Share

BAB 61

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2025-02-04 20:53:03

“Aku ada perjalanan dinas selama tiga hari.” Kata Naina sambil meletakkan kopi pagi di depan Jake.

Hal itu membuat Jake yang sedang bekerja di depan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, “Aku rasa kau baru saja bekerja, kenapa sudah diajak perjalanan dinas?” Tanyanya dengan curiga.

Naina masih bersikap tenang, seolah dia tak membohongi Jake. “Ada karyawan lama yang sedang cuti melahirkan, jadi atasan menyuruhku untuk ikut sambil belajar.”

Jake yang mendengar itu ragu, “Oke, hanya tiga hari kan?” Tanya Jake dengan santai.

Naina yang mendengar itu langsung mengangguk, dia sedikit bersemangat kala melihat Jake tak mempersulitnya.

Jake menyesap kopi yang disajikan Naina sambil tetap menatapnya penuh selidik. "Kau pergi dengan siapa saja?" tanyanya lagi.

Naina tersenyum tipis. "Dengan tim kantor, tentu saja," jawabnya ringan, menghindari menyebut nama Marven secara langsung.

Jake mengangguk, seolah menerima jawaban itu. Namun, sorot matanya tetap tajam, seakan ingin mencari celah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 62

    “Kamu bisa tidur di ranjang nanti.” Kata Marven ketika mereka masuk ke dalam kamar hotel.Naina menatap sekeliling kamar, kamar ini memang sangat luas tapi jika mereka berada di satu ruangan besar ini berdua rasanya juga masih tetap canggung.“Saya tidur di sofa saja, tuan. Anda bisa menggunakan ranjangnya.” Kata Naina, karena tidak mungkin dia membiarkan tuannya yang tidur di sofa.Marven menatapnya dengan ekspresi datar, lalu melirik ke arah sofa di sudut ruangan yang terlihat cukup nyaman tapi tetap tidak sebanding dengan ranjang king-size di tengah kamar. “Kamu pikir saya tega membiarkan seorang wanita tidur di sofa sementara Saya tidur di ranjang?” tanyanya dengan nada santai, namun ada ketegasan di baliknya. Naina menghela napas pelan, mencoba mencari cara agar situasi ini tidak semakin canggung. “Saya baik-baik saja di sofa, Tuan. Lagipula, saya terbiasa tidur di tempat seperti itu.” Marven menaikkan satu alisnya. “Terbiasa? Karena suamimu?” Naina terdiam sejenak sebelum ak

    Last Updated : 2025-02-05
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 63

    “Kamu mandi dulu, saya masih perlu mengerjakan beberapa pekerjaan.” Kata Marven pada Naina saat mereka baru kembali ke hotel.Naina hanya mengangguk dan meletakkan paperbag belanjaannya di sudut ruangan lalu mengambil satu set baju tidur miliknya.Untungnya dia membawa baju lengan panjang hari ini, sehingga membuatnya nyaman meskipun harus satu kamar dengan bos-nya sendiri.Kala Naina masuk ke kamar mandi, Marven dengan tenang membuka laptopnya dan melakukan panggilan video dengan Ben.Begitu panggilan tersambung, wajah Ben muncul di layar. “Bagaimana perjalanan anda, Tuan?” tanyanya dengan profesional. “Lancar,” jawab Marven sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Bagaimana laporan dari proyek di cabang utama?” Ben segera membuka file di tabletnya. “Progresnya berjalan sesuai rencana. Namun, ada sedikit kendala dalam negosiasi dengan mitra baru. Mereka mengajukan beberapa perubahan kontrak yang bisa berdampak pada margin keuntungan kita.” Marven mengetuk jarinya di meja, berpik

    Last Updated : 2025-02-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 64

    Suara alarm ponsel yang cukup keras membuat Naina yang tengah tertidur nyenyak mulai terbangun, dia meraba-raba untuk mencari keberadaan ponselnya.Naina meraba-raba sejenak di atas meja samping tempat tidur, akhirnya menemukan ponselnya yang masih berdering. Dengan sedikit malas, dia menekan tombol untuk mematikan alarm itu, matanya masih setengah terpejam.“Pagi…” gumamnya pelan, melupakan jika dia berada satu ruangan dengan Marven.Tapi kesadarannya langsung muncul kala dia melihat Marven yang masih tertidur diatas sofa sedangkan dirinya di ranjang.Dia terkejut bagaimana bisa dia yang ada di ranjang padahal sebelumnya dia tertidur di sofa.Naina terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang terjadi semalam. Rasa kebingungannya mulai muncul saat melihat dirinya berada di ranjang, sementara Marven masih tertidur di sofa. “Apa aku… dipindahkan?” gumamnya pelan, menatap sekitar ruangan seolah mencari petunjuk. Perasaan canggung semakin besar, namun dia mencoba menenangkan dirinya. Mu

    Last Updated : 2025-02-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 65

    “Jika saya tidak tahu sebelumnya, mungkin saya kira anda membawa calon istri anda, haha.” Tawa yang keras itu memenuhi acara pesta malam terakhir pertemuan Marven dengan para koleganya.Marven tersenyum, “Bagaimana jika itu benar?”Naina yang sebelumnya hanya tersenyum langsung terkejut dan menoleh ke arah pria itu.Naina menatap Marven dengan tatapan tak percaya. Apakah pria itu hanya bercanda atau benar-benar serius? Dia berusaha mencari tanda-tanda lelucon di wajahnya, tetapi Marven tetap tenang, seolah-olah kata-kata itu bukanlah sesuatu yang perlu dipertanyakan. “Haha! Jika itu benar, maka anda pria yang sangat beruntung, tuan Marven,” sahut salah satu kolega sambil mengangkat gelasnya. “Nona Naina adalah wanita yang menawan.” Naina berusaha mempertahankan senyumnya, meskipun dalam hatinya ada campuran rasa bingung. Dia tak bisa membaca maksud dari ucapan Marven barusan. Apakah ini hanya basa-basi bisnis atau ada sesuatu di baliknya? Dia menegakkan punggungnya, berusaha ber

    Last Updated : 2025-02-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 66

    Entah sudah berapa gelas Wine yang Naina minum bersama Marven malam ini.Dia seolah tak peduli lagi, dia ingin melampiaskan rasa kesalnya pada Jake dan Evelyn dengan mabuk meskipun itu harus bersama pria lain.Marven hanya duduk di seberangnya, mengamati dengan tenang saat Naina kembali menuangkan wine ke dalam gelasnya. Dia tahu wanita itu sedang mencoba melupakan sesuatu—atau seseorang. “Kamu tidak perlu melakukan ini,” kata Marven akhirnya, suaranya tenang tapi penuh makna. Naina tertawa kecil, tapi terdengar getir. “Kenapa tidak? Setidaknya untuk malam ini,saya ingin melupakan semuanya,” katanya sebelum meneguk isi gelasnya lagi. Marven menyandarkan punggungnya di kursi, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Kalau begitu, biarkan saya menemanimu,” katanya, mengangkat gelasnya dan meneguk wine-nya dengan santai. Malam semakin larut, botol wine semakin kosong, dan Naina semakin kehilangan kendali atas pikirannya. Tatapannya mulai kabur, dan kepalanya terasa ringan.

    Last Updated : 2025-02-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 67

    Naina mengerjapkan matanya, kepalanya terasa berat akibat efek mabuk semalam. Namun, yang membuatnya semakin tersadar adalah kehangatan di sampingnya. Dengan perlahan, dia menoleh dan langsung membeku. Marven ada di sana, tidur dengan nyenyak di sampingnya. Nafasnya teratur, wajahnya terlihat lebih tenang dibandingkan saat dia terjaga. Namun yang membuat Naina semakin panik adalah kenyataan bahwa pria itu hanya mengenakan kemeja putihnya yang sedikit terbuka di bagian atas, memperlihatkan sedikit kulit dadanya. Naina menunduk, dan saat itulah dia menyadari sesuatu yang lebih mengejutkan. Dia hanya mengenakan pakaian dalam dan… kemeja Marven yang tak dikancing. Tangannya langsung menarik selimut, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Tapi semuanya terasa kabur. Yang dia ingat hanyalah dirinya yang mabuk dan… mendekati Marven. Napasnya memburu. “Apa yang terjadi semalam?” gumamnya pelan, suaranya bergetar. Naina menggigit bibir bawahnya hingga sekelebatan ingatan ten

    Last Updated : 2025-02-08
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 68

    “Setelah penderitaan itu..Kamu masih tak menceraikannya?” Amarah Marven langsung membuncah, seolah ingin menyadarkan wanita di depannya itu.“Naina, jika kamu takut. Saya bisa membalas semuanya untukmu. Bahkan jika harus membunuh Jake, saya akan lakukan. Ayahmu sudah tenang disana, tak ada hal yang bisa mengikatmu lebih lama.” Kata Marven serius, “Jadi.. bilang pada saya, mintalah pada saya. Jangan memendamnya sendirian.”Naina membeku, menatap Marven dengan mata yang masih dipenuhi air mata. Hatinya bergetar mendengar kata-kata pria itu.Membunuh Jake?Tidak. Itu bukan yang dia inginkan… tapi, di saat yang sama, dia tidak bisa menyangkal keinginannya untuk membalas semua rasa sakit yang telah dia alami.“Saya.. tak akan berpikiran seperti itu meskipun saya ingin sekali melihat Jake merasakan penderitaan saya.” Katanya dengan pelan.Marven menghela nafas, memegang kedua tangan Naina tanpa ragu. “Lalu, apa yang ingin kamu lakukan? Saya akan membantumu.” Katanya dengan lembut.Naina ter

    Last Updated : 2025-02-08
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 69

    “Mau saya antar pulang?” Tawar Marven dengan lembut. Saat ini mereka sudah tiba di bandara dan akan kembali, namun melihat jam yang sudah hampir malam membuat Naina menolak.“Jake pasti sudah pulang, saya tidak ingin anda berdebat dengan pria sepertinya.” Kata Naina sopan.Marven terkekeh, “Jika itu demi kamu sepertinya saya tidak masalah.”Naina menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. "Terima kasih, tapi saya bisa sendiri, Tuan," ujarnya dengan suara lembut. Marven menatapnya dalam, seolah menimbang sesuatu. "Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi jika sesuatu terjadi, hubungi saya." Naina mengangguk pelan. "Saya mengerti." Namun, ketika Marven mengulurkan tangan untuk menepuk lembut kepalanya, Naina sedikit terkejut. Sentuhan itu hangat dan terasa begitu menenangkan, membuatnya hampir lupa bahwa begitu sampai di rumah, dia akan kembali menghadapi neraka yang menunggunya. "Saya serius, Naina," suara Marven terdengar lebih dalam. "Jangan ragu untuk meminta bantuan." Naina t

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status