"Maaf, Pak. Pertanyaan itu tidak ingin saya jawab," ucap Batari. Dia melangkah berdiri menjauhi Xabier dan Xaba, jalannya masih belum sempurna."Apa masalahnya?" Xabier mengikuti Batari menuju balkon. Batari membukanya dan melangkah keluar untuk menghirup udara."Apapun jawaban saya, itu tidak penting untuk Bapak." Batari mengeraskan hatinya, ia melempar jauh pandangan lurus ke depan."Jadi, yang penting buat kamu siapa? Apa? Dia? Pria desa itu."Batari tidak suka mendengar tuduhan Xabier. Ia menoleh dan menyorot tajam Xabier."Mengapa masih bertanya, Pak? Bukankah Bapak ingin menceraikan saya? Jadi, apapun isi hati dan pikiran saya, tidaklah penting buat Bapak, bukan?" Napas Batari tersengal, sepertinya emosi tengah menanjak, Batari tidak ingin mereka berakhir dalam pertengkaran.Xabier terhenyak menyadari pertanyaannya telah memicu emosi Batari. Ia tidak ingin meneruskan pembicaraan yang bisa saja membuat Batari drop.Xabier pergi meninggalkan kamar Batari. Tinggallah Batari yang te
"Kamu semalam dari mana? Mama cek ke kamar tidak ada, dihubungi ponselnya tidak aktif," tegur Andalaska di ruang makan sembari mengoles selai ke roti untuk sarapan."E... dari rumah kak Xabi, Ma," jawab Xinda meragu. Dia tahu perihal kejadian yang membuat mamanya enggan untuk menginjakkan kaki lagi di rumah Xabier. Andalaska menatap malas putri bungsunya itu. "Tidak diusir atau perempuan desa itu berakting seperti orang paling menderita?" Andalaska menyuapkan roti ke mulutnya."Tidak, Ma. Semua baik-baik saja," responnya. Meskipun semalam ada adegan ia harus keluar kamar, itu hanya soal kenyamanan Batari untuk menyusui, batin Xinda. Andalaska berdecih mengingat Batari sosok minor di pandangannya."Cucu mama sangat tampan, mirip dengan kak Xabi. Mama ke sana deh."Andalaska melirik dengan sorotan tajam dan menghakimi. "Mama tidak sudi melihat anak dari perempuan itu, sudah mama janji kalau tidak akan menginjak kaki di sana.""Mama." Xinda menegur mamanya, tidak sadar nada suaranya me
Serafina keluar dari ruangan Xabier dengan wajah muram. Dia tidak menyangka kalau Xabier akan membombardirnya dengan peristiwa lama.Di dalam ruangan, Xabier menutup kasar dokumen keuangan yang dibaca olehnya. Ada perasaan bersalah saat ia berucap terlalu tegas pada Serafina, bagaimana pun Serafina perempuan yang pernah dekat dengannya.Xabier memejamkan matanya berusaha menenangkan diri. Tidak lama kemudian, ponselnya berdering. Ada panggilan dari orang yang ditunjuk untuk mengurusi masalah hukum kejadian di terminal. "Saya ingin menyampaikan kalau bukti baik dari saksi dan rekaman CCTV di lokasi terminal sudah kita dapatkan dan telah diserahkan pada pihak berwajib.""Kerja yang cepat," puji Xabier. "Kemungkinan besok akan keluar hasil status dari Wisang," lanjutnya lagi. "Tidak sabar menunggu penangkapannya."Percakapan itu membuat semangat Xabier bertambah, suasana hati pada kejadian bersama Serafina mengalami perubahan.Di kediaman Xabier, Batari tengah merapikan pakaian putra
Xabier terperangah dengan sikap Batari yang mendadak meraih Xaba dalam pelukannya, bahkan Batari membawa Xaba menjauh ke arah lain kamar. Perubahan demi perubahan sikap Batari dapat dirasakan oleh Xabier, kali ini terlihat seperti orang dilanda kecemasan.Xabier melangkah mendekati Batafi dna Xaba dengan tetap menjaga jarak, Xabier bisa merasakan ketidaknyamanan Batari. Sementara itu, Batari berusaha keras untuk bersikap biasa pada Xabier."Xaba ingin saya beri ASI, Pak." Batari mencari alasan agar Xabier bisa segera keluar ruangan. Batari merasa dengan melihat perlakuan manis Xabier menciptakan rasa sesal semakin dalam di dirinya, dia terus-menerus menolak kedekatan Xabier dan Xaba.Katakanlah dia ibu yang jahat, hanya saja perpisahan pasti tidak terelakkan di antara mereka dan belum tentu Xaba akan mendapat kepastian akan keberadaannya.Xabier menghela nafas dalam, dia lelah dengan sikap Batari yang selalu menolak kehadirannya. Xabier punya kepekaan terhadap perubahan sikap Batari.
Sekuat tenaga Batari menahan diri agar jangan menunjukkan sikap cengengnya. Dulu ia bisa berlaku demikian sebab ada bude Suyati yang sering mendengar unek-unek dan menghibur hati di kala gundah.Kini menyandang gelar ibu, Batari harus keras pada diri sendiri."Lalu, mengapa pria desa bisa berada di tempat yang sama dengan kamu?" Xabier merendahkan nada suaranya."Sudah saya bilang, saya menolak saat diajak oleh Mas Wisang. Mengapa dia ada di sana saya tidak tahu, Pak." Suara Batari meninggi, geram dengan pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan Xabier. "Di sana aku menemukan kamu terduduk kesakitan, ada hubungan dengan dia, bukan?" Xabier ingin melihat sikap jujur Batari, meskipun telah mengetahui semuanya. Batari memejamkan kedua mata lalu menghela nafas lelah, dia tidak memahami maksud Xabier menanyakan peristiwa di terminal untuk apa. "Karena saya menolak, dia... dia... menarik tubuh saya untuk ikut bersamanya," ucap Batari sambil memeragakan diri.Batari merasa cukup atas pertanya
Batari tidak jadi melangkah ke dapur, ia kembali ke kamar lalu mengunci pintu. Batari menyenderkan tubuhnya ke daun pintu sembari memegang dadanya yang berdegup kencang.Dipejamkan kedua matanya sambil menghela nafas untuk menentramkan rasa batin yang beriak tak jelas. Batari menggeleng-geleng berusaha menolak apa yang baru saja terjadi sebagai dorongan kebutuhan seorang suami pada istrinya."Tidak, pak Xabier bukan untuk saya. Tadi suatu kekeliruan," ujar Batari memberi kekuatan pada diri sendiri. Batari melakukannya sebab yakin tidak ada perasaan berubah pada diri Xabier terhadapnya. Meski Batari melihat kebaikan Xabier, baginya itu sebatas tanggung jawab tidak lebih.Saat kelopak matanya terbuka, manik Batari memanas seperti akan menangis kembali. Batari mendongakkan kepalanya, mengipas-ngipas seakan ingin menghalau bening itu untuk turun yang kadang mampu melemahkan dirinya lagi.Suara tangisan Xaba menjeda permenungan Batari, gegas ia mendapati bayi mungil yang sedang kehausan. B
Sore ini, usai Andalaska mengunjungi beberapa butik miliknya ia kembali pulang ke rumah. Andalaska wanita kaya raya, tetapi merasa hampa sebab kedua anaknya telah memiliki pilihan hidup masing-masing. Namun demikian, Andalaska tetap berusaha menarik anaknya bila mereka dianggap tidak sesuai jalur, seperti Xabier yang dirasa perlahan menjauh darinya. Untuk Xinda, agar anak perempuannya itu tidak bernasib seperti Xabier, Andalaska telah mengultimatum jenis teman yang boleh menjadi calon pasangan putrinya itu. Andalaska duduk santai seorang diri di ruang keluarga, menyalakan televisi menggonta-ganti saluran."Diberitakan seorang pria berinisial BW, menjadi tersangka dalam upaya penculikan seorang perempuan BA, istri dari pengusaha dan model kenamaan, EXS." Diperlihatkan seorang pria berdiri memakai pakaian oranye di belakang penegak hukum berbaju coklat.Mata Andalaska membelalak, menyesuaikan pandangan dengan melihat kembali apakah benar paras yang ada di televisi merupakan Wisang. An
Xabier bermain sebentar dengan putranya, Xaba. Xabier yang tadinya lelah karena menjalani hari kerja yang sibuk dibuat semangat begitu melihat Xaba dan gerakan kecilnya.Tidak bisa Xabier menahan senyum saat bertemu dengan cerminan kecil dirinya. Xaba yang mungil hadir melembutkan hati Xabier yang lama kaku dan pelit senyum.Xaba terlihat mulai mengantuk, beberapa kali dia menguap dan seperti ingin beristirahat."Kamu mau tidur ya, yang nyenyak ya jagoan papa, jangan cepat besar, soalnya orang dewasa hidup penuh masalah," ujar Xabier bercanda sambil tersenyum.Batari tidak bisa menahan senyum di belakang tubuh Xabier. Apa yang dikatakan suaminya tentu saja tidak dimengerti oleh Xaba, Batari berpikir kalau Xabier sepertinya perlu teman cerita.Xabier menyerahkan Xaba ke dalam gendongan Batari. Kali ini Batari tidak impulsif lagi sebab setiap kali ingin menggendong Xaba, Xabier selalu minta izin pada istrinya itu."Sesudah menidurkan Xaba, temui aku di ruang keluarga," ucap Xabier lalu
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca