Aditya sampai di depan Perusahaannya, terlihat Yosef sudah menunggunya tepat di depan pintu, semua mata para pekerja juga mengarah padanya, Aditya bingung dengan situasi itu."Ada apa Paman?" Tanya Aditya sambil mengambil Jas yang Yosef berikan padanya."Sebaiknya Anda mengganti dulu celana Anda, semua anggota pemilik saham berkumpul di ruang rapat." Jawab Yosef."Bukan itu yang ingin aku ketahui Paman, aku tanya. Ada masalah apa ini?" Tanya Aditya lagi."Saya tidak mau menjawabnya, Anda harus melihat sendiri keadaan di dalam," jawab Yosef."Dasar," Aditya tidak bisa berkata-kata lagi, dia bingung, mau memaki atau mencaci pria tua itu, emosinya saat ini sedang meledak-ledak."Sudahlah, aku tidak ada waktu mengganti celanaku," tolak Aditya, dia tidak peduli kini memakai bawahan jeans, sendal jepit, atasa kaos polos dan dilapisi jas, dari atas memang teelihat oke, tapi setelah kebawah akan ada penamoakan jari jemari kakinya yang terlihat jelas."Tidak sopan Tuan," ucap Yosef, seraya ter
"Ayolah, Ayah harus menjelaskan semuanya pada mereka," pinta Fajar lagi.Dengan sedikit canggung Aditya berjalan mendekati Ayahnya yang kemarin masih dia lihat terbaring di rumah sakit itu. Tetapi kini pria itu tampak sehat, segar, bugar dan baik-baik saja, tidak nampak baru bangun dari sakit.Sebenarnya apa yang terjadi? Sandiwara apa yang sedang kalian mainkan untukku? Itulah pertanyaan yang terus terbersit di dalam pikirannya yang sedang kacau tersebut.Kini Aditya berdiri kaku di samping Ayahnya yang masih dianggap orang asing itu. Dia bahkan tidak sudi untuk berdiri lebih dekat lagi, ataupun sekedar berjabat tangan untuk formalitas."Jadi… Ini adalah putra saya satu-satunya, namanya Aditya Rashaad, ya memang betul sesuai artikel yàng dibocorkan seseorang, seorang pengkhianat tentunya jika dia putraku bukan keluar dari rahim Sandra, istri pertamaku." Ucap Fajar secara tiba-tiba.Suasana kini gemuruh kembali, mereka ada yang menganggap pria itu pembohong, tukang selingkuh dan tukan
Semua orang yang ada di ruang rapat itu tidak berani bersuara sedikitpun, terlihat bahkan Billy dan Benny yang dari awal memprovokasi semua orang itu, kini justru terdiam, saat mendengarkan kemarahan dari Fajar."Billy, Benny. Ayo bicara? Bukankah tadi suaramu paling nyaring di ruangan ini? Kenapa sekarang malah diam? Apa tadi kamu kesambet?" Tanya Fajar.Terlihat Billy dan Benny tak berani bersuara, wajahnya bahkan memerah, entah karena malu, entah karena tidak terima."Dimana kamu Billy, Benny? Saat aku koma, bukannya membantu putraku, kalian malah sibuk menginginkan posisi menjadi pemimpin, piuh! Percaya diri sekali, atas dasar apa ingin jadi pemimpin? Ingat, Perusahaan ini bukan milik nenek moyangmu, bahkan saham milikmu saja adalah pemberianku, tidak tahu malu." Gerutu Fajar.Semua orang semakin diam, ruangan terasa dingin dan hening, karena mereka tidak pernah merasakan jika Fajar semarah itu."Untuk kalian yang sekarang diam, menunduk seolah sangat setia padaku, ingatlah jika a
"Nanti kita bicarakan bertiga di dalam," jawab Fajar pada Tuan Weber.Tuan Weber pun terlihat mengangguk."Aku ingin membahas dulu dengan mereka-mereka ini, apa yang sebenarnya mereka inginkan dengan mendemoku seperti tadi, ayo siapa yang mau bicara?" Tanya Fajar pada bawahan yang kini berada di ruang rapat tersebut."Ayo silahkan bicara? Mumpung Saya berada di depan kalian, jangan jadi pecundang yang bisanya berbicara di belakang. Jangan lupa jika kalian masih sebagai bawahanku sekarang, saya tidak sudi menganggap kalian sebagai partner lagi." Gerutu Fajar.Baru kali ini Fajar Rashaad itu berkata jika pekerja yang sudah naik level itu bawahannya, dia selalu menganggap mereka berjasa hingga menyebutnya partner, pada
"Tahukah kamu Nak? Tidak ada satupun dari mereka yang membelamu. Berarti sama saja dengan mengkhianatiku, mereka malah demo akan melengserkan kamu." Ucap Fajar."Bukankah mereka memang begitu? Bahkan ada yang berani menusukmu dari belakang? Bukankah Anda tahu jika semua bawahan Anda itu pecundang? Tentunya kecuali Tuan Weber dan Tuan Abraham" Jawab Aditya."Ya, aku memang sudah tahu. Baiklah sekarang kita keruangan kita saja dulu, ada hal darurat yang harus kita bicarakan berempat," ajak Fajar, kemudian tanpa mau berbicara dengan semua bawahannya lagi, Fajar berjalan pergi meninggalkan ruangan itu.Aditya hanya bisa mengikuti Ayahnya itu dengan patuh, dia yakin jika bukan karena artikel sampah seperti tadi orang sakit bisa tiba-tiba bangun.
Ternyata sebenarnya Fajar sudah mengetahui jika di Perusahaan miliknya ada suatu masalah yang begitu besar yang sedang menimpa, tetapi bukan hanya itu saja yang membuatnya harus bangkit dari berpura-pura komanya selama ini, bukan juga karena skandal berita yang tiba-tiba berseliweran jika dia memiliki anak haram, jika pemimpin muda Aditya Rashaad adalah anak haramnya, bukan itu. Dia bahkan tidak peduli berita itu tersebar luas, karena cepat atau lambat identitas putranya itu akan terkuak."Aku bisa mengatasi permasalahan Indra Buana, cepat atau lambat dia akan tertangkap karena sudah menipu kita semua, bukan juga karena skandal yang sudah tersebar luas dan kini sebagian pesaingku mungkin sedang menertawakanku, aku tidak peduli, karena dia memang putraku, satu-satunya keturunanku. Tapi yang membuat aku bangkit dan terpaksa datang kesini adalah karena Aletta," ujar Fajar."Aletta?" Tanya Tuan Weber."Siapa Aletta?" Tanya Tuan Abraham, menimpali."Dia, ibunya putraku. Ibu kandungnya," ja
Tuan Fajar bergegas meninggalkan ruangan rapat diikuti oleh putranya yaitu Aditya juga Tuan Weber dan Tuan Abraham di belakangnya. Setibanya di ruangan pribadi tempatnya bekerja dia tidak serta merta duduk di kursi pemimpin yang kini diwakilkan pada putranya."Duduklah di kursi Anda," pinta Aditya."Tidak Nak, kita duduk di sofa saja," jawab Tuan Fajar dengan penuh kharisma."Baiklah Ayah, silahkan." Ujar Aditya sedikit gugup karena memanggil pria itu dengan sebutan Ayah di depan orang lain ternyata sangat membuatnya canggung.Tuan Fajar menoleh ke arah Aditya sejenak lalu dia tersenyum, baru kali ini dia merasakan betapa manisnya sikap putranya itu padanya, tidak seperti biasanya yang selalu ketus juga memanggilnya dengan sebutan tua bangka, ada rasa hangat di dalam hatinya, juga bangga.Tuan Weber dan juga Tuan Abraham menyadari jika saat ini pemimpin yang suda mereka anggap seperti putra mereka itu sedang merasakan kebahagiaan yang begitu besar, mereka tahu betul betapa kasar dan k
Tuan Fajar menghela nafas panjang, untuk sesaat dadanya terasa sesak."Bukan Adit, semua ini tidak ada hubungannya dengan Indra Buana, yang di berita itu barulah ulah pria itu. Sedangkan untuk orang yang menculik ibumu sama sekali bukan dia, melainkan ibumu yang lain." Desah Tuan Fajar, terdengar sedih."Apa? Siapa maksud ayah? Bisakah berbicara lebih jelas?" Desak Aditya lagi, dia tampak sudah tidak tahan dengan teka teki yang sebenarnya sulit sekali ayahnya itu utarakan."Sandra, ibu tirimu." Jawab Tuan Fajar dengan nada suara yang begitu berat dan menggema.Aditya, Tuan Weber dan Tuan Abraham begitu tercengang saat dia mengetahui bahwa Sandra adalah dalang dibalik penculikan ibunya itu."Ayah jangan bercanda, jelas - jelas Indra Buana berkendara ke arah pelabuhan yang banyak gudang yang aku ketahui di dalam salah satu gudang itu ada ibuku yang sedang disekap, apa ayah tahu? Saat ayah memerintahku untuk datang kesini, jarak antara aku dan gudang tempat ibuku disekap hanya beberapa l