108Suara tepuk tangan menggema memenuhi ruangan yang kini terang. Seseorang menyalakan lampu. Yuni yang terlihat semakin tua, bertepuk tangan dengan seringaian di bibirnya. “Oh, pantas saja kita kesulitan mencarinya. Ternyata dia sudah bisa bertransformasi menjadi wanita langsing dan cantik!” Yuni meraih daguku, lalu memindai wajah ini dengan beberapa kali di balik ke kanan dan kiri. “Sepertinya, kalau dijual akan laku dengan harga tinggi!”Mataku membola. Apa maksudnya dijual? “Dulu saja masih gendut dan jelek laku buat bayar utang, apalagi sekarang sudah cantik dan langsing. Kalian belum apa-apakan dia, kan?” Yuni beralih ke arah dua pria bertato di belakangku. “Kalau kalian sudah macam-macam sama dia, sini bayar! Sayang digratiskan kalau sudah bening begini! Dan kalian harus membayar mahal!”Aku menatap Yuni penuh kebencian. Bagaimana ada seorang ibu yang sanggup berkata seperti itu? Bukankah ia pun punya anak perempuan? Tidak pernahkah ia memosisikan bila Feli yang berada di
109Aku tidak tahu ke mana mereka membawaku, karena mata dan mulut ini ditutup. Sementara tangan yang diikat di depan, terus dipegangi kedua preman yang tidak berkutik di depan Yuni. Hanya kaki ini yang dibebaskan untuk berjalan. Yuni benar-benar tidak punya hati, bahkan sejak tadi ia terus bicara di telepon mencari laki-laki yang mau membayarku mahal. Ia melelangku dengan bayaran tertinggi. Seolah aku ini barang antik dengan nilai tinggi. Aku ingin menangis meraung-raung, tetapi percuma, air mataku tidak mempan di depan Yuni. Aku hanya bisa mengikuti langkah mereka dengan kaki diseret, karena tidak dapat melihat apa pun. Sepertinya mereka membawaku dengan mobil yang lagi-lagi entah ke mana. Hingga turun dari mobil, dan akhirnya tiba di sebuah ruangan, barulah mereka melepaskan tutup mata ini. Aku mengerjap berkali-kali agar pandangan menjadi jelas. Dipan berukuran sedang dengan seprei putih membungkus kasur menjadi pemandangan pertama yang kulihat. Kemudian lemari kayu yang juga b
110Aku menangis meraung-raung, tetapi itu tidak sedikit pun membuat Yuni mengasihaniku. Ia bahkan menyuruh dua preman itu untuk membekap lagi mulut ini agar tidak berisik katanya. Tangan diikat, mulut dibekap. Apa yang bisa kulakukan lagi selain menangis dalam hati? Tuhan, akan seperti apa nasibku ini? Kenapa nasib baik tak kunjung berpihak padaku? Aku memejam. Menangis dan berdoa, hanya itu yang bisa kulakukan dalam hati. Hingga mobil berhenti, aku baru membuka mata. Yuni gegas pindah ke sampingku, kemudian menyeka wajah yang berkeringat ini. “Diam! Aku harus mendandanimu agar nilai jualmu tinggi!” Ia menangkup rahangku dengan keras agar wajahku menengadah. Aku mencoba menggerakkan kepala ke kiri dan kanan dengan keras agar terlepas dari cengkeraman tangannya. “Hhmmm.” Aku menggeram marah. Namun, Yuni tak peduli, ia tetap mendandaniku. Si bajingan Reno membantu memegangi kepalaku. Hingga setelah mereka selesai mendandani dan merapikan rambut ini, Yuni menyuruh Reno melepaskan
111Pria paruh baya berperut buncit menatapku tanpa kedip. Aku bahkan menahan napas saat lidahnya bergerak melumat bibirnya sendiri. Tiba-tiba aku merasa berada di kandang harimau lapar yang siap memangsa. Aku bergerak ke samping saat pria itu maju. “Ternyata Yuni tidak menipuku. Kau sesuai seleraku!” Pria yang hanya memakai kimono tidur itu terus memindai diri ini dengan tatapannya yang menakutkan. Sepertinya, ia sudah sangat siap memangsaku. “Aku tidak rugi membayarmu dua ratus juta. Dari luar saja kau sudah terlihat sangat mulus. Tak terbayang bila sudah dibuka!”Mataku membola mendengar ucapan pria itu. Dua ratus juta? Yuni menjualku senilai itu? Aku memutar otak. Di antara ketakutan yang sudah meraja, aku harus tetap tenang dan mencari cara agar bisa terlepas dari pria hidung belang ini. Aku tidak sudi bila sesuatu yang kujaga selama ini harus direnggut paksa oleh pria yang sudah membayarku ini. Aku harus bisa kabur dari sini. Walaupun tidak tahu harus ke mana. “Jadi, bagai
112Terlepas dari mulut harimau masuk mulut buaya. Itulah diriku saat ini. Bagaimana tidak? Setelah bersusah payah bisa melepaskan diri dari pria hidung belang yang sudah membayarku itu, kini harus tertangkap Pak Alvin yang wajahnya sama menakutkan. Sepertinya, amarah sedang menguasainya. “Apa kau ingin membunuh ibuku?” tanyanya dengan suara sarat emosi, saat mobilnya sudah melesat di jalanan. Meninggalkan villa laknat dan orang-orang yang mengejarku itu. “Bunda kalang kabut mencarimu ke sana ke mari! Apa kau tidak memikirkan perasaannya? Sekarang bahkan tidur di klinik karena hipertensinya kambuh!”Aku menoleh kasar ke arah lelaki yang sebenarnya sudah sangat menjijikkan di mataku. Setelah apa yang terjadi padaku hari ini, ia malah menyalahkanku karena ibunya sakit? “Aku bahkan hampir mati hari ini! Tapi kau menyalahkanku karena ibumu sakit? Asal kau tahu, jika hari ini aku dijual ibu tiriku! Aku hampir kehilangan kehormatan dan nyawaku, tapi kau memarahiku seakan yang terjadi d
113Aku terus menjerit-jerit karena Alvin mengemudikan mobil seperti kesetanan. Jalanan yang berkelok-kelok dan menurun membuatku seperti naik roll coaster di wahana bermain. Aku memejam untuk menghindari kengerian, tetapi jalur yang memang curam membuat tubuhku terasa dilempar ke sana ke mari. “Alvin, apa kau ingin mati? Kurangi kecepatan! Ini jalur curam!” Aku menegur lelaki itu di tengah kengerian ini. Alvin tidak menghiraukanku. Ia terus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga di satu titik mobil yang kami tumpangi hampir menabrak pembatas jalan. Alvin menginjak rem hingga mobil berhenti tepat sedetik lagi body depannya mencium pembatas jalan yang di seberangnya terdapat jurang menganga. Kami sama-sama tersentak. Membeku dengan pandangan menatap kaget ke depan sana. Dada kami sama-sama bergerak cepat saking kaget. Nyaris saja mobil yang kami tumpangi terjun bebas ke dalam jurang sana.Kami masih sama-sama terpaku, hingga tiba-tiba Alvin berbalik menghadapku. Kemudian
114Sontak kejadian itu mengejutkanku, Alvin dan Vino. Kulihat Alvin segera menghampiri ibunya yang tidak sadarkan diri. Sementara aku masih terpaku di tempatku berada saat ini. Aku masih belum bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Namun, dapat kuambil kesimpulan jika Vino sudah mengatakan semuanya kepada bunda. Teriakan histeris Alvin menyadarkanku kemudian. “Bunda, bangun! Jangan menakuti Alvin seperti ini, Bun!” teriak Alvin seraya memeluk tubuh ibunya yang tidak sadarkan diri. Aku bisa merasakan kegundahan Alvin saat ini, karena aku juga merasakan hal sama. Aku mengkhawatirkan wanita yang begitu baik itu. Aku segera menyuruh Alvin untuk membawa ibunya ke rumah sakit. Karena akan sangat berbahaya jika sampai terlambat untuk ditangani. “Alvin! Apa kau hanya akan memeluk bunda seperti ini? Cepat bawa dia ke rumah sakit! Jangan membuang waktu seperti ini! Vino! Bantu Alvin membawa ibunya. Bagaimanapun keadaan ini terjadi karena ulahmu!” perintahku kepada dua pria yang
115Aku sama sekali tidak menyangka jika Alvin akan tetap dengan keputusannya. Padahal aku pikir semuanya akan berakhir sekarang. Namun, aku tidak mau menyerah. Aku tidak bisa menghancurkan hidupku begitu saja. Tak terbayang harus tetap menikah dengan laki-laki yang nyata-nyata memiliki kelainan. Mereka sudah hidup bersama dalam waktu lama. Bagaimana jika mereka mengidap penyakit kelamin? Atau lebih parah penyakit akut yang tidak bisa diobati? Bagaimana jika Alvin menulariku nantinya? Ya Tuhan, aku lebih memilih menjanda saja dari pada menderita. Sekali lagi, hidupku terlalu berharga, dan aku tidak akan menyia-nyiakannya. “Tidak, Alvin! Aku tetap tidak mau menikah denganmu! Aku akan menjadi orang paling bodoh jika tetap setuju. Jadi, lupakan saja idemu itu. Karena aku tidak akan pernah sudi menikah denganmu!”Aku berniat masuk ke ruangan bunda, tetapi Alvin lebih dulu menarik tangan ini. Dia dan manusia jadi-jadian itu memaksaku keluar dan membawaku kembali ke dalam mobil. Alvin m
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan