Argam memelototi layar ponselnya, memastikan jika angka nol yang dikirimkan papinya, tidak kurang barang satu pun.Pemuda itu tak ingin rugi besar jika hanya mendapatkan ganti rugi sebesar Rp. 30.000,00 saja. Uang sejumlah itu tak mengcover seluruh jajanannya yang telah dihabiskan oleh sang adik.“Jangan main tangan lagi ke adek kamu, Argam! Papi nggak pernah ngajarin kamu nyelesein masalah pake kekerasan.”“Tau nih, Abang! KDRT tuh penyakit ya! Kalau kebawa sampe Abang nikah gimana?!”“Loli juga.. Papi udah sering bilangin, kalau bukan punya Loli, Loli tanya dulu ke yang punya. Bukan asal ambil aja.”Lolita yang mengira akan dibela sepenuhnya pun mencebikkan bibirnya. Ia lupa kalau papinya manusia paling adil, apalagi jika menyangkut jatah masing-masing anaknya.“Ayo, pada minta maaf! Masalahnya kan udah selesai, nggak baik adek kakak gontok-gontokkan.”“Abang maaf.. Kalau Abang masih nggak ikhlas, Loli muntahin deh jajanannya.” Cengir Lolita dengan seringaian setipis tisu yang luput
“Mas Adnan, kenapa bisa begini?”Keluarga Adnan tiba lebih cepat, sedangkan dari pihak Lolita, Argam tampak mewakili setelah bergegas meninggalkan rumah menggunakan kuda besinya.“Adnannya ngeyel, Yah! Loli udah bilang biarin aja, dianya malah turun, terus nolongin adeknya!”Lolita bukannya tidak mempunyai hati nurani, hanya saja, karena membantu orang yang tidak mereka kenal, sekarang mereka harus berurusan dengan pihak berwajib.Mungkin jika mereka langsung pergi, mereka sudah berleha-leha di rumah, mengistirahatkan diri setelah menjalani drama yang terjadi seharian ini.Melihat raut penuh kekhawatiran menantunya, Tatiana pun mengalungkan lengannya. “It’s okay, Sayang.. Nggak akan ada apa-apa. Kamu sama Adnan kan nggak ngelakuin salah apa-apa.” Ujarnya, mencoba menenangkan istri anaknya.Bisa jadi ini merupakan pengalaman pertama Lolita yang mengharuskan diri perempuan itu untuk berurusan dengan kepolisian.“Loli takut dipenjara, Mama..”“Hais, nggak mungkin, Loli. Masa iya, orang
Lolita berhenti meronta ketika dirinya dihadapkan langsung dengan keadaan korban.Anak itu terlihat sangat kasihan. Dibeberapa bagian tubuhnya terbalut perban, begitu juga dengan kepala kecilnya.Tatapan matanya yang kosong sungguh berbanding terbalik dengan masa kecilnya. Di usia anak itu, ia tumbuh dengan dipenuhi cinta keluarganya. Ia juga tak pernah menderita sakit yang membuat sinar dimatanya menghilang, seolah keinginan untuk bertahan hidup tak ada di dalamnya.Sebenarnya, seberapa dalam luka yang ia derita sampai-sampai ia tak meringis kesakitan walau dipenuhi dengan luka-luka ditubuhnya?!“Hi, Adek..” sapa Lolita, melambaikan tangannya. Ia menyembunyikan rasa takutnya, mencoba terlihat seramah mungkin agar tak menakuti anak yang Adnan tolong.“Dokter, itu Mamanya aku?”“Hiya!!” pekik Lolita dengan tubuh yang reflek melompat ke belakang. Tangannya menarik ujung kemeja yang Adnan kenakan, “Mam-Ma?” beonya mengulang kata terpenting yang membuatnya begitu terkejut setelah mendenga
Beberapa minggu kemudian, disaat beberapa hal menjadi rumit karena keberadaan Awi disisi Lolita dan Adnan, orang tua Awi pun akhirnya ditemukan oleh pihak berwajib. Berawal dari adanya laporan kehilangan seorang pria yang mencari-cari istri serta anaknya, Awi pun dapat bertemu dengan ayah kandungnya. Namun sayang, anak yang sebenarnya bernama Fatur itu, tak bisa mengingat dan mengenali ayahnya sendiri. Memang mengejutkan, namun setelah diberikan penjelasan, ayah Awi pun menerima kondisi putranya. Pria itu berkata jika hal tersebut lebih baik dibandingkan ia kehilangan anak satu-satunya untuk seumur hidupnya. Sejurus dengan terbukanya tabir orang tua Awi, ibu kandung Awi pun dibekuk ditempat persembunyiannya. Perempuan itu terbukti menjadi tersangka utama atas pembuangan dan tindak kekerasan anaknya kandungnya. Ayah Awi tentu saja tak menyangka, jika istri yang dirinya cintai hingga rela mengadu nasib sebagai buruh perkebunan, ternyata tega menyakiti buah hati mereka. Sesal dirasak
“Awi, kiss Kakeknya..” Setelah mendapatkan ciuman dari putranya, Diding memandang lama sang putra. Lengannya yang kurus terulur, membelai pipi bocah yang kini tampak berisi. “A-Awi,” Pria itu memaksakan diri untuk dapat berucap. Meski payah dalam mengusahakan suaranya, ia tetap berkata-kata, meminta Awi untuk menjadi anak yang penurut dan sholeh. “Bilang apa ke Kakek, Wi?” “Akek ati-ati. Telepon Awi..” “Ya, ya, pasti Kakek telepon Awi setiap hari,” jawab Diding cepat dengan pita suaranya yang bergetar karena menahan tangis. Perpisahan ini akan menjadi sangat lama untuk mereka. Meski merasa berat meninggalkan Awi, Diding harus melakukannya demi bisa mengumpulkan banyak uang. Mencari modal agar ia bisa mengasuh dan membesarkan Awi dengan tangannya sendiri. “Pak Diding, sehat-sehat ya.. Jangan khawatirin Awi disini. Bapak fokus kerja saja disana. Insyaallah, kalau Pak Didingnya nggak bisa pulang, nanti kita yang susulin buat anter Awi ketemu Bapak.” Diding pun meraih tangan Khoiro
“Siapa lo, Lol?” Setiap kali pertanyaan itu muncul, maka dengan percaya dirinya Lolita akan mengatakan, “anak gue!”Jawaban tersebut kontan membuat heboh teman-teman kampusnya. Mereka yang tidak mengetahui asal-usul Awi pun berbondong-bondong mengerubungi Lolita.Karenanya, kantin siang ini menjadi sangat penuh dengan orang-orang yang penasaran akan keberadaan Awi.Lolita sungguh tak habis thinking dengan kekepoan orang-orang ini. Mereka seolah tak mempunyai pekerjaan selain mengurusi urusan orang lain.“Heh! Lo semua pada ngapain sih sebenernya?! Gue bukan Kendal Jenner, An,” Lolita menelan air ludahnya. Hampir saja dirinya keceplosan mengumpat di depan Awi. Sebagai seorang ibu muda, mulutnya harus terkontrol untuk dijadikan contoh yang baik. “An-Anjayani!”Aigoh! Terpakai juga akhirnya plesetan kontroversial yang sempat booming itu. Yah, mau bagaimana lagi! Namanya juga emak-emak. Moral anak lebih utama. Kalau tidak lupa sih! Manusia kan bisa saja khilaf. Asalkan tidak disengaja
“Bohong! Aku tuh tetangganya Adnan. Rumah aku ada didepan rumah dia. Kalau Lolita-Lolita itu udah kenal Adnan dari lama, nggak mungkin aku baru tau dia hidup di dunia!”Errr!!Kalimat yang Tasya lontarkan cukup pedas. Teman-temannya sampai tercengang mendengar penuturan gadis yang biasanya bersikap lembut itu.Arogan!Kalimat yang Tasya gunakan terdengar sangat arogan ditelinga teman-temannya. Semakin lama mereka mengenal Tasya, mereka semakin memahami bagaimana cara pikir gadis itu.Semua hal berkenaan dengan Adnan, entah itu benar atau tidak, Tasya bertindak seakan dirinya mengetahuinya lebih baik dari siapa pun.Tingkahnya seolah-olah dia dan Adnan hidup berbagi napas yang sama dan tidak pernah terpisahkan meski itu satu detik pun.Lambat laun, sikap terlewat halu itu tentu membuat teman-temannya merasa tak nyaman.“Lo kan cuman tetangganya, Tas. Nggak 24 ours bareng dia. Lagian dia kenal siapa, nggak mungkin laporan ke lo juga kan?”“Tapi nggak make sense kalau itu anak mereka. Si
Seorang gadis tampak merapikan rambut bergelombangnya. Bibir tipisnya yang terpulas pewarna berwarna merah keorenan, tertarik seiring dengan seringaian tipisnya.“Kata Mama, ini pasti berhasil!” gumamnya, percaya penuh akan kata-kata sang mama.Gadis itu adalah Tasya. Dikarenakan pengiriman pelet yang tidak kunjung menampakkan hasil, ia dan mamanya pun membuat gebrakan terbaru dengan memasang susuk pemikat.Kali ini ia memilih orang sakti yang namanya tersohor di kalangan para artis Ibu Kota. Rekam jejaknya sangat bagus. Mamanya sendiri mengakui eksistensinya yang masih bertahan sejak bertahun-tahun.Sosok yang mereka pilih ini dulunya sering dimuat dalam media publikasi, khususnya majalah wanita. Beliau juga sempat menjadi salah satu orang yang dituju oleh salah satu artis kenamaan Indonesia.Spesialis dari orang berkemampuan tinggi itu adalah ketok aura. Beliau membuka aura seseorang, menjadikannya lebih cantik dan bersinar dari sebelumnya.“Harus yakin!” Seloroh Tasya menarik masuk