Share

BAB 128

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2025-03-17 14:09:30

“Rosana? Apa yang sedang kamu lakukan?”

Naina bertanya dengan nada lembut, kala melihat wanita itu pagi hari sudah kembali ke mansion namun dengan raut wajah masam.

Rosana hanya menatap sinis, lalu melanjutkan menata semua bajunya ke dalam koper.

“Mau aku bantu?” Naina masih berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka, meski tahu sebenarnya itu akan sulit.

Rosana berhenti sejenak, tangannya menggenggam erat gaun yang nyaris ia masukkan ke koper. Ia menoleh perlahan, menatap Naina dengan sorot mata tajam namun lelah.

“Kau benar-benar suka berpura-pura ya?” ucap Rosana dingin. “Kau tahu aku akan pergi, dan kau masih saja bersikap manis seolah-olah semuanya baik-baik saja.”

Naina menghela nafasnya, tidak tahu letak kesalahannya dimana. “Maaf, Rosana. Aku benar-benar tak pernah merebut posisimu. Tapi, bagaimanapun perasaan tak bisa di paksakan, aku yakin kamu akan mendapatkan pria–”

“Jangan banyak bicara! Aku hanya ingin kak Marven. Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau, bahkan jika kake
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 129

    Marven melihat kesana kemari, namun dia tak menemukan keberadaan Rosana.“Apa kamu menemukannya?” tanya Marven pada Ben. Sudah hampir setengah jam mereka mencari keberadaan Rosana.Ben menggeleng cepat, napasnya masih sedikit terengah karena sempat mengejar ke arah lain. “Tidak, Tuan. Saya hanya menemukan tas kecil miliknya di dekat tumpukan kardus tadi. Tapi Rosana tidak ada di sekitar.”Marven memicingkan mata, langkahnya gelisah menyusuri sepanjang gang, menyapu setiap sudut gelap dengan pandangan tajam. Situasinya jelas mencurigakan—terlalu cepat, terlalu rapi, dan Rosana hilang begitu saja.“Dia tidak mungkin bisa menghilang tanpa jejak. Ini sudah direncanakan,” gumam Marven pelan tapi penuh tekanan.“Tolong emhh—-”Marven langsung menoleh, “kamu mendengar itu?”Suara lirih itu terdengar lagi, teredam, seolah dari balik tembok atau tumpukan barang di gang sempit itu.Ben mengangguk, “saya dengar, tuan.”Marven langsung melangkah cepat ke arah suara, menyibak beberapa kardus dan

    Last Updated : 2025-03-18
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 130

    Marven terdiam.Pertanyaan Rosana membuatnya tak bisa berkata tegas seperti dulu. Dia masih punya hati untuk menjaga perasaannya dalam kondisi rentan seperti ini.“Tak perlu kamu pikirkan, sebentar lagi kita sampai di mansion.”Rosana menunduk pelan, menggigit bibirnya.Beberapa menit kemudian, gerbang mansion terbuka.“Kita sudah sampai,” ucap Marven pelan, menoleh sebentar ke arah Rosana.Gadis itu tidak menjawab, hanya mengangguk pelan.Begitu mobil berhenti, beberapa pelayan langsung menghampiri dengan wajah panik saat melihat kondisi Rosana.Marven turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Rosana. Ia kembali membantunya keluar dengan lembut.“Panggil dokter,” perintah Marven singkat pada Ben, lalu menuntun Rosana masuk ke dalam mansion.*****“Biasanya kau pulang lebih awal, Naina. Apa Marven ada urusan?” tanya Nyonya Sisca saat melihat Naina masih ada di kantor jam empat lebih.Niana tersenyum, “Marven katanya ada urusan di luar kota, bibi. Sekalian aku ada pekerjaan yang belum

    Last Updated : 2025-03-18
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 131

    Dia sudah tertidur?Marven melirik ke arah Rosana yang tengah tidur di ranjang sedangkan dia duduk di sofa kamar itu.Setelah memastikan wanita itu tertidur pulas, dia dengan pelan mulai bangkit dan menaruh buku bacaannya di meja. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.“Sepertinya Naina belum tidur.” gumamnya pelan.Keluar dari kamar pelan-pelan, Marven melangkah sedikit kemudian mengetuk pintu kamarnya yang saat ini digunakan oleh Naina.Tok. Tok.Tak ada jawaban. Ia coba putar gagang pintu—tak terkunci.Pelan-pelan Marven membukanya dan menemukan Naina duduk bersandar di sisi ranjang, lampu meja menyala lembut. Dia tidak tidur.Marven masuk dan menutup pintu, “Kamu belum tidur, kan?”Naina menoleh perlahan, matanya merah dan sembab, tapi senyumnya tetap ada—tipis, tapi menyayat. “Aku tidak bisa tidur,” jawabnya lirih.Marven menatapnya sejenak, lalu duduk di pinggir ranjang, sedikit berjarak. “Maaf,”Naina memandang Marven dengan tatapan dalam, “Untuk apa?”Marven menunduk seben

    Last Updated : 2025-03-19
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 132

    “Kamu suka bunga? Disini kebanyakan yang ditanam adalah bunga tulip. Warna-warna bunga tulip memiliki arti, apa kau tahu?” Suara Naina yang lembut hanya direspon diam oleh Rosana.Mereka duduk di tengah hamparan tanaman bunga tulip, bahkan Naina membuat pinknik kecil-kecilan disana.Rosana menatap lurus ke depan, ke arah kelopak-kelopak tulip yang bergoyang pelan ditiup angin. Matanya kosong, tapi ada sedikit kilau yang menyiratkan ia mendengarkan.“Aku tahu,” jawabnya akhirnya. “Tulip kuning untuk persahabatan… merah untuk cinta sejati… putih untuk permintaan maaf, dan ungu untuk keanggunan.”Naina tersenyum, senang Rosana mau merespons. “Tepat sekali. Aku senang kamu tahu,” katanya sambil menuangkan teh ke dalam cangkir Rosana. “Aku pilih tempat ini karena suasananya menenangkan. Kadang, bunga bisa bicara lebih banyak dari manusia.”Rosana menoleh sedikit, menatap cangkir teh di hadapannya. “Aku tidak gila untuk bicara pada tanaman.”Naina tertawa pelan, “haha, benar. Maaf.”Rosana

    Last Updated : 2025-03-20
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 133

    Naina menunggu apa yang akan diucapkan oleh Rosana selanjutnya, tapi sebuah panggilan diujung taman membuat mereka menoleh.“Kalian disini?”Marven menghampiri mereka dengan senyuman tipis lalu duduk di samping Naina dan memeluk pinggangnya.Siapapun yang melihat pasti tahu jika dimata Marven hanya ada Naina di hatinya. Hal itu membuat Rosana tersenyum kecut tapi juga sadar diri.Rosana mengalihkan pandangan, menatap bunga-bunga tulip yang menari pelan tertiup angin. “Sudah kuduga,” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar. Tapi Naina mendengarnya, dan tak berkata apa-apa. Kadang diam adalah bentuk empati yang paling tulus.Marven menatap Rosana sejenak, ekspresinya tenang tapi penuh kehati-hatian. “Aku dengar dari Naina, kamu sudah mulai membaik. Aku senang mendengarnya.”Rosana mengangguk pelan. “Aku sedang mencoba.”“Kalau kamu butuh bantuan, kita semua ada,” ujar Marven dengan nada tulus.Rosana tersenyum, kali ini lebih tulus dari sebelumnya. “Sore ini aku akan kembali ke kediaman tu

    Last Updated : 2025-03-20
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 134

    “Kejadian kemarin sebenarnya bukan ulah musuh, tapi hanya orang bayaran dari Rosana untuk melancarkan rencananya.” Suara Marven tampak tenang menjelaskan.Tuan Antony menghela nafasnya, dia memegang tongkatnya dengan tangan gemetar. “Dia memang harus dijauhkan darimu, tapi sepertinya dia sudah sedikit sadar. Apa yang kau lakukan di mansion?”Marven yang mendengar itu tersenyum, menatap kakeknya dengan dalam.“Saya tak melakukan apapun. Tapi sepertinya Naina yang merubahnya dalam sekejab.”“Naina?”Marven mengangguk, “maka dari itu saya tidak terlalu memikirkan kenakalan Rosana, karena saya tahu Naina sudah membuat wanita itu sadar.”Tuan Antony menatap ke arah Marven, “kau benar-benar ingin menikahinya?”Marven menatap lurus ke arah Tuan Antony, senyum lembutnya mengendap di sudut bibir. “Ya, Kek… Saya benar-benar ingin menikahi Naina. Bukan karena dia kuat, atau sabar… tapi karena dia membuat saya ingin menjadi pria yang lebih baik. Bersamanya, semuanya terasa… pulang.”Tuan Antony m

    Last Updated : 2025-03-21
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 135

    “Nyonya, ini dokumen yang harus ditinjau dan ada kunjungan ke Restoran Victoria.” Suara asistennya yang bernama Fian membuat Naina tersenyum.Tak terasa sudah dua bulan dia bekerja disini dan sekarang memiliki asisten yang membantunya.“Oke. Untuk siang nanti aku sekalian makan siang dengan Marven. Tolong atur tempat ya..” kata Naina dengan lembut.Fian mencatat cepat di tabletnya, lalu mengangguk. “Baik, Nyonya. Saya akan reservasi di tempat yang tenang dan privat. Apakah ada menu khusus yang ingin dipesan?”Naina tersenyum kecil sambil menutup dokumen di tangannya. “Marven suka pasta seafood, tapi aku ingin ada hidangan penutup yang manis juga. Mungkin crème brûlée?”Fian mencatat cepat lagi, “Akan saya atur. Apakah ada hal lain yang perlu saya siapkan untuk makan siang nanti?”Naina menggeleng, lalu menatap keluar jendela. Hari itu cerah, cocok untuk makan siang bersama seseorang yang ia cintai. “Itu saja, Fian. Terima kasih.”Setelah Fian keluar, Naina sempat termenung sejenak. Sa

    Last Updated : 2025-03-21
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 136

    “Bagaimana makanannya?” tanya Naina sambil memakan pastanya.Marven mengangguk pelan, menaruh garpunya dan menyeka mulut dengan serbet. “Enak. Sausnya pas, tidak terlalu berat. Pasta-nya juga dimasak al dente, persis seperti seleraku.”Naina tersenyum, lalu mencicipi pasta di piringnya sendiri. “Aku minta mereka ganti resep sausnya dua minggu lalu. Ternyata hasilnya tidak buruk.”Marven menatapnya dengan kagum. “Kamu benar-benar memperhatikan detail sekecil itu, ya?”“Kalau ingin restoran ini bangkit, semua harus diperhatikan,” jawab Naina ringan. “Mulai dari rasa makanan, suasana ruang, sampai hal-hal kecil yang orang pikir tidak penting.”Marven mencondongkan tubuh sedikit ke arahnya. “Termasuk memilih tempat duduk yang pencahayaannya paling bagus untuk difoto?”Naina tersenyum simpul. “Tentu. Lagipula, sayang kalau wajah kamu tidak mendapat pencahayaan sempurna.”Marven tertawa pelan. “Jadi aku memang hanya aset visual, ya?”“Kamu aset yang sangat menguntungkan,” jawab Naina sambil

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status