222Matahari belum berada di puncak siang ini, tetapi suhu di luar gedung berlantai lima yang menjadi kantor milik Alvin sudah sangat panas membara. Rasanya siapa pun tidak akan tahan jika berlama-lama berada di bawah teriknya langsung.Viola baru saja meletakkan ponselnya di meja dan kembali fokus dengan pekerjaan. Sayangnya, pembicaraannya dengan Anggi di telepon barusan lumayan mengganggunya.Anggi mengadu jika sikap Hisam selepas keluar dari penjara tak lagi sama padanya. Terlebih saat tahu jika dirinya menyiram air keras ke wajah Feli. Hisam yang terbukti tidak terlibat dalam kecelakaan yang terjadi dengan Sultan, karena ternyata bukan dirinya pengendara mobil yang ditumpangi Feli, sikapnya semakin dingin terhadap Anggi.Lelaki itu mengutuk perbuatan Anggi yang bar-bar. Ia juga marah karena sikap Anggi selalu mengadu ke Viola dan keluarga Sultan perihal pernikahan mereka.Anggi bersedih, bahkan ia melakukan perbuatan bar-bar itu karena ingin mempertahankan suami dan pernikahannya
223Viola menggeleng mengingat ucapan Rani yang tidak masuk akal. Sekretarisnya mengatakan jika mungkin Frans menyukainya.Benar-benar tidak masuk akal. Bagaimana mungkin orang yang baru dua kali ditemuinya bisa menyukainya? Lagipula, Frans itu pria matang dan mapan. Tidak mungkin pria sekelas dirinya masih melajang. Kalaupun menyukai seorang wanita, bisa dipastikan jika itu untuk menambah istri.Viola bergidik ngeri. Dalam kamusnya tidak ada kata merebut suami orang, atau menjadi istri kedua, ketiga, dan seterusnya. Ia hanya ingin menjadi satu-satunya, atau memilih sendiri saja.Jika Frans seorang single di usianya yang sudah sematang dan semapan ini, ia malah semakin takut. Takut kejadian Alvin terulang. Pria ganteng, matang, mapan belum menikah di usia yang bahkan sudah kepala empat, apa artinya jika bukan karena memiliki penyimpangan?Bukan berburuk sangka, Viola hanya trauma. Wanita itu semakin bergidik ngeri, sebelum membuang jauh-jauh pikiran buruknya.“Jangan mengada-ngada, Ra
224Viola mematung sempurna. Tidak menyangka jika kalimat itu akan meluncur dari mulut lelaki yang selama ini berkeras memaksanya untuk rujuk. Ditatapnya lama dan dalam lelaki yang tetap berwajah tenang dan damai walaupun baru saja mengucapkan kalimat perpisahan.Viola hampir tak percaya jika lelaki yang beberapa hari saja tak dijumpainya, kini sudah berubah banyak. Sikapnya sangat tenang, ia juga sudah merelakan jika perceraian mereka dilanjutkan.Viola menggigit bibir. Kemarin ia memang sudah yakin ingin bercerai dengan lelaki ini. Namun, kini setelah Sultan merelakan, kenapa dirinya yang gamang? Kenapa rasanya dirinya menjadi sangat tega? Meninggalkan suami yang tengah didera musibah. Kenapa pula ia jadi membandingkan dirinya dengan Cindy? Mantan tunangan Sultan yang pergi karena kelumpuhan lelaki itu.Viola mengerjap seraya menunduk setelah beberapa saat menatap seksama lelaki yang hanya tersenyum tipis.“Kak…,” panggilnya setelah beberapa lama.“Kakak tidak apa-apa?” Entah kenapa
225Ini adalah hari keberangkatan Sultan untuk operasi ke luar negeri, dan Viola belum bertemu lagi dengan lelaki itu setelah pertemuan tempo hari. Selain karena kesibukan, Sultan sekarang memang tidak rewel dan kekanakan seperti sebelum-sebelumnya.Sultan tidak pernah lagi menghubunginya menanyakan kapan ke rumah sakit. Utama juga tidak pernah lagi memintanya unjuk mengunjungi anaknya. Semua sudah berbeda. Tak ada rengekan-rengekan manja dari lelaki itu agar Viola tidak meninggalkannya. Apalagi permintaan untuk rujuk dan membatalkan perceraian.Kini, tak ada komunikasi apa pun di antara mereka seolah dua orang asing. Sekali pernah Viola menghubungi Utama menanyakan kondisi Sultan. Ayah mertuanya itu mengatakan Sultan sangat baik fisik maupun psikisnya.Terhitung sejak rutin bertemu psikiater, Sultan berubah drastis. Memang tidak mungkin instan karena Viola tidak bertemu lelaki itu setiap hati, tetapi hasilnya sangat terlihat jelas.Sultan kini menjadi pribadi yang tenang, matang seca
226“Ana, ada apa?” Sultan menatap heran Viola yang masih berdiri mematung dengan napas tersengal. Lelaki itu heran saat Ayumi mengatakan agar mereka menunggu beberapa saat di lobi sebelum melanjutkan perjalanan menuju terminal keberangkatan. Sultan tidak tahu yang dimaksud Ayumi ingin menemuinya adalah Viola. Wanita yang sampai saat ini masih terikat tali pernikahan dengannya waluapun hubungan mereka sudah tidak jelas.Sultan sudah pasrah jika pun Viola akan melanjutkan proses cerai mereka. Toh memang tidak ada harapan lagi. Ia sudah berulang kali memohon agar Viola mau melanjutkan pernikahan, dan sebanyak itu pula Viola menolak.Pasrah. Berada di titik itulah Sultan saat ini. Ia hanya bisa berserah kepada Sang Pencipta atas hidupnya. Toh, ia sudah berusaha memperbaiki semuanya. Jika tetap harus berpisah dengan wanita yang masih dicintainya, ia tak dapat berbuat apa pun. Ini takdir, dan pasti jalan terbaik. Ia berharap baik dirinya atau Viola menemukan kebahagiaan setelah ini walaupu
227Viola menjalani hari dengan hampa. Sesuatu terasa hilang. Bagaimanapun Sultan masih suaminya. Mereka masih terikat pernikahan. Walaupun proses perceraian sudah berjalan, tetapi belum ada kata-kata talak dan putusan hakim. Status mereka masih suami istri.Untunglah setiap saat ia berkomununikasi dengan Ayumi, hingga bisa memantau perkembangan Sultan di sana. Satu yang tidak lagi ia pikirkan. Meneruskan perceraian.Bagi Viola kini sudah tak terpikir untuk melanjutkan proses itu. Biarlah nanti menunggu Sultan pulang untuk pembicaraan lebih lanjut. Rasanya terlalu tega dirinya bila masih keukeuh untuk bercerai di tengah kondisi Sultan yang tengah terpuruk.Di tengah hatinya yang hampa dan statusnya yang masih menggantung, di sisi lain hubungannya dengan pria bernama Frans semakin dekat. Intensitas pertemuan yang tinggi dan komunikasi yang rutin membuat mereka sangat nyambung dalam segala hal. Hingga hubungan berkembang bukan sekadar urusan bisnis.Frans yang dewasa dan sangat family
228Viola mengembus napas panjang begitu tubuh Hisam tak lagi terlihat. Lelaki itu pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan tujuannya yang mungkin akan makan di sana urung karena mungkin selera makannya sudah hilang setelah bertemu dirinya.Aneh memang, sikap Hisam sekarang sangat jauh berbeda dengan dulu saat awal-awal mereka bertemu. Ia berharap bukan Hisam ayah bayi yang dikandung Feli. Karena kasihan Anggi jika benar mereka berselingkuh dan sampai hamil. Walaupun Feli sudah tidak ada, tetapi sakitnya akan terus dirasakan Anggi.Viola melanjutkan tujuannya menemui Utama di kantornya, setelah pertemuannya dengan Hisam. Ia ingin mengetahui kondisi Sultan langsung dari ayah mertuanya.Utama baru saja keluar dari ruang meeting saat ia sampai. Wanita itu langsung meraih dan mencium tangan sang ayah mertua seperti biasa. Utama sendiri memeluk singkat tubuh Viola.“Sehat, Vio?” tanyanya seraya mempersilakan Viola duduk setelah mereka masuk ruangan yang dulu diakrab
229Terhitung sudah dua bulan Sultan dan keluarganya di Singapura. Perkembangannya semakin menakjubkan. Sultan kini sudah bisa berdiri sendiri dan melangkahkan kakinya walaupun masih tertatih-tatih.Komunikasinya dengan Viola semakin memburuk. Tak ada lagi kabar yang ia dengar dari Ayumi tentang wanita itu, karena menurut Ayumi, Viola semakin jarang berkirim kabar. Jika pun menelepon atau mengirim pesan hanya untuk menanyakan kabar Ayumi. Bukan kabar dirinya. Padahal di bulan pertama, Ayumi sering memperlihatkan pesan dari Viola yang menanyakan dirinya.Di awal-awal Sultan sangat bahagia karena walaupun tidak langsung, ternyata Viola masih memberinya perhatian.Hari ini Sultan memaksa ingin pulang dulu ke tanah air. Weekend yang nyambung dengan tanggal merah kalender di Singapura membuat jadwal kunjungan dokter dan terapinya libur agak lama. Padahal masih ada satu kali operasi lagi.Bukan hanya karena itu bila ia memaksa pulang, tetapi karena sesuatu baru ia angat. Hari ini adalah har
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan