325“Papa sendiri?” tanya Dewa begitu tiba di hadapan pria berwajah kusut yang duduk di meja pojok.“Duduklah, De!” perintah sang pria tanpa menjawab pertanyaan Dewa. Wajah kusutnya menyiratkan jika yang ingin dibicarakannya adalah hal penting.Dewa menurut. Duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan sang ayah angkat.“Bagaimana persiapan pernikahanmu dengan Kirani?” tanya sang pria lagi menatap serius.Dewa mengendikkan kedua bahunya. “Sudah sembilan puluh lima persen, Pa. Hari ini kami terakhir ngantor. Besok sudah cuti.”Pria tersebut terlihat menahan napas mendengar jawaban Dewa. Menunduk sebentar sebelum kemudian mengembus napas yang terdengar sangat berat.“Apa kamu mencintai Kirani, De?” tanyanya lagi.Dewa memiringkan kepala. Keningnya berlipat. Apa sebenarnya yang ingin dibicarakan Sultan. Tisak mungkin mengajak bicara berdua hanya untuk menanyakan perasaannya terhadap Kirani. Sudah sejauh ini melangkah, dan Sultan baru menanyakan perasaannya?Lusa hari pernikahannya dengan
326Dewa memamerkan senyum begitu turun dari mobil dan dua gadis muda menyambutnya. Keduanya langsung menyambut Dewa dan memeluknya di kedua sisi. Satu kecupan Dewa daratkan di puncak kepala masing-masing gadis itu. Sungguh Dewa menyayangi mereka, bahkan sebelum tahu jika keduanya adalah adik satu ayah.Keduanya melepas pelukan saat Kirani dan Endang keluar rumah. Mereka memberikan ruang untuk Dewa menemui calon istrinya. Pemuda tersebut berjalan menghampir dua wanita lainnya di ambang pintu. Menyalami Endang dengan mencium punggung tangannya takzim. Terakhir mendaratkan kecupan di kening Kirani.Setelahnya mereka berjalan menuju mobil yang meluncur menuju sebuh butik ternama di kota itu.“Bang De, kenapa lama?” tanya Kasih yang tidak sabar ingin segera mencoba kebaya seragam untuk keluarga mereka.Dewa melirik sebentar ke belakang di mana kedua adiknya dan Endang duduk berjajar.“Maaf ya, tadi Abang ada urusan sebentar.” Dewa menjawab dengan seulas senyum tersungging dari bibirnya. T
327Dewa menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Berat rasa menginjakkan kaki di sini. Namun, harus ia lakukan karena sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk memenuhi apa pun keinginan Kirani. Apa pun itu selagi ia mampu walaupun tidak suka melakukannya.Entahlah rasa sayang yang tumbuh untuk gadis itu semakin kuat. Sama kuat seperti kepada Kinanti dan Kasih. Ia akan lakukan apa pun yang mereka pinta. Berharap itu bisa menebus dosa kepada mereka karena sudah menjauhkan pria dalam hidup mereka.Dewa perlahan masuk menuju bangunan rutan. Pengacara keluarganya sudah mengajukan permintaan keringanan untuk Hisam agar bisa keluar menghadiri akad nikah besok. Namun, sebelumnya ia ingin menemui pria tersebut seorang diri. Tanpa Kirani.Ternyata begitu berat melawan rasa itu hingga akhirnya kini berdiri di depan pria itu. Pria yang menjadi jalan hadirnya ia ke dunia, tetapi juga dengan gamlang mengaku telah merencanakan pembunuhan atas dirinya dan sang ibu hingga ia harus terpisah de
328Hari itu akhirnya tiba juga. Hari di mana Dewa akan melepas masa lajangnya. Hari paling bersejarah dalam hidupnya di mana setelah ini ia bukan lagi pemuda lajang. Mulai hari ini, selepas mengucap ijab qabul pernikahan, hidupnya tidak akan sama lagi. Ia akan menjadi seorang suami yang bertanggung jawab penuh atas seorang wanita. Ia akan menjadi milik Kirani seutuhnya.Semalam ia sulit memejamkan mata. Walaupun keputusan dan rencana itu sudah disusun sangat matang, tetapi tak ayal kegamangan selalu menyelinap. Ia takut tidak bisa menjalankan kewajiban dengan sepenuh hati, takut tidak bisa mencintai dan membahagiakan Kirani dan keluarganya seperti yang seharusnya.Selain pernikahan ini, sikapnya kepada Hisam juga menjadi salah satu faktor yang membuatnya sulit tidur.Masih terbayang bagaimana Hisam memeluknya. Menumpahkan tangis di pundaknya hingga kemejanya basah kuyup karena air yang terus bercucuran dari mata pria tersebut. Hisam memeluknya erat seolah tidak mau melepaskannya lagi
329 Semua mata memandang dengan heran. Mereka bahkan nyaris tak berkedip. Kerutan tercipta di kening nyaris semua orang. Dewa bangkit dari duduknya dengan gerakkan sangat perlahan. Ia bahkan menahan napasnya juga dengan mata nyaris tak berkedip. “Kiran,” gumamnya pelan dengan bibir bergetar. Pun dengan keluarga inti. Sultan, Viola, Malvino dan juga Endang, melakukan hal sama. Mereka berdiri dengan pandangan fokus kepada seseorang yang kini berjalan pelan mendekati mereka. Sementara seseorang yang menjadi pusat perhatian, berjalan dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Senyum tipis menemani langkahnya hingga tiba di hadapan Dewa. Kini keduanya berhadapan dengan jarak yag tidak terlalu jauh. Suasana senyap. Bahkan semua orang menahan napas seolah takut melewatkan momen yang akan terjadi selanjutnya. Mata Dewa perih saking lama ia menahan kedip hanya karena rasa heran yang membumbung tinggi. Bagaimana tidak? Kirani keluar dengan santainya dengan hanya memakai pakaian sehari-ha
330 “Abang tidak tahu apa yang terjadi denganmu, Kiran. Tapi Abang tidak suka ini, ayo kita lanjutkan pernikahan ini. Kita sudah melangkah sejauh ini, jangan hancurkan semuanya. Ayahmu tidak bisa lama di sini, ayo cepat berdandan.” Dewa menarik tangan Kirani agar menjauh dari sana. Suara kasak-kusuk kini mulai terdengar, bak suara ribuan lebah yang bergulung. Tidak ada yang tidak mengomentari perbuatan Kirani. Tidak ada yang tidak mengomentari kejadian ini. Dewa berusaha membawa Kirani ke ruang make up lagi tetapi gadis itu menolak dengan keras, hingga Endang yang sejak tadi diam terpaku di tempatnya, maju. Wanita paruh baya itu tidak tahan melihat perbutan sang anak. “Kiran, jangan membuat malu kami semua. Apa yang terjadi denganmu, Nak? Berpikirlah ulang, kita sudah melangkah sejauh ini, benar kata Nak Dewa, jangan hancurkan semua, terutama masa depanmu.” Endang berusaha membujuk Kirani dengan lembut. Wajahnya yang malu sudah memerah. Entah akan ditaruh di mana setelah kejadian i
331“Kalau ada apa-apa, Abang di sebelah, ya.”Kirani mengangguk seraya memaksakan senyum. Kemudian menutup pintu kamar hotel setelah Dewa menghilang dari pandangan. Bersandar di baliknya sebentar seraya memejamkan mata, kemudian menghampiri kedua gadis muda dan wanita paruh baya yang tengah mengagumi ruangan itu.Bersamaan dengan persiapkan acara pernikahan itu, Dewa juga sudah menyiapkan sebuah kamar hotel untuknya dan Kirani berbulan madu agar lebih sempurna. Juga kamar lainnya yang ia persiapkan untuk Endang dan kedua anak gadisnya.Kini, saat pernikahan ini batal, ia tetap menggunakan fasilitas itu karena sayang semua sudah dibayar lunas saat booking. Mereka tetap menggunakan kamar hotel yang yang jika menyibak tirai jendelanya, maka akan langsung terlihat pemandangan pantai dan laut yang eksotik. Bedanya, mereka tidur di kamar terpisah. Kirani dan keluarganya di kamar yang semula akan digunakan sebagai kamar pengantin. Sementara Dewa di kamar lainnya.Miris memang, malam yang se
332“Mak-sud kamu apa, De?” Sultan bertanya gagap dengan wajah memucat. Tatapannya menyiratkan jika ia tidak nyaman denga pertanyaan Dewa.Dewa mengeluarkan amplop yang kemudian menggesernya di atas meja, meminta Sultan untuk membukanya dengan isyarat mata. Lelaki paruh baya meraih amplop yang disodorkan Dewa walaupun dengan kening berkerut.Setelah dibuka, tampaklah apa yang di berada dalam amplop tersebut. Beberapa lembar foto di mana ia dan Kirani tengah duduk berhadapan di sebuah tempat. Berdua saja tanpa siapa pun yang menyertai. Foto-foto diambil dari beberapa angle berbeda. Namun kesemuanya jelas menunjukkan jika mereka tengah bicara serius.Sultan mendongak setelah membuka foto satu per satu.“Papa tidak mengerti, De,” Sultan bicara lagi setelah meletakkan foto itu kembali ke meja.Dewa tersenyum sinis seraya mendengkus.“Kenapa, Pa. Kenapa lakukan ini padaku? Bukankah aku sudah meminta Papa agar tidak melakukan sesuatu yang akan membuatku membenci Papa? Tolonglah, Pa, aku men
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan