PAGI TEMAN2, ADA GIVE AWAY NIH, DI JUMAT PAGI INI. ADA PULSA/SALDO DANA 20K UNTUK SATU ORANG PEMENANG. YANG MENANG NANTI BOLEH PILIH SALAH SATUNYA. PERTANYAANNYA, ADAKAH YANG BISA DIPETIK DARI CERITA INI? KALAU ADA PAPARKAN SESUAI PENDAPAT KALIAN SENDIRI. JAWABAN YANG PALING MENGENA DI HATI PENULIS ADALAH PEMENANGNYA. JAWABANNYA PENULIS TUNGGU DI KOMEN SAMPAI BAB SELANJUTNYA TAYANG, YA. DAN PEMENANGNYA DIUMUMKAN DI BAB SELANJUTNYA.
214 Viola berdiri mematung menatap lelaki yang duduk menyandar di kepala ranjang pasien yang sengaja dibuat berdiri. Ia masih bertanya apa yang terjadi dengan hatinya saat melihat lelaki yang harusnya sudah menjadi mantan itu duduk lemah dengan wajah pucat dan tatapan sayunya. Kedua kakinya masih dibalut perban. “Ana.” Panggilan lirih lelaki itu membuat Viola mengerjap sebelum berjalan mendekat. Utama dan Ayumi bergerak mundur saat Viola berjalan mendekati brangkar Sultan. Mereka memutuskan keluar ruangan. Memberi kesempatan kepada keduanya untuk bicara. Keduanya masih saling pandang dalam diam bahkan hingga beberapa lama setelah kedua orang tua mereka keluar, hingga Viola memutuskan kontak mata lebih dulu. Wanita itu memaksakan senyum sebelum berucap. “Aku ikut senang Kakak sudah sadar. Bagaimana perasaan Kakak saat ini?” tanyanya senormal mungkin. Semata hanya etika menjenguk orang sakit bila ia bersikap ramah. Bukan karena rasa apa pun lagi. “Seperti yang kau lihat, Ana. Sekar
215Viola mematung dengan mulut menganga untuk beberapa saat sebelum berlari membantu sang ayah mertua membangunkan Sultan.“Sultan, apa yang kau lakukan? Kenapa bisa jatuh?” Utama memekik dan bersusah payah mengangkat tubuh sang anak. Begitu juga Viola, walaupun kesulitan, mereka berdua mengangkat tubuh itu kembali ke ranjangnya. Setelahnya Viola gegas memanggil perawat dari tombol khusus yang ada di dalam ruangan itu. Karena cairan infusnya juga tak mengalir efek tiangnya yang terjatuh.Terlihat Sultan meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Kondisinya sangat mengkhawatirkan hingga Viola memutusakan menunggu perawat agak menjauh dari ranjang pasien.Kondisi lelaki itu sangat mengkhawatirkan, dan hatinya bisa lemah bila terus disuguhi pemandangan seperti ini. Namun, ia tak ingin jadi kedelai yang jatuh ke lubang sama berkali-kali.“Sultan, apa yang ingin kau lakukan? Kenapa tidak memanggil kami? Kamu tahu kan, jika kami ada di ruangan sebelah?” Utama bertanya lagi dengan heran. S
216 Dengan dada yang bergemuruh ramai, Viola berjalan menuju ruangannya. Dibukanya pintu yang tertutup rapat dan langsung mendapati perempuan berwajah kusut duduk tertunduk di sofa ruangannya. “Masih punya nyali kamu datang ke sini setelah apa yang kamu lakukan?” Viola langsung menohok Feli dengan pertanyaan. Wanita itu berjalan masuk tanpa menutup pintu. “Kakak….” Wanita yang duduk tertunduk itu mendongak. Wajahnya terlihat kusut dan mengiba. “Apa lagi yang kamu inginkan? Bukankah kamu seharusnya….” Belum selesai Viola berkata, Feli sudah berlari dan menubruknya. Perempuan itu memeluk erat Viola dengan tangisan mengiba. “Kakak, maafkan aku….” Feli menangis mengiba. “Aku tidak tahu kenapa semua orang jadi membenciku, menyalahkanku, memojokkanku. Padahal aku tidak tahu di mana salahku.” Viola mengernyit demi mendengar ratapan yang bercampur tangisan. Bahkan bajunya kini telah basah oleh air mata Feli. Feli tidak tahu di mana salahnya? “Kenapa semua orang meyalahkanku? Apa karen
217Viola terpaku menyaksikan adegan di depan matanya. Untuk beberapa lama wanita itu hanya diam dengan mata melebar dan mulut menganga.Anggi menarik-narik rambut Feli dengan membabi buta. Sumpah sarapannya bersahutan dengan jeritan kesakitan Feli yang meminta dilepaskan. Namun, wanita hamil itu tidak memedulikannya, ia terus menjambak dan menarik rambut Feli penuh amarah.Viola mengerjap setelah beberapa lama mematung. Kemudian mencoba melerai dua wanita itu.“Mbak Anggi tenang, lepaskan Feli, Mbak. Semua bisa dibicarakan.” Viola mencoba melepaskan tangan Anggi dari rambut Feli.“Jangan ikut campur, Vio. Aku akan membuat perhitungan dengan wanita ini.” Anggi menatap marah. Matanya yang sudah diliputi amarah, menyala seolah ada api yang membakar di sana.“Tapi ini kantorku, Mbak. Jangan main hakim sendiri di sini. Ayo lepaskan, kita bicara baik-baik.” Viola masih berusaha menenangkan Anggi. Ia tak ingin ada kekisruhan di kantornya.“Perempuan seperti itu tidak akan bisa diajak bicara
218Viola mengusap wajah berkali-kali. Rasa pusing dan frustrasi mengganggunya. Belum selesai masalahnya Sultan, kini bertambah harus mengurusi Feli.Wajah Feli rusak akibat siraman air keras Anggi di wajahnya, dan ia tidak mungkin lepas tangan begitu saja. Sekesal dan semarah apa pun terhadap saudara tirinya itu, ia tetap membawa Feli ke rumah sakit.Sebagai manusia yang memiliki hati, tidak mungkin membuang feli begitu saja walaupun sebanyak apa perempuan itu membuat masalah. Terlebih kejadian itu terjadi di kantornya, dan di depan matanya pula. Jika ia menolongnya, semata karena rasa kemanusiaan, tidak lebih.Viola menatap tubuh yang terbaring lemah dengan seluruh wajah dibalut kain perban. Feli memang sudah dibawa ke rumah sakit dan menjalani perawatan beberapa hari ini, tetapi dapat dipastikan jika wajahnya akan rusak. Ia tidak akan secantik dulu lagi. Air keras yang entah Anggi dapatkan dari mana, telah menghancurkan wajah cantiknya. Benar yang Anggi katakan, jika setelah ini Fe
219Viola berjalan cepat menuju kamar rawat Sultan di rumah sakit yang sama. Selama ini ia masih rutin menjenguk lelaki yang secara hukum masih terikat tali pernikahan dengannya itu. Walaupun tidak lama, ia selalu menyenpatkan diri. Terlebih kini berada di sana setelah melihat kondisi Feli yang membuat kepalanya berdenyut.Viola menarik napas panjang berkali-kali sebelum mengetuk pintu kamar di mana Sultan berhari-hari tinggal di sana. Wanita itu harus menyiapkan mental sebelum masuk, karena tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam sana. Bisa saja tingkah Sultan lebih megesalkan dari Feli.Ia membuka pintu saat ucapan salamnya bersambut. Seraut wajah mirip Sultan versi tua langsung menyambutnya begitu benda persegi panjang itu terkuak.Viola langsung meraih tangan pria baruh baya dan menciumnya takzim. Walaupun statusnya akan menjadi mantan ayah mertua, tetapi rasa hormatnya tidak akan berubah. Terlebih ayah mertuanya adalah suami dari ibu angkatnya.Setelah menyalami Utama, Viola be
220Viola menggeleng seraya memejamkan mata. Bayangan saat Sultan merangkak dan meraih kakinya akan membuat siapa pun trenyuh dan menitikkan air mata. Jika menurutkan kata hati, ia pun kasihan dan tidak tega.Bagaimana tidak? Dengan hanya menggerakkan kedua tangan dan tubuhnya yang bergesekkan langsung dengan lantai, lelaki itu bersikeras mendekati kakinya. Dengan mengesampingkan rasa sakit di sekujur tubuh, juga kakinya yang mati rasa, Sultan terus mendekatinya yang hanya diam mematung tak percaya.Baik Utama atau Ayumi tidak ada yang berusaha untuk membantu atau mencegahnya. Mereka hanya menjadi penonton yang merasakan trenyuh dan sedih melihat kondisi Sultan saat ini.Jika ditanya memaafkan, sejak dulu ia sudah memaafkan lelaki itu. Namun untuk melanjutkan pernikahan, rasanya terlalu banyak yang harus dipikirkannya. Memaafkan dan menerimanya kembali sebagai suami adalah dua hal yang berbeda.“Bu Vio, Pak Frans sudah datang.” Sandy berbisik di dekat telinga Viola saat melihat bosnya
221Dengan kaki gemetar dan tubuh lemas, Viola memaksakan diri menghampiri sosok yang tergeletak dekat trotoar. Sandy membantu memapahnya karena tahu betul Viola shock melihat kejadian tabrak lari di depan mata.Sebelumnya mereka melihat ada taxi berhenti di seberang jalan, kemudian seseorang turun dari sana dan langsung berlari menyeberang tanpa melihat dulu ke segala arah. Siapa sangka dari arah belakang mobil Sandy yang menepi di bahu jalan, melaju sebuah mobil dengan sangat kencang.Si pengemudi mobil pasti tidak menyangka akan ada seseorang menyeberang sembarangan. Selain waktu yang sudah merangkak malam, kondisi jalanan yang lengang membuat semua kendaraan memang melaju cepat. Tabrakan pun tak dapat terhindarkan. Tubuh yang berlari menyeberang itu terpental dan beruling-guling di jalan setelah berbenturan dengan mobil yang terus melaju walaupun tahu menabrak seseorang. Pengendara mobil sepertinya tidak berniat untuk sekadar berhenti apalagi bertanggung jawab.Di sini Viola sekar
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan