BUAT KAK IT IS ME, SILAKAN KONFIRMASI WA 087828120187 UNTUK PENGIRIMAN PULSA
312Lelaki di atas ranjang pasien meneguk ludah dengan susah payah. Tubuhnya tak ayal menegang. Jantungnya terasa berhenti berdetak. Terlebih saat sosok yang membuka pintu mendekat. Tatapan dingin sosok itu membuat rasa bersalah dan takut bergumul dalam dadanya.Hisam menahan kedip hingga sosok yang memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana itu semakin mendekat dan akhirnya berhenti tepat di sisi ranjang.“Aku pikir anda bisa tidur nyenyak malam ini,” ujar seseorang yang tidak lain Dewangga. Kebencian tak dapat disembunyikan dari pancaran matanya.“Baguslah, jika ada yang tidak dapat memejamkan mata, itu memang seharusnya anda, Pak Raditya Hisam,” lanjutnya. Suaranya sangat dalam. Menggambarkan jika luka hatinya sangat menganga.“Dewa.” Hisam bergumam hampir tak terdengar. Suaranya tercekat di kerongkongan. Jauh dilubuk hati, ia ingin memeluk pemuda yang di tubuhnya mengalir darahnya. Jauh di kedalaman hatinya, ia sangat bangga melihat Dewa saat ini. Pemuda itu tumbuh menjadi lelak
313 “Sudahlah Kiran, Bu, biarkan saja dia pergi. Kita lihat, apa yang akan dia lakukan untuk menebus kesalahannya.” Dewa menghibur Kirani dan Endang yang shock saat mendengar Anggara kabur dari rumah sakit. Walaupun seberapa marah mereka terhadap pria tersebut, tetapi tidak mengharapkan hal ini terjadi. “Manusia seperti dia memang pantas sendiri. Tidak memiliki siap pun. Itu hukuman yang paling pantas untuknya,” lanjut Dewa tanpa memberi tahu jika ia baru saja dari sana. Endang menarik napas panjang. Kemarin ia mengatakan akan melaporkan suaminya itu ke polisi atas kejahatan di masa lalunya, tapi tentu saja itu hanya gertakan. Karena ia tidak akan tega memenjarakan ayah dari dua putrinya itu. Kini Hisam pergi dari rumah sakit. Apa itu karena ancaman itu? Dewa tidak mengatakan jika ia pergi ke rumah sakit dini hari tadi kepada siapa pun. Semua memang tidak direncanakan. Ia yang tidak dapat memejamkan matanya sama sekali, akhirnya memutuskan menemui pria itu dan sengaja menghukumnya
314Kirani mematung. Pun dengan Endang dan Dewa. Mereka tidak menyangka jika Hisam sudah mendahului pulang ke sana.Kirani menatap kedua gadis muda yang duduk tegang. Suasana rumah terasa gerah. Kinanti dan Kasih hanya melirik sebentar orang-orang yang baru datang, sebelum kembali menunduk. Seolah kedatangan kakak dan ibu mereka tidak lagi ditunggu. Tidak lagi penting.Entah apa yang sudah dikatakan Hisam kepada kedua gadis muda. Yang pasti keduanya hanya diam dengan sisa-sisa air mata masih menggenangi pelupuk mata mereka.Kirani berjalan pelan mendekati kedua adiknya setelah menaruh barang-barang yang dibawanya. Barang-barang yang sepertinya tidak penting lagi.“Dek, kalian tidak apa-apa?” tanya Kirani dengan melewati tubuh Hisam yang tidak diliriknya sama sekali. Gadis itu langsung membungkuk dan memeluk kedua adiknya bersamaan.Awalnya tidak ada balasan apa pun. Kedua gadis muda hanya diam membeku dalam dekapan Kirani. Namun lama-kelamaan keduanya balas memeluk sang kakak erat, de
315“Kakak mau pulang?” tanya pemuda yang baru saja mematikan sambungan telepon. Ditatapnya seksama gadis yang memiliki garis wajah sangat mirip dengannya.“Mama bilang Bang Dewa menikah minggu depan. Dan aku harus pulang. Kalau Kakak tidak bisa ikut juga tidak apa-apa. Hanya saja mungkin harus sendirian di sini,” lanjut pemuda lagi.Tidak ada jawaban dari gadis di depannya. Ia hanya diam menatap keluar jendela. Pandangannya kosong.Pemuda yang tidak lain Malvino bangkit. Ia baru saja bicara dengan sang ibu yang memberi tahu jika kakak mereka akan segera menikah. Tentu saja ia harus pulang.Malvino berjalan menghampiri sang kakak, kemudian tangannya terulur menyentuh pundak wanita yang masih menatap kosong.“Kalau kakak tidak mau pulang juga tidak apa-apa. Aku lihat Kakak sudah lebih baik sekarang. Dan Dae Hyun—” Malvino tidak melanjutkan kalimatnya karena sang kakak yang sejak tadi terus menatap keluar jendela kini menoleh. Matanya yang bulat besar bertambah lebar.Malvino tersenyum
316 “Apa kita tidak terlalu kejam sama ayah, Bang?” tanya Kirani saat mereka tengah makan siang. Mereka sudah kembali menjalani rutinitas sehari-hari seperti biasa. Berjibaku dengan pekerjaan kantor sembari menyiapkan pesta pernikahan yang tidak terlalu mewah. Dewa yang ingin menyuapkan makanan, urung. Sendok yang sudah diangkatnya hanya mengggantung di udara sebelum akhirnya kembali diletakkan di atas piring. Satu helaan napas kasar keluar dari mulutnya. Ia bukan tidak tahu jika Kirani terlihat sangat murung sejak kepergian Hisam. Seharusnya, calon pengantin itu terlihat bersemangat dan bahagia menyongsong hari pernikahan mereka. Namun, yang terjadi dengan mereka memang ajaib. Mereka mengetahui rahasia besar menjelang hari bahagia itu. Rahasia yang tentu saja menyedot banyak fokus mereka dan membuat dunia terasa dijungkirbalikkan. Bagaimana tidak? Pria yang begitu disayangi Kirani yang seharusnya menjadi ayah mertua Dewa, ternyata malah ayah kandung Dewa dan orang yang telah mem
317“Abang, ayah mau bertemu.”Dewa memejam. Kalimat kirani sesaat setelah keluar dari rutan tadi membuatnya tertegun. Hisam ingin bertemu dengannya katanya. Dan ia tentu saja menolak.Apa lagi yang ingin orang tua itu bicarakan? Rasanya tidak ada lagi.Ingin ucapan terima kasih karena sudah memberinya warisan? Bukakah ia tidak pernah meminta? Mungkin juga itu harta sang ibu yang sudah seharusnya menjadi haknya.Dewa menarik napas panjang. Pandangannya lurus ke langait-langit kamar. Pemuda itu tengah berbaring di kamarnya. Lelah jiwa raga membuatnya ingin langsung berbaring selepas pulang dari rumah keluarga Kirani.Lelah juga sebenarnya harus bolak-balik ke sana ke mari, tetapi tidak mungkin menginap di rumah Kirani. Selain tidak ada kamar kosong lagi, rasanya tidak pantas menginap sebelum ada ikatan yang sah.Rencananya setelah menikah nanti, Dewa akan membeli rumah yang besar. Ia akan memboyong Kirani dan seluruh keluarganya ke rumah itu agar mereka nyaman dan lebih mudah memperhat
318“Jangan bercanda, Pa. Nggak lucu.” Amanda memundurkan tubuhnya seraya melepaskan tangan sang ayah. Bibirnya tersenyum geli.Sultan menggeleng. “Papa tidak bercanda, sayang. Itulah adanya, kalian tidak bersaudara. Oh, maafkan Papa, Manda.” Sultan menengadah sebentar sebelum kembali menatap sang anak. Raut penyesalan mulai nyata di sana.Giliran Amanda yang menggeleng. Kemudian mengedarkan pandangan antara kedua orang tuanya, juga Malvino yang sama penasaran.“Vin, coba katakan jika aku salah mendengar. Aku rasa perlu ke dokter THT.” Amanda menghadap sang adik yang sama-sama tidak percaya. Hanya saja Malvino lebih realistis, ia tentu saja menuntut penjelasan.“Apa yang Papa katakan? Bang Dewa bukan kakak kandung kami?”Sultan berganti menatap anak bungsunya. Kepala sang pria menggeleng. Rasa bersalah semakin besar.“Maafkan Papa yang harus menyimpan rahasia ini dari kalian semua, Nak. Papa terpaksa melakukannya agar Dewa mendapatkan sama seperti kalian. Papa dan Mama sudah menyayang
319Dewa mematung di tempatnya. Kedua kakinya seolah menancap di bumi. Tubuhnya kaku, semua gerakkannya terhenti. Bahkan detak jantung dan dan denyut nadinya terasa terjeda. Bagaimana tidak? Di hadapannya kini berdiri sesosok yang ia bahkan tidak yakin apa akan bisa menemuinya lagi.Namun, sosok itu kini benar-benar berdiri di sini. Di dalam ruangan kerjanya.Tadi, saat sekretarisnya melaporkan ada tamu yang ingin menemuinya tanpa janji, tidak pernah terpikir jika itu adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Seseorang yang selama hidup begitu dekat. Bahkan kedekatan mereka dianggap melampaui batas. Hingga akhirnya ia harus mengalah. Menepi dan menghilang agar mereka tak melanjutkan hubungan terlarang.Siapa sangka kini sosok itu ada di hadapan tanpa kabar berita apa pun. Bahkan dalam mimpi pun Dewa tidak berani berharap jika siang ini akan didatangi Amanda di kantornya.Dewa masih mematung di tempatnya. Bagai terkena hipnotis, ia diam saja tanpa tahu harus berlaku apa. Hin
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan