"Ngapain kamu?" Ayu melotot melihat Tom yang justru ada di depan ruang kerjanya, bukannya Raka. Sepertinya wanita itu belum menyadari Raka pun sudah ada di tempat itu. "Mau ngajak kamu istirahat siang, Honey," kata Tom. "Sorry, Tom, nggak bisa. Aku ada meeting sebentar lagi. Please, kamu pulang aja." "Sebentar saja kita keluar makan, Sayang. Bawahan kamu bisa nunggu kan? Jangan bekerja terlalu keras, Ayu." "Kamu nggak punya malu ya, Tom. Aku bilang kamu pulang aja. Jangan ganggu aku di tempat kerja." "Kita jalan sekarang?" Ayu kaget saat tiba-tiba Raka mendekat ke arah mereka? Bukan karena tak mengharapkan kehadirannya, tapi bertemunya Raka di tempat itu bersamaan dengan Tom pastilah akan membawa masalah lain lagi nanti jika ibunya mengetahui. "Raka? Eh,
Seminggu setelah kepergiannya dari rumah meninggalkan suami dan anak-anaknya, Mayang hidup dengan nyaman di rumah Andi. Dia pun sudah melayangkan gugatan cerainya dengan Romi ke pengadilan. Sementara anak-anaknya hidup di kontrakan kecil dan sempit, Mayang justru masih bisa menikmati kehidupan glamournya tanpa terganggu dengan pikiran akan bagaimana nasib anak-anak dan suaminya. "Sayang, jadi kapan rencananya kamu akan menikahiku?" tanyanya malam itu saat menghabiskan waktu bersama Andi. "Kamu tidak sabaran banget, Sayang. Gugatan cerai dengan suamimu kan juga baru aja mulai. Tunggu ya sampai kamu benar-benar udah cerai sama suamimu itu." Andi menatap Mayang dengan senyum manisnya seperti biasa. "Ya, baiklah. Aku sih tidak ingin aja kamu nyeleweng sama perempuan lain. Makanya aku pengen kita cepet nikah aja." "Tenang, Sayang. N
Mayla bergegas meninggalkan kelas saat mendengar bel pulang berbunyi dan gurunya telah meninggalkan kelas. Sahabat-sahabatnya yang selama beberapa waktu terakhir merasa kebingungan dengan tingkah Mayla yang sedikit aneh, saling berpandangan di tempat duduk mereka masing-masing. Mayla memang sedikit berbeda dari biasanya. Jika selama ini mereka masih sering bisa berkumpul barang sejenak usai pulang sekolah untuk ngobrol dan cekikikan, sekarang sudah tidak pernah ada Mayla lagi yang berjalan bersama mereka. Saat mendengar bel pulang berbunyi, anak itu segera memberesi peralatan sekolahnya dan bangkit setelah berpamitan dengan para sahabatnya. "Mayla kenapa sih kok akhir-akhir ini aneh?" kata salah seorang diantara sahabatnya. Dua anak yang lainnya hanya mengedikkan bahu tanda tak mengerti. Lalu tiba tiba, seorang anak di ke
Raka sebenarnya sedikit penasaran dengan Vanno. Beberapa hari terakhir, temannya itu seringkali mampir atau mengajaknya jalan walaupun sekedar ngopi dan ngobrol. Namun rasa penasaran RaKa akhirnya tertutupi dengan sikap Vanno yang menyenangkan. Raka bahkan jadi seperti menemukan sahabat baru yang bisa diajaknya sharing seputar kehidupan pribadi. Entah kenapa, tapi Vanno memang memiliki kelebihan membuat seseorang nyaman menceritakan hal-hal yang cukup pribadi dengannya. Raka bahkan yakin, jika suatu hari nanti Vanno akan jadi pengacara yang hebat. Kemampuannya untuk mengulik sisi terdalam dari seseorang termasuk luar biasa. Raka, yang biasanya tidak pernah bisa dekat dengan teman-teman sekolahnya, mendadak menjadi nyaman dengan kehadiran Vanno. Tentu saja, ngobrol dengan Vanno berbeda dengan saat dia ngobrol dengan Radit atau dua karyawannya yang tinggal di rukonya itu. Vanno bisa menjadi tempa
Mayang menunggu dengan gelisah di ruang tamu. Sudah hampir tengah malam, namun Andi belum juga kembali ke rumah. Rumah besar dan mewah ini jadi sangat lengang tanpa kehadiran lelaki itu. Bukan hanya hari ini sebenarnya pikiran Mayang sudah mulai kacau. Andi sering pergi dan pulang malam beberapa hari terakhir. Padahal wanita itu tahu pekerjaan Andi bukanlah seorang karyawan kantoran yang harus selalu pergi pagi dan pulang sore. Mayang mulai curiga sekarang karena laki-laki itu sudah mulai tidak seromantis sebelumnya. Apalagi setelah mereka berdua akhirnya menyepakati untuk menggabungkan seluruh uang mereka dalam satu rekening. Hanya beberapa hari saja Andi bersikap sangat manis padanya setelah peristiwa kesepakatan itu. Dan setelah itu, lelaki itu lebih banyak menghabiskan waktu di luaran. Entah apa yang dia lakukan. Jam sudah menunjuk lewat tengah malam saa
Raka pernah merasakan patah hati, saat usianya masih remaja dulu. Waktu itu dia naksir teman sekelasnya dan malah berita yang terdengar kemudian, cewek yang dia suka jadian sama kakak kelas. Itu sakit, tapi tidak sesakit ini. Ketika dia ditinggalkan Ayu tanpa alasan. Bahkan tidak ada kesempatan untuk melihat wanita itu marah padanya. "Ada masalah?" Radit menghampirinya di meja kerja. Dari ruang kerjanya tadi, Radit bisa melihat bagaimana kacaunya boss kecilnya itu. Datang dengan muka ditekuk dan mengabaikan beberapa sapaan dari karyawannya. Lalu langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa memberi salam pada siapapun. Duduk di kursi kebesarannya memandangi layar ponselnya sampai beberapa menit lamanya. Radit juga bisa melihat sesekali Raka memejamkan mata. Entah sedang berpikir apa. "Kamu dari mana?" tanya Radit lag
"Bang, ada yang mau ketemu di bawah." Seorang karyawannya menyembul dari pintu ruang kerjanya. "Suruh naik," perintah Raka sambil matanya tetap tak beranjak dari layar laptop di depannya. "Suruh ke sini, Bang? Serius?" tanya karyawannya itu lagi, sedikit kurang yakin. "Iyaaa, lagi males turun. Nanggung nih kerjaannya," jelas Raka. "Oke, Bang." Lalu pemuda itu pun bergegas turun ke lantai satu. Dan beberapa menit kemudian, kembali lagi memboyong tiga orang anak remaja dengan seragam sekolahnya. Melihat pemandangan yang sedikit aneh itu, sontak semua karyawan yang ada di ruangan itu menatap ke arah tiga gadis remaja yang berjalan sedikit gugup mengikuti pemuda di depannya. Saat ruang kerja Raka terbuka, Raka mendongak dan seketika dahinya
Raka sedang bersama Vanno malam itu saat dia seperti melihat Ayu memasuki restoran. "Mantan Lo," Vanno menoleh ke arah Raka menunjuk ke sosok perempuan yang sedang berjalan tak jauh dari meja mereka. Bukan kedatangan Ayu yang membuat Raka kaget, tapi pria di sebelahnya yang sedang menggandeng tangan yang membuat Raka naik darah. Secepat itukah Ayu melupakannya? "Mau kemana?" Vanno mencekal lengan Raka saat melihat temannya itu seperti akan bangkit. "Tunggu sini bentar," kata Raka kalem. Lalu, berlalu saat Vanno mulai melepaskan cekalan tangannya. Ayu pasti tidak menyangka jika Raka juga tengah berada di restoran yang sama malam itu. Tadi Raka memang dijemput Vanno ke ruko, jadi dia lebih memilih nebeng di mobil temannya itu. Saat Ayu bar