390“Siapa, sih?” Nada bertanya heran sesaat setelah Vino mematikan sambungan telepon. Tangan sang pemuda yang tadi merangkul pundaknya, sudah diturunkan. Dan ia kembali memberi jarak duduk di antara mereka.“Bukan siapa-siapa.” Vino menjawab pelan sembari memasukkan ponsel ke saku jaketnya.“Bukan siapa-siapa kok, nelepon. Kalau bukan siapa-siapa, Nggak bakalan nelepon.”“Makanya nggak aku ladenin, kan? Dia menelepon nggak penting juga.”“Dia cewek kamu, ya?” Pertanyaan Nada membuat Vino terhenyak sekian detik. Tapi setelahnya terbahak keras.“Cewek? Mana ada? Tahu sendiri aku nggak pernah punya cewek.” Tawa Vino masih mengiringi saat kalimat itu terlontar dari mulutnya. Namun, sesaat kemudian tawanya memudar demi melihat wajah Nada yang serius. Gadis itu bahkan mendekatkan wajahnya.“Sebenarnya, kenapa sih, kamu nggak pernah punya pacar? Kamu ganteng lho, dan kamu punya semua yang didambakan seorang wanita.”Malvino mengerjap sebelum menarik napas panjang dan membuang pandangan. Per
391Kirani menatap dirinya di cermin. Wajah cantik hasil polesan MUA yang sudah dibayar Andrew sangat sempurna. Ia bahkan tidak mengenali dirinya sendiri. Yang dilihatnya kini bukan Kirani gadis lugu yang bahkan lipstick pun jarang memakainya.Kini yang ia lihat gadis mungil dengan wajah glowing bak artis dengan tatanan rambut yang menyempurnakan penampilannya. Gaun pesta berwarna merah menyala dengan sebelah bahunya terbuka, niscaya akan benar-benar membuatnya menjadi primadona dan pusat perhatian di pesta nanti.Sebenarnya Kirani sempat menolak gaun yang dipakainya kini karena sebelah bahunya harus terekspos. Gaunnya sendiri melintang menutup dadanya ke salah satu ketiak. Namun, Andrew berhasil meyakinkannya jika ia terlihat sangat cantik dan bersinar. Gaun itu khusus ia pesan hanya untuk Kirani pakai di hari bersejarahnya.Bahkan ukurannya sangat pas di tubuh mungil tetapi padat di daerah-daerah yang seharusnya.Memang benar, Kirani sendiri mengakui ia semakin terlihat cantik bak p
392Dewa menghentikan aksinya yang tengah mencumbui sang istri saat ponselnya terdengar meraung-raung. Ditariknya tubuh setelah beberapa saat saling pandang dengan wanita di bawahnya yang sudah sangat siap dengan posisinya.Kemudian diraihnya benda pipih di atas meja yang layarnya berkedip karena panggilan masuk. Kening Dewa berkerut saat mendapati nama Endang yang tertera di sana. Dilihat dengan seksama penunjuk waktu di sudut kiri layar pipih itu yang menunjukkan angka 20.30. Cukup malam, karena ia dan Amanda bahkan sudah siap untuk beraksi yang malam ini memilih ruang tamu sebagai pilihan agar tidak bosan.“Siapa?” tanya Amanda sembari ikut bangun dan duduk di samping Dewa. Wajahnya melongok kepo layar ponsel sang suami.“Bu Endang.” Dewa menjawab tanpa suara. Hanya gerak bibirnya yang dapat tertangkap mata Amanda. Setelahnya lelaki itu langsung mengangkat panggilan sebelum terputus.“Assalamualaikum, iya Bu ada apa?” Dewa langsung ke inti karena yakin ada hal penting yang ingin En
393Kaki Kirani mundur beberapa langkah. Dadanya sudah sangat ramai berbagai gemuruh yang tetiba hadir. Tadi ia memberanikan diri mengukiti Andrew menuju ruangan di mana teman-temannya berkumpul. Ia ingin mencari tahu karena hatinya mulai curiga. Kenapa pesta ulang tahun yang katanya mengundang banyak orang ini buktinya vila sepi-sepi saja sejak tadi.“Sabarlah dikit, harus memakai trik. Tidak bisa gegabah. Kita mau yang enak kan? Tidak mau dengan paksa, kan?”Kalimat itu terdengar samar di telinga Kirani. Kalimat yang diucapkan Andrew kepada teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi hati kecilnya berkata ada yabg tidak beres di sini.Kirani memutuskan kembali ke ruangan tadi sebelum Andrew menyadari jika dirinya membuntuti dan menguping. Bahkan tidak ada siapa pun yang bisa ia mintai penjelasan di sini. Otaknya berputar, ia harus mencari informasi. Apa benar di sini akan diadakan pesta ulang tahun. Ia teringat bapak tua yang tadi membukakan pintu. Ya, mungkin dari belia
394Kedua bola mata Kirani melebar sempurna saat menyadari sesuatu. Minuman dalam mulut tidak segera ia telan. Berjaga-jaga jika Andrew memasukkan sesuatu ke dalamnya. Namun, otaknya harus bekerja lebih keras. Bagaimana cara membatalkan menelan minuman itu agar Andrew tidak curiga?Beberapa saat ia menahan minuman di mulutnya, hingga saat tidak menemukan cara, akhirnya Kirani membungkukkan tubuh, lalu memuntahkan apa yang ada di dalam mulutnya ke ujung gaunnya hingga nodanya terlihat jelas di permukaaan gaun mahal itu.“Apa yang kamu lakukan, Kiran?” Pekikan Andrew yang sangat dramatis membuat Kirani yakin jika kecurigaannya benar laki-laki itu memasukkan sesuatu ke dalam minumannya.“Lihat, gaunmu jadi basah. Dan aku yakin jika nodanya tidak akan hilang,” lanjut sang pemuda setelah Kirani kembali menegakkan tubuh.Kirani mengusap sudut bibirnya dengan tisu yang dibawanya dari rumah. Kepalanya menggeleng lemah.“Kau tahu berapa harga gaun itu?” Andrew masih mengejarnya dengan semburat
395Dengan perasaan yang tidak dapat digambarkan, Dewa terus menghubungi banyak nomor selama dalam perjalanan. Ia yakin jika telah ada kejahatan terencana di sini. Karena setelah mengecek lokasi rumah Andrew yang tidak asing bagi warga kota itu, tidak terlihat ada acara. Pun saat mereka bertanya ke petugas keamanan yang berjaga di depan, mereka mengatakan tidak ada acara pun di ruumah itu. Menurut informasi dari mereka juga Andrew tidak di rumah sejak pagi.Dewa semakin yakin jika Kirani berada dalam bahaya. Ia dan orang-orang yang menemaninya harus bergerak cepat menuju lokasi di mana keberadaan ponsel gadis itu bisa dilacak saat terakhir mereka berkomunikasi. Walaupun tidak sempat berkata apa pun, tetapi Kirani sempat menghubungi nomor Endang yang kini mereka bawa.Dewa meminta kenalannya di pihak kepolisian agar menurunkan pasukan yang berkompeten untuk menyusulnya menangani kasus ini. Ia bahkan menghubungi temannya yang bekerja di sebuah media untuk ikut serta ke lokasi agar merek
396Dewa langsung berlari masuk ke halaman setelah bapak penjaga villa berhasil membuka pintu pagar. Suara sirine polisi sudah terdengar dari jauh. Dewa memang meminta polisi yang menyusul mereka menyalakan sirine. Sementara seorang teman yang pekerjaannya mencari berita, sudah tiba tak lama sejak Dewa dan rombogannya sampai di sana.Kameranya langsung on bahkan sebelum penjaga vila yang terlihat sangat ketakutan membuka pintu pagar. Ia dan juru kameranya ikut berlari mengekori Dewa menuju pintu utama.Suasana mencekam tetiba terasa di sekitar halaman vila besar itu. Bukan karena teriakan Dewa yang seolah berlomba dengan raungan sirine mobil polisi yang semakin mendekat. Namun, suara-suara gaduh dari dalam vila yang semakin lama kian terdengar jelas.Beberapa pemuda berlarian saling mendahului dan bahkan saling bertubrukan satu sama lain mencari pintu, jendela atau apa pun yang bisa mereka jadikan jalan untuk keluar dari sana dan melarikan diri. Rupanya mereka sudah menyadari jika tem
397Hiruk pikuk bangunan berlantai lima yang terletak di jantung kota seolah tidak pernah libur sepanjang hari. Antrian panjang dan kumpulan manusia terlihat di banyak sudut bangunan bercat serba putih itu. Lalu-lalang para petugas berseragam serupa dengan kesibukan masing-masing terlihar di hampir seluruh lantai. Bau obat-oabatan dan alkohol yang khas tercium dari banyak titik.Rumah sakit ternama kebanggan penduduk kota itu seolah tidak pernah libur dari kesibukan para penghuninya. Baik mereka yang datang untuk meminta pertolongan pengobatan atau para petugas medis yang selalu bersiaga dua puluh empat jam.Di salah satu ruangan rawat yang kini dijejali empat wanita dengan salah satunya pasien yang berbaring lemah, dipenuhi kesedihan yang sangat kental.Air mata tak henti-hentinya tumpah baik dari pasien maupun penunggunya. Kesuraman seolah menyelimuti hidup mereka saat ini dan juga ke depaannya.“Maafin Kiran, Bu.” Suara serak terdengar di antara isak tangis. Sangat lirih hampir tak
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan