Share

BAB 121

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2025-03-13 17:54:13

Suasana mansion yang biasanya tenang, kini ricuh saat Naina baru kembali ke mansion.

Dia dengan penasaran langsung segera masuk dan melihat. Disana ia melihat para pelayan yang tampak menunduk ketakutan dan Rosana yang berdiri di sana sambil menginjak-injak gaun.

Naina yang penasaran langsung mendekat, “Rosana, apa yang terjadi? Dan kenapa kamu merusak gaun itu?” tanya Naina yang tak tahu jika gaun itu adalah miliknya.

Rosana menoleh cepat, mata merahnya dipenuhi amarah dan kegetiran. Melihat Naina berdiri di hadapannya, amarah yang tadi sudah hampir reda justru kembali membara.

“Jadi akhirnya kau datang juga,” katanya dengan suara dingin.

Naina mengernyit, matanya tertuju pada gaun yang sudah tak berbentuk lagi. Warna lembutnya kini ternoda oleh kotoran sepatu dan sobekan kasar. “Itu... gaun siapa?”

Rosana tersenyum miring, tatapannya menusuk. “Oh, jadi kau pura-pura tidak tahu? Ini gaun untukmu, Naina. Dari kak Marven. Biar semua orang tahu betapa spesialnya kau—sampai-sampai dia me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Kamiaty
kykny semangkin seru ayooo up jgan lma2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 122

    “M-marven, kamu sudah pulang?”Suara Naina terlihat sangat gugup, dia ingin menyembunyikan gaun itu tapi tak tahu dimana dia harus menyembunyikannya karena Marven sudah berjalan mendekatinya.Marven mendekat dengan langkah pelan, alisnya sedikit mengernyit saat melihat kegugupan di wajah Naina. “Kamu sembunyikan sesuatu ya?” tanyanya dengan nada tenang, namun penuh rasa ingin tahu.Naina berdiri cepat, tubuhnya refleks menutupi gantungan tempat gaun itu digantung. “Bukan apa-apa… aku cuma… cuma beres-beres sedikit.”Tatapan Marven mengarah ke belakang tubuh Naina. Dia bisa melihat ujung gaun yang tergantung, sedikit lecek dan benangnya tampak dijahit ulang.“Gaunnya…” gumamnya, sebelum akhirnya menatap Naina dalam-dalam. “Siapa yang merusaknya?”Naina menggeleng cepat, mencoba menghindari pembicaraan itu. “Tidak penting, aku sudah memperbaikinya. Lagipula, aku tahu kamu memesannya… dan aku sangat menghargainya.”Marven mendekat, kini jaraknya hanya sejengkal dari Naina. “Naina, siapa

    Last Updated : 2025-03-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 123

    Peringatan hari kelahiran tuan besar Tuner diadakan secara mewah namun tetap tertutup.Mobil mewah sudah berjejer rapi di halaman mansion, para tamu yang diundang juga bukan kalangan sosial sembarangan.Bahkan seorang presiden dengan rela mengatur waktunya untuk datang mengucapkan selamat pada tuan besar Tuner itu.Di dalam ballroom utama mansion Tuner, cahaya kristal dari lampu gantung mewah memantul pada lantai marmer, menciptakan kilau elegan di setiap sudut ruangan. Lantunan musik orkestra mengalun lembut, menambah kesan anggun dan sakral dari peringatan ulang tahun Tuan Besar Antony Tuner—sosok legendaris di dunia bisnis dan aristokrasi.Para tamu mengenakan busana terbaik mereka—gaun malam berkilau dan setelan jas yang dijahit oleh desainer papan atas dunia. Semua berdiri dengan penuh penghormatan saat Tuan Besar Tuner akhirnya muncul, berjalan perlahan dengan bantuan tongkatnya, namun tetap memancarkan wibawa yang tak tergoyahkan.“Selamat ulang tahun, Tuan Tuner” ucap salah sat

    Last Updated : 2025-03-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 124

    Para tamu yang semula menikmati momen khidmat itu langsung terdiam, beberapa bahkan saling menatap dengan tatapan bingung—antara penasaran dan canggung. Suasana yang tadinya tenang, kembali menegang.Rosana kini berdiri di tengah ruangan, wajahnya tersenyum, tapi sorot matanya tajam, menusuk ke arah Naina.“Hadiah dari Kak Marven luar biasa,” lanjutnya, suaranya terdengar manis namun penuh sindiran. “Tapi aku rasa… jika kau sungguh berniat menjadi bagian dari keluarga ini, kau juga seharusnya membawa sesuatu untuk menunjukkan niat baikmu, bukan hanya berdiri cantik di sampingnya.”Beberapa tamu mulai berbisik pelan, menahan komentar. Nyonya Sisca yang berdiri di sisi lain tampak gelisah, tapi belum ikut campur. Sementara itu, Marven mulai melangkah maju dengan ekspresi muram.Namun, sebelum Marven bisa berkata apa pun, Naina mengambil satu langkah ke depan. Tatapannya tetap tenang, tapi nadanya lembut tapi tegas.“Saya memang tidak membawa hadiah semewah jam emas atau berlian langka,”

    Last Updated : 2025-03-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 125

    “Kenapa belum ada berita yang muncul?” gumam Rosana yang berkali-kali mengecek ponselnya di tengah pesta.“Rosana, sedang apa kau disana? Kemarilah, kakek akan kenalkan dirimu dengan beberapa pemuda dari keluarga lain,” kata tuan Antony saat melihat Rosana tak fokuspada acara pesta ini.Rosana tersentak, buru-buru menyembunyikan ponselnya di balik clutch bag-nya dan berusaha tersenyum. “I-iya, Kek. Maaf, aku hanya mengecek pesan penting tadi.” Suaranya terdengar datar, tapi matanya masih melirik ke layar ponsel yang gelap.Tuan Antony menyipitkan mata, tidak begitu percaya, tapi dia tak ingin membuat keributan di acara penting ini. Ia melambaikan tangan, menyuruh Rosana mendekat.“Ayo, mereka dari keluarga Malvino dan keluarga Zhu. Keduanya sedang mencari mitra bisnis—dan mungkin menantu. Jangan habiskan waktumu dengan hal remeh,” kata Tuan Antony sambil sedikit menekankan nada akhirnya.Rosana tersenyum palsu, tapi di dalam hatinya mendidih. “Kenapa? Apa orang itu gagal? Atau Marven

    Last Updated : 2025-03-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 126

    “Dimana Rosana?” tanya Naina saat tak melihat wanita itu saat acara lelang di mulai.“Tidak tahu, tapi biarkan saja,” kata Marven dengan tenang, “dari barang lelang itu, kamu mau yang mana? aku akan membelikannya.”Naina menoleh menatap ke arah Marven, “tidak, barang lelang sangat mahal. Lebih baik disimpan saja uangnya.”Marven melirik Naina sebentar, lalu berkata pelan, “Aku tahu kamu tidak suka yang berlebihan, tapi ini bukan soal harga. Ini soal penghargaan.”Naina menunduk sejenak, merasa hatinya terenyuh namun masih bimbang. “Tetap saja, Marven… aku tidak ingin terlihat seperti memanfaatkanmu.”Marven menghela napas pendek, lalu menatap ke depan, ke arah panggung. “Kalau aku ingin membelikanmu sesuatu, itu karena aku ingin. Bukan karena kamu memintanya. Dan aku pikir kamu layak mendapatkannya.”Belum sempat Naina menanggapi, suara panitia lelang menggema, mengumumkan barang selanjutnya—sebuah bros antik yang memiliki nilai sejarah tinggi dan pernah dimiliki mendiang istri Tuan A

    Last Updated : 2025-03-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 127

    “Akhirnya acaranya selesai,” Naina menghela nafas lega saat dia memasuki mobil bersama dengan Marven.Marven terkekeh, lalu mengusap kepala Naina lembut, “kerja bagus, sayang.”Naina tersenyum samar, untungnya hari ini tidak ada masalah yang berarti dan juga berita buruk tentangnya.“Itu semua berkatmu, jika tidak mungkin aku tidak bisa berdiri dengan kepala terangkat,” kata Naina tulus.“Sudah tugasku. Ayo kita pergi ke restoran untuk makan, aku tahu kamu tadi menahan diri untuk tidak makan sampai kenyang.”Naina tertawa kecil mendengar kalimat Marven. “Kamu terlalu memperhatikanku. Tapi memang… aku lapar,” akunya malu-malu sambil memegang perutnya yang sejak tadi tak nyaman karena menahan lapar demi menjaga citra di hadapan para tamu penting.Marven menoleh singkat padanya dengan senyum tipis, lalu menyalakan mesin mobil. “Kalau begitu, malam ini kamu bebas pesan apapun. Tak perlu berpikir soal harga.”“Jadi aku boleh menghabiskan uangmu malam ini?”Marven tertawa kecil, suaranya da

    Last Updated : 2025-03-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 128

    “Rosana? Apa yang sedang kamu lakukan?”Naina bertanya dengan nada lembut, kala melihat wanita itu pagi hari sudah kembali ke mansion namun dengan raut wajah masam.Rosana hanya menatap sinis, lalu melanjutkan menata semua bajunya ke dalam koper.“Mau aku bantu?” Naina masih berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka, meski tahu sebenarnya itu akan sulit.Rosana berhenti sejenak, tangannya menggenggam erat gaun yang nyaris ia masukkan ke koper. Ia menoleh perlahan, menatap Naina dengan sorot mata tajam namun lelah.“Kau benar-benar suka berpura-pura ya?” ucap Rosana dingin. “Kau tahu aku akan pergi, dan kau masih saja bersikap manis seolah-olah semuanya baik-baik saja.”Naina menghela nafasnya, tidak tahu letak kesalahannya dimana. “Maaf, Rosana. Aku benar-benar tak pernah merebut posisimu. Tapi, bagaimanapun perasaan tak bisa di paksakan, aku yakin kamu akan mendapatkan pria–”“Jangan banyak bicara! Aku hanya ingin kak Marven. Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau, bahkan jika kake

    Last Updated : 2025-03-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 129

    Marven melihat kesana kemari, namun dia tak menemukan keberadaan Rosana.“Apa kamu menemukannya?” tanya Marven pada Ben. Sudah hampir setengah jam mereka mencari keberadaan Rosana.Ben menggeleng cepat, napasnya masih sedikit terengah karena sempat mengejar ke arah lain. “Tidak, Tuan. Saya hanya menemukan tas kecil miliknya di dekat tumpukan kardus tadi. Tapi Rosana tidak ada di sekitar.”Marven memicingkan mata, langkahnya gelisah menyusuri sepanjang gang, menyapu setiap sudut gelap dengan pandangan tajam. Situasinya jelas mencurigakan—terlalu cepat, terlalu rapi, dan Rosana hilang begitu saja.“Dia tidak mungkin bisa menghilang tanpa jejak. Ini sudah direncanakan,” gumam Marven pelan tapi penuh tekanan.“Tolong emhh—-”Marven langsung menoleh, “kamu mendengar itu?”Suara lirih itu terdengar lagi, teredam, seolah dari balik tembok atau tumpukan barang di gang sempit itu.Ben mengangguk, “saya dengar, tuan.”Marven langsung melangkah cepat ke arah suara, menyibak beberapa kardus dan

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status