sandra balik tak ka
“Jangan berani-beraninya mendekati aku. Aku tidak sudi kamu menyentuhku! Aku tidak mau kau menyentuhku!” teriak Sandra lagi.Fajar yang sempat terkejut, lalu mencoba tetap tenang meski dia justru lebih panik dan khawatir kalau senjata api yang dipegang istrinya kali ini, akan berbalik menyakiti Sandra yang jelas tidak paham menggunakannya dengan benar. Apalagi dalam kondisi penuh emosional seperti saat ini.“Sayang jangan bertindak bodoh. Letakkan kembali senjatanya. Aku gak mau kamu terluka, aku mohon… letakkan senjatanya.” Fajar mengatakan hal tersebut sambil memperhatikan setiap gerakan yang dibuat oleh sang istri.“Diam kamu! Jangan mendekat!” teriak Sandra lagi pada sang suami.Tapi Fajar tidak ingin menuruti keinginan istrinya itu. Bagaimana pun juga, dia mengenal baik bagaimana istrinya. Dia tahu seperti apa seorang Sandra. Dan dia yakin istrinya tak mungkin menembakkan peluru itu pada Fajar. Apalagi kedua tangan Sandra
Pesan yang dikirimkan oleh Catrina tersebut hanya dibaca sekilas oleh Aditya. Dia enggan untuk kembali membalas pesan dari perempuan yang sempat menjadi kekasihnya tersebut. Bukan karena apa-apa, emosinya saat ini masih begitu tinggi dan dia tidak mau nantinya balasan yang dikirimkan oleh dirinya kepada Catrina justru membuat perempuan itu merasa tersakiti lebih dalam lagi. Kalau boleh jujur, Aditya sendiri berada dalam dilema besar, karena di dalam hatinya yang paling dalam, dia juga ingin menghabiskan waktu dengan Catrina, tapi otaknya berkata yang sebaliknya.Namun Aditya jelas tidak bisa menutup mata begitu saja tentang apa yang dilakukan oleh Catrina selama ini kepada keluarganya terutama ibu kandungnya dan juga dirinya sendiri. Catrina yang begitu baik dan lembut, selalu saja hadir untuk menenangkan dirinya dalam kondisi apapun selama ini.Aditya memilih melemparkan ponselnya di atas ranjang dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Dia lebih baik mengalihkan fokusnya pa