teman2, baca juga yuk cerita terbaruku berjudul MAMA, AWAS JATUH CINTA! sudah bab 25. yang sudah baca terima kasih banyak
317“Abang, ayah mau bertemu.”Dewa memejam. Kalimat kirani sesaat setelah keluar dari rutan tadi membuatnya tertegun. Hisam ingin bertemu dengannya katanya. Dan ia tentu saja menolak.Apa lagi yang ingin orang tua itu bicarakan? Rasanya tidak ada lagi.Ingin ucapan terima kasih karena sudah memberinya warisan? Bukakah ia tidak pernah meminta? Mungkin juga itu harta sang ibu yang sudah seharusnya menjadi haknya.Dewa menarik napas panjang. Pandangannya lurus ke langait-langit kamar. Pemuda itu tengah berbaring di kamarnya. Lelah jiwa raga membuatnya ingin langsung berbaring selepas pulang dari rumah keluarga Kirani.Lelah juga sebenarnya harus bolak-balik ke sana ke mari, tetapi tidak mungkin menginap di rumah Kirani. Selain tidak ada kamar kosong lagi, rasanya tidak pantas menginap sebelum ada ikatan yang sah.Rencananya setelah menikah nanti, Dewa akan membeli rumah yang besar. Ia akan memboyong Kirani dan seluruh keluarganya ke rumah itu agar mereka nyaman dan lebih mudah memperhat
318“Jangan bercanda, Pa. Nggak lucu.” Amanda memundurkan tubuhnya seraya melepaskan tangan sang ayah. Bibirnya tersenyum geli.Sultan menggeleng. “Papa tidak bercanda, sayang. Itulah adanya, kalian tidak bersaudara. Oh, maafkan Papa, Manda.” Sultan menengadah sebentar sebelum kembali menatap sang anak. Raut penyesalan mulai nyata di sana.Giliran Amanda yang menggeleng. Kemudian mengedarkan pandangan antara kedua orang tuanya, juga Malvino yang sama penasaran.“Vin, coba katakan jika aku salah mendengar. Aku rasa perlu ke dokter THT.” Amanda menghadap sang adik yang sama-sama tidak percaya. Hanya saja Malvino lebih realistis, ia tentu saja menuntut penjelasan.“Apa yang Papa katakan? Bang Dewa bukan kakak kandung kami?”Sultan berganti menatap anak bungsunya. Kepala sang pria menggeleng. Rasa bersalah semakin besar.“Maafkan Papa yang harus menyimpan rahasia ini dari kalian semua, Nak. Papa terpaksa melakukannya agar Dewa mendapatkan sama seperti kalian. Papa dan Mama sudah menyayang
319Dewa mematung di tempatnya. Kedua kakinya seolah menancap di bumi. Tubuhnya kaku, semua gerakkannya terhenti. Bahkan detak jantung dan dan denyut nadinya terasa terjeda. Bagaimana tidak? Di hadapannya kini berdiri sesosok yang ia bahkan tidak yakin apa akan bisa menemuinya lagi.Namun, sosok itu kini benar-benar berdiri di sini. Di dalam ruangan kerjanya.Tadi, saat sekretarisnya melaporkan ada tamu yang ingin menemuinya tanpa janji, tidak pernah terpikir jika itu adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Seseorang yang selama hidup begitu dekat. Bahkan kedekatan mereka dianggap melampaui batas. Hingga akhirnya ia harus mengalah. Menepi dan menghilang agar mereka tak melanjutkan hubungan terlarang.Siapa sangka kini sosok itu ada di hadapan tanpa kabar berita apa pun. Bahkan dalam mimpi pun Dewa tidak berani berharap jika siang ini akan didatangi Amanda di kantornya.Dewa masih mematung di tempatnya. Bagai terkena hipnotis, ia diam saja tanpa tahu harus berlaku apa. Hin
320“Nai.” Suara Dewa bergetar. Matanya terasa panas dan sudah diliputi embun tebal. Kepalanya menggeleng kuat. Entah kenapa kalimat yang keluar dari mulut Amanda membuat dadanya begitu sesak. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya kelu. Bahkan tangannya sangat berat untuk sekadar meraih tangan Amanda.Amanda mencoba menarik napas dalam. Dadanya tak kalah sesak. Namun, ia harus mengatakan ini. Semua sudah terlanjur terjadi. Pernikahan Dewa tinggal selangkah lagi. Dan mereka mengetahui rahasia di saat semua sudah terlambat.Itu artinya mereka memang tidak berjodoh. Karena jika berjodoh, pastilah sudah dibukakan jalannya sejak awal. Semua sudah Amanda pilirkan secara matang semalam. Ia tidak mau menghancurkan semuanya. Cukup dirinya sendiri yang hancur. Tidak dengan yang lainnya.“Bi-sa kan, Bang?” tanya Amanda lagi dengan suara serak dan terbata. Tidak ada kesakitan lebih dalam selain kasih yang tidak dapat bermuara. Sekuat tenaga ditahannya tangis agar tidak meledak.“Nai.” Lagi, hanya kat
321Dewa menutup pintu ruangannya, kemudian berjalan gontai menuju pantry. Namun, sebelumnya sempat menatap beberapa saat pintu itu di mana di dalamnya tengah bicara dua wanita yang membuatnya berada di persimpangan hati.Apa yang ingin mereka bicarakan? Ia ingin tetap di sana mendengarkan, tetapi Amanda meminta hanya bicara berdua saja dengan Kirani.Dengan perasaan luar biasa kacau, Dewa berjalan menuju ruangan yang diharapkan sepi di jam ini. Pikirannya terus saja berkecamuk. Batinnya berperang melawan logika. Ia dihadapkan pada dua pilihan yang sebenarnya tidak harus dipilih karena toh Amanda sudah merelakan ia menikah dengan Kirani.Tidak ada yang harus berubah sebenarnya. Dewa tetap bisa melanjutkan hidupnya dengan berbagai rencana yang sudah disusun demikian rapi. Yaitu membahagiakan Kirani dan keluarganya yang belakangan diketahui adalah keluarganya juga. Tidak ada yang mesti berubah, ia tetap harus menjadi penanggung jawab keluaraga itu karena sudah membuat kepala keluarga me
322“Kakak yakin?” Malvino bertanya lagi entah untuk ke berapa kalinya. Ia sangat mengerti perasaan kedua kakaknya saat ini. Keduanya memiliki rasa yang sama. Sama-sama saling mencintai. Sama-sama menyimpan rasa itu dan pernah berusaha menguburnya dalam-dalam karena keadaan. Kini saat semuanya telah terbuka, keadaan pula yang membuat rasa itu kembali mereka kesampingkan.Mereka mencoba memakai logika. Tidak hanya mengedepankan cinta yang buta.Malvino salut sekaligus kasihan dengan kedua kakaknya yang tidak egois dan lebih memikirkan kebaikan semuanya daripada sekadar perasaan mereka sendiri.“Kakak yakin tidak ingin memperjuangkan cinta kalian?” Lagi, Vino bertanya untuk meyakinkan agar Amanda tidak menyesal nantinya.“Sepertinya kalaupun Kakak memutuskan memperjuangkan cinta kalian, Bang Dewa akan menyambutnya. Karena aku yakin ia sama seperti Kakak, berharap cinta kalian bersatu. Tidak akan sulit bagi kalian bersatu. Hanya saja mungkin kalian harus menebalkan telinga dan menguatkan
323Sultan mengusap pipinya sendiri saat satu persatu titik-titik air itu akhirnya jatuh. Jangan tanya bagaimana sakitnya melepas anak perempuan kesayangan pergi dengan membawa luka. Bahkan hingga detik keberangkatannya, Amanda tidak bicara apa pun dengannya.Padahal Sultan ingin sang anak memarahinya saja, atau setidaknya meluapkan kekecewaan padanya. Sultan bahkan rela jika Amanda memakinya di depan umum, asalkan setelahnya hati sang anak lega. Sayangnya, bahkan hingga kepergiaannya, Amanda betah menutup mulut. Menyembunyikan rasa sakitnya dalam sikap pura-pura tegar yang justru semakin menyakiti hati Sultan.Sultan memeluk lama tubuh sang anak yang semakin kurus. Tubuh yang diam saja tanpa memberikan reaksi apa pun terhadap pelukannya. Bahkan tangis penyesalan Sultan tidak sedikit pun membuat Amanda terpengaruh. Gadis itu tetap saja memasang wajah lempeng tanpa ekspresi. Hanya saat sang ibu dan Malvino yang memeluk dan menasihati agar menjaga kesehatan dan terus sabar menata hati,
324“Dala?” Hisam bergumam dengan tatapan tak percaya tersirat jelas. Namun, tak lama wajahnya kembali tenang. Pria tersebut memperbaiki posisi duduknya.Tak dapat dipercaya jika teman masa kecil dan juga saudara angkatnya itu mendatanginya hanya untuk menangis dan mencurahkan hati. Sesuatu yang tidak pernah terbayang sama sekali. Namun, inilah dunia. Segala hal yang tidak mungkin bisa saja terjadi.“Mau mendengar ceritaku?” tanya Hisam setelah melihat Sultan lebih tenang.Sultan menatap Hisam setelah mengusap sudut matanya.“Sejak kecil aku hidup di bawah bayang-bayang seseorang. Aku seperti bayangan yang terus membersaminya seolah tidak memiliki kehidupan sendiri. Aku mendapat pakaian bekas darinya karena walaupun lebih tua, tubuhku lebih kecil darinya. Aku sering mendapat uang jajan darinya karena hanya anak sopir yang hidup pas-pasan. Sementara ia hidup bergelimang kemewahan. Terkadang aku ikut makan makanan enak jika ia sudah kenyang dan makanannya tersisa. Atau ia sengaja membel
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan