Yuni berkeberatan dibawa ke rumah sakit usai keadaannya lebih tenang. Xabier dan Batari tidak memaksa Yuni, meskipun menurut mereka Yuni membutuhkan penanganan medis. "Ya sudah, ibu istirahat malam ini. Besok saya harap ibu bisa ceritakan bagaimana kronologis ibu sampai disekap."Yuni mengangguk, mereka semua keluar dari kamar pribadi Yuni."Apa kamu mendengar suara mencurigakan tadi?" tanya Xabier sembari merangkul Batari menuju ruang keluarga. "Tidak ada, biasa saja hening saat malam, Pak."Xabier mengangguk. Ia mendudukkan Batari di sofa. Sementara Xaba yang mengantuk berat sebelumnya telah ditaruh di kamar."Mama sangat khawatir dengan kalian. Apakah ini ada kaitan dengan orang yang mengancam itu?" tanya Andalaska mulai berpikir hal berat."Aku rasa sepertinya begitu, orang itu mulai menampakkan taringnya dengan berani sampai ke rumah kak Xabi dan kak Tari," tambah Xinda meyakinkan Xabier."Apa motivasinya menganggu kita?" tanya Batari yang masih dalam dekapan Xabier. "Uang.""
Polisi mendatangi rumah Xabier keesokan hari untuk melakukan olah tempat kejadian perkara, mengumpulkan petunjuk, keterangan, dan bukti. Semua orang di sana dimintai keterangan perihal penyekapan Yuni.Usai melakukan oleh TKP, seorang petugas yang juga teman Xabier menyarankan agar menambah jasa pengamanan di rumah Xabier."Sebaiknya lebih waspada dengan orang dalam, tetapi masih dugaan," bisiknya pada Xabier di akhir kerjanya. "Ya, saya paham."Para pekerja di rumah Xabier kembali melanjutkan aktivitas sehari-hari, kecuali Yuni yang masih istirahat di kamarnya. Sementara itu, Xabier merasa tidak aman meninggalkan istri dan anaknya bekerja."Mama dan Xinda di sini saja, nanti Xinda bisa bolak balik ke kampus dari rumah ini," ide Andalaska saat Xabier kembali ke rumah setelah mengantarkan petugas pergi. Xabier bukannya merasa senang, tetapi rasa khawatir melingkupi pikirannya."Nanti Mama dan Xinda bisa masuk dalam target ancaman, aku tidak ingin itu terjadi. Aku akan mengurus jasa
Jasa pengamanan di rumah Xabier telah mulai bekerja, tidak banyak hanya dua orang, satu pria dan wanita. "Bagaimana dua hari ini mereka bekerja? Kamu lebih merasa nyaman, Bu?" tanya Xabier sewaktu telah sampai di rumah. "Ya, lebih aman. Semakin banyak yang bekerja di rumah kita," ucap Batari sembari tertawa ringan."Tidak sepi, toh.""Ya, Pak. Saya tidak pernah membayangkan menjadi istri orang kaya dengan banyak pekerja rumah tangannya. Dulu, saya berpikir tinggal di desa, rumah berdinding kayu, dan perlindungan hanya dari suami saja," kata Batari mengingat gambaran ideal pernikahan di masa lalu.Xabier mendekap Batari erat. "Dan aku yang menghancurkan gambaran keluarga impian kamu itu. Maaf ya, Bu...."Batari jadi tidak enak sebab Xabier telah salah sangka terhadap ceritanya. "Saya yang minta maaf, bukan bermaksud begitu. Itu dulu pikiran seorang Batari gadis remaja desa, Pak. Ahh... Bapak ngambek, ya." Batari berupaya membuat suasana cair. Ia mengusap dagu Xabier yang ditumbuhi ja
Kendaraan Xabier ditemukan di pinggir jalan, usai ditracking. Di dalamnya tidak ditemukan siapapun, hanya tinggal bungkusan besar yang diduga tempat menyimpan Xaba. Makan malam yang sejatinya untuk mengetahui benang merah ancaman misterius, malah gagal. Xabier menyesal karena terlalu lamban memutuskan sesuatu, padahal ia telah memiliki kecurigaan terhadap pekerja rumah tangannya.Beberapa hari sebelumnya."Mereka telah menaruh curiga terhadap pekerja di dalam. Kalau mau selamat, kita harus segera pergi," ucap perempuan bernama Wahyuni yang memutuskan menjadi pengasuh Xaba."Mama mau pergi begitu saja, tanpa mendapat apa-apa?""Jadi, menurut kamu harus bagaimana? Kepura-puraan ini akan diketahui sebentar lagi, mama di sini hanya untuk mendapat keuntungan agar keluarga ini menjauhi Groban," jelas Wahyuni yang meningkat namanya menjadi Yuni."Terbukti 'kan kita tidak mendapat apapun kalau pergi begitu saja, yang ada polisi akan mengejar-ngejar kita. Meringkuk di penjara dan miskin tidak
Xabier menyanggupi uang 5 miliar sebagai syarat membebaskan Xaba. Groban tidak tinggal diam, ia merasa kejadian yang menimpa cucu pertamanya keluarga Santos berkaitan erat dengan dirinya."Pakai uang papa saja." Seisi ruangan melihat ke arah Groban. "Itu yang mereka inginkan. Kasman adalah anak tiri Wahyuni, setahu papa kerap membuat keributan, tetapi uang selalu menyelamatkannya dari kasus hukum."Groban telah mengetahui kalau Wahyuni menggunakan cara lama untuk masuk ke dalam rumah tangga anaknya. Cara yang sama ia gunakan di masa lalu.Yang lainnya yakni Kasman, dikenal oleh Groban sebab Wahyuni kerap membawanya bila bertemu untuk meminta uang."Mereka orang licik, kamu harus berhati-hati," pesan Groban pada Xabier."Papa tidak perlu melakukannya, aku bisa sendiri," tolak Xabier tidak ingin melibatkan uang siapapun dalam misi penyelamatan Xaba."Kali ini terimalah tawaran papa. Selama ini, papa tidak ada bersama kalian. Apapun yang papa telah hasilkan akan papa berikan semua untuk
"Cepat keluar dari desa ini," ucap Wahyuni sambil memukuli dashboard mobil, kepalanya seringkali menoleh ke belakang."Xabier menipu kita." Kasman meninju kemudi, hatinya sangat marah dan mengira Xabier licik dengan menghubungi pihak berwajib. Kejar-kejaran tak terelakkan, petugas sampai meneriakkan menggunakan pengeras suara agar mobil yang dikendalikan Kasman berhenti. Kasman tidak ingin berakhir tanpa uang sepeserpun, ia menginjak pedal gas lebih dalam hingga mereka memasuki jalan perkotaan yang cukup padat.Melihat tikungan tidak jauh di depan, Kasman membalikkan kendaraan masuk ke jalan perkebunan. Petugas masih terus melakukan pengejaran. Jalan yang ditempuh tidak semulus jalan raya, namanya jalan perkebunan kerap dilalui truk pengangkut hasil bumi."Jalan pilihan kamu sangat buruk, kita harus keluar dari sini!" Lagi-lagi Wahyuni menggerutu memarahi Kasman.Diserang kepanikan, Kasman menjadi marah. "Mama jangan banyak bicara, aku sedang mengusahakan!" balasnya geram.Sekalipu
Serangkaian pemeriksaan dilakukan pada Xaba untuk mengetahui keadaan organ dalam dan luar anak kesayangan Batari dan Xabier.Mereka melakukannya setelah turun surat permintaan visum dari penyidik. Kelegaan kentara di raut Batari.Meskipun demikian, Xabier berencana akan melakukan perawatan lanjutan berupa beberapa kali kontrol untuk mengobati kulit yang bentol dan memar ke dokter anak."Hampir mati rasanya waktu Xaba jauh dari saya," ucap Batari berjalan keluar dari ruangan pemeriksaan. Xaba terlihat nyaman dalam gendongan Xabier.Pihak berwajib telah lebih dulu meninggalkan rumah sakit, mereka berbeda kendaraan.Tangan sebelah kiri mendekap Batari. "Sebaiknya kita juga periksakan keadaan kamu ke dokter kandungan." Xabier telah memintanya berkali-kali. Batari menggeleng, ia yakin dengan keadaan dirinya dan calon bayi baik-baik saja."Tiga hari lagi kontrol rutin di rumah sakit Surabaya," ucapnya. Di ruangan tunggu lantai bawah, Andalaska dan Xinda duduk menanti kedatangan Batari dan
Keadaan Groban semakin lama bukannya membaik. Ia mengumpulkan anak dan menantu di ruang rawat didampingi oleh seorang notaris dan dua orang saksi. Groban masih sadar, tetapi ia merasa kemampuan fisiknya menurun."Papa rasa umur papa sebentar lagi," ucap Groban memulai pembicaraan."Papa... pasti akan lebih sehat, Papa harus optimis." Xinda menyela perkataan Groban, pilu hati Xinda begitu mendengar kata perpisahan. Groban tersenyum menatap putri kandungnya. "Penyakit Papa ini tidak ringan Xinda, jangan sampai optimis berlebihan, nanti sulit menerima kenyataan."Groban menyentuh tangan Xinda yang ada pundaknya, menguatkan Xinda yang baru-baru ini lebih dekat dengannya."Papa senang perkuliahan kamu lancar, Xinda." Groban memijit-mijit tangan Xinda, tanpa bisa dibendung linangan air mata turun melewati pipi Xinda."Tinggal wisuda saja, ya. Mana tahu papa tidak bisa hadir, tidak apa-apa, ya, Xin." Dalam tangisnya Xinda menggenggam tangan Groban, mereka tampak seperti bersalaman dan tak i
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca