Serangkaian pemeriksaan dilakukan pada Xaba untuk mengetahui keadaan organ dalam dan luar anak kesayangan Batari dan Xabier.Mereka melakukannya setelah turun surat permintaan visum dari penyidik. Kelegaan kentara di raut Batari.Meskipun demikian, Xabier berencana akan melakukan perawatan lanjutan berupa beberapa kali kontrol untuk mengobati kulit yang bentol dan memar ke dokter anak."Hampir mati rasanya waktu Xaba jauh dari saya," ucap Batari berjalan keluar dari ruangan pemeriksaan. Xaba terlihat nyaman dalam gendongan Xabier.Pihak berwajib telah lebih dulu meninggalkan rumah sakit, mereka berbeda kendaraan.Tangan sebelah kiri mendekap Batari. "Sebaiknya kita juga periksakan keadaan kamu ke dokter kandungan." Xabier telah memintanya berkali-kali. Batari menggeleng, ia yakin dengan keadaan dirinya dan calon bayi baik-baik saja."Tiga hari lagi kontrol rutin di rumah sakit Surabaya," ucapnya. Di ruangan tunggu lantai bawah, Andalaska dan Xinda duduk menanti kedatangan Batari dan
Keadaan Groban semakin lama bukannya membaik. Ia mengumpulkan anak dan menantu di ruang rawat didampingi oleh seorang notaris dan dua orang saksi. Groban masih sadar, tetapi ia merasa kemampuan fisiknya menurun."Papa rasa umur papa sebentar lagi," ucap Groban memulai pembicaraan."Papa... pasti akan lebih sehat, Papa harus optimis." Xinda menyela perkataan Groban, pilu hati Xinda begitu mendengar kata perpisahan. Groban tersenyum menatap putri kandungnya. "Penyakit Papa ini tidak ringan Xinda, jangan sampai optimis berlebihan, nanti sulit menerima kenyataan."Groban menyentuh tangan Xinda yang ada pundaknya, menguatkan Xinda yang baru-baru ini lebih dekat dengannya."Papa senang perkuliahan kamu lancar, Xinda." Groban memijit-mijit tangan Xinda, tanpa bisa dibendung linangan air mata turun melewati pipi Xinda."Tinggal wisuda saja, ya. Mana tahu papa tidak bisa hadir, tidak apa-apa, ya, Xin." Dalam tangisnya Xinda menggenggam tangan Groban, mereka tampak seperti bersalaman dan tak i
"Ibu dan Papa tidak bisa memaksaku untuk menikah dengan orang yang tidak kucintai."Kaysan Xaba Santos terpaksa pulang ke Surabaya untuk menemui orang tuanya yang terus mendesak agar ia menikah dengan perempuan pilihan mereka."Kamu mau menikah dengan artis itu? Berita kamu dan dia sudah beredar kemana-mana, Xaba. Ibu kurang menyukai cara hidupnya dulu, dia pernah tinggal bersama laki-laki tanpa ikatan pernikahan."Batari berupaya menjelaskan duduk perkara mengapa ia dan suami tidak sepakat dengan pilihan putranya."Ibu, namanya Milen Fahira. Setiap orang punya masa lalu, Bu, dan Milen telah berubah."Batari gelisah di tempat duduknya, Xabier yang duduk di samping menyentuh tangan Batari agar ia merasa lebih rileks."Kamu pertimbangkan maksud kami sebagai orang tua, Xaba. Mengingat perempuan yang dekat dengan kamu itu anak dari Kasman yang pernah menculik kamu dulu, Papa tidak yakin kalau ia baik untuk masa depan kamu."Kini, giliran Xabier menunjukkan ketegasan akan ketidaksetujuan m
Ayasya masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintu. Ia sangat marah dan kecewa pada Xaba yang bertindak di luar nalar."Mas Xaba, kamu benar-benar berubah," ucap Ayasya dengan nada sedih.Xaba yang dikenal Ayasya sebagai pria baik-baik dan santun telah lenyap ditelan ketenaran duniawi. Lagi pula, Ayasya belum punya niat menikah di usia yang terbilang muda 23 tahun. Itulah sebabnya, Ayasya menggantungkan jawaban pada tanggapan Xaba."Demi menolak perjodohan, kamu melecehkan saya." Ayasya mengepalkan tangannya lalu memukuli dinding yang ada di dekatnya.Ayasya mengelap air mata yang tumpah di pipi. Mendadak ia mengingat ibu kandung yang dulu selalu mengingatkan untuk menghormati Batari dan Xabier, serta mengalah untuk anak-anak majikan."Ayas tidak tahan kalau diperlakukan rendah, Bu." Ayasya hanya bisa mengungkapkan pada udara tanpa teman sebagai pendengar.Di kamar tidurnya, Batari juga tengah menangis dalam dekapan Xabier. "Bagaimana ini Pak, kalau anak kita jadi dengan penyanyi itu, i
Ayasya tiba di kamar hotel tempat wawancara kerja akan berlangsung. Tadi ia diberi kunci akses oleh resepsionis saat menanyakan arah kamar tempat wawancara akan berlangsung.Ayasya tidak menemukan siapa pun di lorong, kecuali dirinya. Awalnya, Ayasya meragu untuk mengetuk pintu.Akan tetapi, mengingat keinginannya untuk tidak bergantung lagi pada keluarga Santos yang banyak berjasa, otomatis membuat Ayasya mengangkat tangan lalu mengetuk pintu.Pintu kamar terbuka, Ayasya disambut oleh seorang pria tampan berjas biru kelasi."Selamat datang, dengan Ayasya Ambalika?" tanyanya ramah. Ayasya mengangguk lalu membalas senyum pria itu."Silakan masuk," ujar pemuda yang diperkirakan seusia dengan Xaba. Ayasya melongok sebentar saat si pria bergeser memberi jalan, tidak ada orang lain selain mereka.Ayasya memandang ke arah pria yang terlihat baik dan mudah senyum. "Mungkin kamu ragu, saya, Rangga Suciptodewa, manajer HRD." Pria itu mengeluarkan papan nama kecil yang disimpan dalam kantong ja
Dengan mengenakan penutup wajah, kacamata hitam, dan topi, Xaba kembali ke hotel. Kini ia sedang mengamati isi rekaman televisi sirkuit tertutup milik Hotel Scott yang ditunjukkan oleh pihak hotel.Bersamaan saat Ayasya dibawa ke rumah sakit, ternyata pria yang ada dalam rekaman turut menghilang."Ini akan saya laporkan pada pihak berwajib," ucap Xaba. "Korbannya adalah kerabat dekat saya."Manajer hotel turut mendukung rencana Xaba, mengingat orang yang ada di hadapannya adalah aktor ternama. Nama baik Hotel Scott dipertaruhkan dengan kasus ini.Usai Xaba yang ditemani pihak hotel melapor pada pihak berwajib kejadian di hotel, Xaba kembali ke rumah sakit."Bagaimana keadaan Ayas, Bu?" tanya Xaba setibanya di ruang rawat inap. Ia melihat Ayasya sebentar lalu duduk bersebelahan dengan Batari di sofa penunggu."Tadi sempat terbangun, tetapi hanya menangis, belum bisa cerita apa-apa, terus tidur lagi. Kasihan, Ayas, Xaba" ujar Batari hingga air mata tumpah di pipinya. Xaba memeluk ibuny
Keadaan fisik Ayasya semakin membaik, ia melakukan rawat jalan sembari pendampingan psikologis untuk mengatasi trauma akibat kejadian di hotel Scott."Laki-laki bernama Rangga itu telah ditangkap oleh pihak berwajib dua hari setelah kejadian. Dia sempat melarikan diri ke daerah lain dan tertangkap di sana," ucap Xaba dalam perjalanan pulang usai mengantar Ayasya dari kontrol kesehatannya.Ini sudah tiga minggu paska peristiwa kurang menyenangkan yang Ayasya alami. Xaba mulai berani mengungkapkan kebenaran dengan pertimbangan kemajuan kondisi Ayasya."Kasus hukumnya sedang bergulir. Dia juga dipecat dari tempatnya bekerja."Ayasya mendengar dengan seksama ucapan Xaba."Lain kali bila kamu melakukan tes kerja dikritisi informasi yang kamu dapat sebelumnya, tentang kebenaran lowongan pekerjaan itu. Ternyata pekerjaan kamu itu fiktif, hanya modus untuk mendapat keuntungan dari perempuan yang kepepet mencari pekerjaan," singkap Xaba emosional.Ayasya terhenyak mendengar berita yang baru sa
Akhir pekan, Batari dan Xabier mengisi waktu luang bersama di taman belakang rumah mereka. Batari yang menyukai tanaman, mengamati dedaunan kuning lalu mengumpulkan dan membuangnya."Apa kamu tidak lelah, Bu, mengurusi semua? Mengurus aku, anak-anak, restoran, sampai tanaman itu?" tanya Xabier sewaktu Batari bergabung ke teras dekat taman usai mengerjakannya.Batari menyesap teh dalam cangkir kecil lalu menoleh pada suaminya. "Kadang lelahnya tidak terasa, Pak, kalau dikerjakan. Namanya perempuan senang mengurusi sesuatu, sudah naluri," jawab Batari.Xabier tersenyum. "Aku sampai lupa cara mengurus diri sendiri karena punya istri seperti kamu," puji Xabier. Paras Batari merona dan menghangat. "Sudah tua, masih saja merayu. Kamu mau apa, Pak? Mau nikah lagi? Awas saja looh!" sahut Batari bercanda.Xabier terbahak-bahak, begitulah percakapan ringan mereka di usia yang tidak muda lagi agar alur pernikahan tidak monoton."Kok pikirannya aku mau nikah. Anak kamu itu yang sudah waktunya men
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca