Pov Mira"Mas, kita tutup semua yang sudah berlalu, kita buka lembar baru ya?" ucapku seraya memegang tangan suamiku satu-satunya. Dari siang tadi hingga malam tiba, Mas Lengga seperti tidak ada semangat. Aku jadi merasa aneh dengan sikapnya yang seperti itu. "Mas, kamu kenapa si? Kok diem terus?" Tidak ada jawaban yang terlontar dari mulutnya. Aku jadi serba salah dan ikut tidak bergairah melihat dirinya seperti ini.Malas juga aku berbicara kalau tidak ada tanggapan."Capek aku kaya ngomong sama patung," ketusku sambil berbelok membelakanginya. Sebisa mungkin aku mencoba memejamkan mata. Namun, bayangan akan esok menari-nari di dalam pikiranku. Kepalaku menjadi sedikit pusing, leher juga terasa berat. Memang sialan Mba Sinta. Aku sungguh sangat membencinya, benci yang terlalu dalam. Aku berharap bisa sukses bersama Mas Lengga, dan membuktikan padanya kalau hidupku baik-baik saja. Besok aku akan mulai mencari pekerjaan, yah berbekal ijasah SMK, entah pekerjaan apa yang akan kudapat
Pov MiraSemua sudah kubereskan, sepray bekas tidur dan baju kotor dua hari di tempat ibu sudah kucuci. Mas Lengga sudah uring-uringan tidak karuan meminta untuk segera pindah. Haduh kenapa jadi terlunta-lunta begini, harusnya hari ini aku memulai pekerjaan menjadi Repsesionis, malah gak jadi masuk kerja, entahlah besok aku masih diterima atau tidak. 'Mas Lengga kenapa jadi egois begini si.'"Sudah siap kan? Tadi kalung sudah kamu jual?" ucap Mas Lengga sambil membawa dua koper ukuran besar seperti kemarin. Memang isinya juga masih utuh, untung belum ku-keluarkan semua isinya. "Sudah Mas," sungutku sedikit kesal. Rasanya ingin kucakar wajah pria di depanku ini."Bu, kami pamit dulu. Maaf udah ngerpotin Ibu," ucap Mas Lengga menghampiri Ibu dan Bapa yang sedang duduk santai di ruang tamu."Lho kok pamit? Kenapa? Katanya mau tinggal di sini dulu sementara?" Ibu sedikit merasa tidak enak, dapat terlihat dari wajahnya. Mungkin ia sadar akan ucapannya yang lalu. "Lengga gak mau ngerpotin
Pov MiraBadan pada sakit tidur di lantai, tak ber-alas pula. Uang sisa kemaren sudah tinggal seratus ribu. Uang lima puluh ribu untuk beli air minum, perlengkapan mandi dan rokok Mas Lengga tak bersisa. Nasib ya nasib. Sinta sama anaknya hidup enak, gak kekurangan duit, tidur di kasur empuk, segala kebutuhan ada, ini aku malah diajak hidup susah. Perut lapar, makan sehari sekali. Bener-bener nasib, buruk banget."Mas aku mau berangkat kerja. Kamu cari kerjaan jangan nganggur!" sentakku kesal sambil meninggalkannya. "Kan aku juga udah kerja! Gak usah rewel! Jangan suka bentak suami! Baru sehari diajak susah, sudah seperti itu sikapmu!" sungutnya."Bukan gitu, Mas. Ini uang kita cuma tinggal seratus ribu! Belum kupake ongkos nanti!" sahutku tak kalah lantang. "Otakmu ini isinya cuma duit! Gak bisa sabar! Memang ya, sikap lugumu hanya topeng semata! Harusnya aku tidak pernah tergoda oleh topengmu!" makinya. Ya ampun hatiku sudah semakin dongkol, masih pagi sudah berdebat begini. Bodo
Pov MiraYeyeee semangat Mira … semangat! Posisimu sekarang nomor satu. Sinta mah tewas guys … ckckckck ….Wih, aku gak nyangka sebelumnya, Mas Lengga cerai sama Sinta … ke tempat Sinta agh pamer duit dari Mas Lengga.****Sudah beberapa hari ini hubunganku dengan Mas Lengga tidak ada keributan, kasur, kipas angin, kulkas, perabotan masak, sudah kubeli, uang pun masih ada. Hanya saja, sisanya tidak bisa untuk membeli iPhone. Mahal dua puluh satu juta, uang dari mana aku. Kalau dulu masih bisa, jatah bulanan dari Mas Lengga selama tiga bulan cukup buat beli iPhone. Aduh sayang juga itu HP, udah hampir dua minggu tidak tersentuh, apa kuambil aja ya. Kebetulan sekarang pasti cuma ada Revan, Emaknya kan lagi kerja. 'Samperin agh.' Repot juga kalau tanpa Hp, susah untuk menghubungi Mas Lengga, aku juga mau tahu kabar Sari, terakhir dia babak belur dilabrak istri sah.Setelah selesai mengunci pintu, seperti biasa, nyari kang ojek. Kalau dulu nyari taksi, sekarang akang ojek, yang penting s
Pov MiraJam sudah menunjukan pukul 18.30 wib. Waktunya Mas Lengga pulang. Aku ingin segera menumpahkan amarahku padanya. Rasanya diri ininsudah tak sabar ingin memaki, menjambak dan mencakarnya. Sungguh hati ini terasa sangat gregetan. "Mas! Kamu ini kelewatan banget, ya! Ngasih duit ke aku hasil ngutang dari Sinta, mantan istrimu! Bilang aja kamu mau ketemu dia kan?!" sungutku ketika melihat dia sudah berada di depan pintu. Ya ampun bahkan aku tidak bisa menunggunya masuk dulu ke dalam. Wajah lelahnya setelah pulang bekerja nampak jelas. Tapi, aku sendiri tidak tahu kenapa ingin sekali rasanya mengunyel dirinya."Serba salah gue jadi laki lo! Ya lo pikir gue ng**p**t! gue gak bawa duit, lo manyun! Gue bawain duit, marah-marah!" Hah … elo, gue? Ini kali pertama aku mendengar dia berkata kasar. "Iya tapi kan lo gak harus ngutang! Sama Sinta lagi!" balasku mengikuti bahasa dia. "Lo sendiri gak mau kan tidur di lantai tanpa kasur! Lo pingin punya ini punya itu! Gue gak minta buat lo
POV Lengga.Kalau bukan karena nasihat dari Sinta, mungkin sudah kutinggalkan Mira. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, semenjak hamil sikap buruk Mira semakin menjadi. Baru tahu aku sikap aslinya, sangat berbanding terbalik dengan Sinta. Mungkin ini yang Sinta maksud, dengan mengambil semua harta milikku yang aku kumpulkan selama bersamanya, akankah Mira mampu menemaniku dari nol. Nyatanya tidak, dia hanya menginginkan uang, uang dan uang. Jika aku memiliki uang, maka sikap sayangnya akan nampak, tapi jika aku tidak memiliki uang, semua hinaan dan cercaan dia lemparkan. Rumah tangga seperti apa ini.Entah seperti sudah tidak ada kata lagi untuk mengeluh akan sikapnya. Beruntung Sinta masih mau menjalin hubungan baik denganku. Jelas saja tanpa sepengetahuan Mira. Berkata masalah cinta pada Sinta, iya aku masih mencintainya, tapi cinta itu aku yang menyimpan rapat. Sedangkan Sinta sendiri sedang dekat dengan pria kaya yang sering aku lihat ketika sedang bertugas di bagian pintu
Pov SintaBetul dugaanku, dibalik keluguan Mira, tersimpan hati yang jahat. Dia perempuan hanya mau enak saja. Kasian dengan Lengga, tapi biar dia tahu rasa. Aku tidak perlu membencinya. Melihatku masih akrab dengan mantan mertuaku pun pasti mampu membuatnya menyesal, walaupun aku sendiri tidak tahu benar atau tidak dugaanku, dengan menunjukkan sikap terbaikku mungkin dia juga menyesal, sebab dari caranya dia bercerita aku pun masih merasa kalau dia masih menaruh hati padaku, entah betul atau tidak ….****Hati ini terasa lega, sudah memberi tahu kabar pernikahanku padanya. Aku sengaja mengundang Mira, ingin melihat reaksinya, saat itu dia bersumbar, akan bisa sukses memulai kehidupan dari nol bersama Mas Lengga. Nyatanya, mendengar cerita Lengga, dia selalu mengajaknya bertengkar, kasian kamu, Mas. Semoga saja besok dia bisa datang. Kenapa sepupunya itu menikah pada hari yang sama denganku? Hem semoga saja Mereka bisa hadir. Pernikahanku dengannya, akan di selenggarakan di hotel mewa
Pov Mira"Mas buruan! Lama banget!" Heran punya suami lelet banget. "Sabar kenapa, jangan grasah grusuh! Emang udah kelar semuanya?" "Kalau belum kelar, gak mungkin aku nyuruh kamu cepetan!" Segera mungkin suamiku itu mulai mengeluarkan sepeda motornya. "Cepet naik! Tadi nyepet-nyepetin!" sungutnya. "Sabar dong! Aku kan lagi hamil," kilahku. Namanya juga perempuan, harus selalu menang dong. Di sepanjang jalan aku tidak habis pikir, kenapa sepupuku yang terkenal kaya, tampan, dan sukses itu mau nikah sama janda, punya anak lagi, gak salah milih calon istri gitu? "Acaranya dimana?" tanya Mas Lengga."Di hotel Adnita, Mas," cetusku."Waow, keren. Orang kaya kah?" cetusnya."Iyalah orang kaya! Usahanya giat, otaknya cerdas! Beruntung itu perempuan yang jadi istrinya," pujiku. "Oh iya, pengusaha lagi. Kerjanya aja keluar masuk negara orang!""Owh, bagus dong," ucapnya singkat. Aku tidak berniat lagi untuk menjawabnya. ***Mataku begitu takjub ketika tiba di depan hotel Adnita, dari
Pov MiraJujur aku sudah merasa lelah menjaga Mas Lengga. Bukan apa, setelah dua Minggu di rawat dan di perbolehkan untuk pulang, Mas Lengga mengalami kelumpuhan dan sedikit idiot. Kini aku harus merawat dua orang sekaligus. Mengurus Mas Lengga lebih parah daripada merawat Dalisa. Rasa hati ingin mengeluh, kenapa setelah menikahi dia bukan kebahagiaan yang aku dapatkan, justru sebaliknya. Hah, ingin rasanya meminta cerai. Tapi, ada perasaan tidak enak. Apa yang harus aku lakukan sekarang?****Prang!Ya Tuhan, apa lagi yang dibuat gaduh olehnya.Aku meninggalkan Delisa di kamar dan menghampiri sumber suara itu. Ada rasa iba memandangnya meski ada juga rasa kesal padanya. Kulihat Mas Lengga sedang bersusah payah mengambil minum. Sambil berdengus aku menghampirinya. "Kan sudah aku bilang, kalau butuh apa-apa bunyikan lonceng!" ucapku sedikit ketus. Bukan apa, kalau dia mencoba sendiri, justru tidak akan beres dan menambah pekerjaan untukku. Seperti ini contohnya, aku harus membe
POv Rakha~~~~~~~~~Tidak ada rasa menyesal setelah aku menghabisinya. Yang ada hanya kepuasan tersendiri. Puas telah menghabisi perempuan murahan seperti dia. Hanya dengan kematian yang mampu mengakhiri penghianatannya. Jika terus kumaafkan, dia pasti akan melakukannya lagi dan lagi.Terbukti ini bukan kali pertama dia melakukan perselingkuhan. Aku sudah berusaha menjadi suami yang baik, dan bertanggung jawab. Tapi, dia tidak sedikitpun mau menghargaiku. Dia pandai bersilat lidah, pandai juga menyimpan kebohongan, seolah-olah dirinya benar-benar telah berubah. Selama menjadi suami Fera, aku sudah cukup sabar dan diam menghadapi dirinya. Aku juga tidak pernah meminta agar Fera bekerja, dia sendiri yang memaksa untuk bekerja, dengan alasan tidak bisa membeli ini dan itu jika memakai uangku. Padahal, aku tidak pernah melarang dia belanja apapun. Ya, karena dia bekerja memang untuk kebutuhannya sendiri, karena hobinya adalah belanja online. Apapun yang iya suka dan mau pasti iya beli. Ma
Pov Mira[Telah terjadi pembunuhan sadis yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Motif pembunuhan itu, dikarenakan pelaku sakit hati berkali-kali diselingkuhi oleh sang istri. Pelaku mengaku, istrinya yang berinisial FA, dipergoki sedang melakukan hal tidak senonoh di kontrakan yang di sewa oleh korban dan selingkuhan korban berinisial LA. Keluarga selingkuhan korban termasuk istri menggerebek, kejadian itu. Pelaku yang sudah kalap mata, mengantarkan kedua anaknya pergi ke rumah orang tua pelaku, lalu kembali lagi ke kontrakan. Awalnya pelaku mengaku ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Namun, ketika pelaku sampai di rumah kontrakannya, pelaku melihat sang istri menangis dan terus menyebut nama selingkuhannya. Sehingga menyebabkan pelaku hilang kesadaran kemudian mengambil sebuah parang dan menebaskannya ke leher korban. Sebelum itu, pelaku juga mengaku telah menyakiti selingkuhan korban dengan memukul kepalanya menggunakan batu besar, sehingga selingkuhan korban mengalami lu
Pov FeraPOV Fera.Salahkah aku jika mencintai dia yang telah beristri? Entah kenapa aku melakukan hal yang sama? Tiga kali aku melakukan perselingkuhan. Pertama dengan mantan kekasihku, hubungan kami berakhir karena istrinya mengetahui perselingkuhan ini. Namun, hubungan ini tetap berlangsung meski hanya sebatas teman. Walau kutahu, dia masih memiliki perasaan sama. Perselingkuhan kedua dengan Wendra, dia juga mantan kekasihku. Aku sangat mencintainya. Dia seorang anak band … meski usianya sudah matang, dia tetap terlihat muda. Bahkan lebih muda dari suamiku. Hubungan kami berakhir, karena Mas Raka mengetahui perselingkuhan ini. Seiring berjalannya waktu, Mas Raka memaafkanku. Aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Saat itu, aku meminta cerai dari Mas Raka, tapi dia tidak mau menceraikanku dan memilih untuk bertahan. Setelah beberapa tahun, aku sudah tidak ada lagi berhubungan selingkuh dengan siapapun, rasa cinta pada Mas Raka pun sudah kembali tumbuh. Namun, kesetiaan cinta u
Pov Mira"Siapa dia, Mas!" Siapa perempuan itu?!" pekiku bertanya. Emosi kembali mencuak setelah aku melihat adegen mesum tadi.Mas Lengga hanya terdiam. Aku kembali mengambil pisau yang telah kujatuhakan dan mengarahkan ke lehernya. "Jawab, siapa perempuan tadi!" gretaku. "Lebih baik kamu mati, Mas. Daripada aku melihat kamu bersama perempuan itu! Tega sekali kamu sama aku, Mas! Apa salahku? Huhuhuhuhu." Aku terus menangis. Setelah merasa lelah telah meluapkan amarah, aku kembali masuk tertidur dengan perasaan hati yang melelahkan. ****Berhari-hari setelah kejadian itu aku mendiamkannya. Tidak ada sepatah kata manis atau sapaan untuknya. Kusibukan diri untuk fokus mengurus putriku yang mungil, hanya dia yang membuatku kuat. Setiap kali aku berbaring memandang wajah Delisa, mataku selalu berkaca, air mata tumpah dengan sendirinya. Sakit … luar biasa, aku tidak pernah menyangka Mas Lengga tega menduakanku. Wajahnya yang kalem, sifatnya yang pendiam, tutur katanya yang ramah, terny
Pov MiraDari kedatangan Adrian dan Sinta hingga mereka pulang, sampai Ibu pun ikut pulang, Mas Lengga belum juga kembali. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Namun, ponselnya ia matikan. Tidak ada aktifitas lain selain aku memikirkan suamiku. Sebelumnya, aku tidak berfikir sejauh ini. Apa harta memang mampu merubah seorang suami?Setelah melahirkan, bukan perhatian yang kudapatkan, justru sebaliknya. Mau mengeluh pada Ibu? Aku jelas malu. Dalam keadaan masih lemah seperti ini, aku harus mengurus anakku seorang diri. Alhasil, sepanjang malam, aku hanya memikirkan Mas Lengga, rasanya makan hati. Kepalaku jadi sakit, loyo, lemas dan tidak bersemangat. Ingin marah, ingin melontarkan makian, ingin bertanya selama seminggu belakangan, dia kemana? Apa yang dia lakuin, dan sama siapa. Aku sungguh ingin mencabik-cabik wajah Mas Lengga.*****Krek ….Bunyi pintu di buka, membangunkan tidurku yang sembari memberi asi pada putriku. Kulepas pelan payudaraku dari mulutnya dan berjalan perlah
Pov Mira"Akhirnya, kamu siuman juga … Mira," ucap Ibu … memegang tanganku. "Mas Lengga mana, Bu?" tanyaku sambil mata mengitari seluruh ruangan."Lengga kan kerja, kamu tahu sendiri menjadi karyawan di kantor Adrian sudah pasti padat jadwalnya." Aku hanya terdiam. "Apa Mira, pinsan, Bu?" tanyaku."Iya, dua hari kamu tidak siuman.""Anak Mira di mana, Bu?" "Anak kamu ada di ruang bayi, keadaannya masih lemah," jawab Ibu lemas. "Perempuan atau laki-laki?" tanyaku lagi."Perempuan, wajahnya sangat mirip kamu. Semoga saja nasibnya tidak seperti kamu," lirih Ibu. "Ha? Ibu ngomong apa barusan? Mira gak denger, Bu." Memang aku gak dengar bunyi kalimat terakhir yang Ibu ucapkan.****Seminggu sudah aku di rumah sakit, rasanya sudah tidak betah, luka bekas operasi caesar-ku juga masih sangat basah. Aku sendiri bingung mengapa luka ini tak kunjung kering. Dalam satu Minggu, Mas Lengga hanya datang mengunjungiku dua kali. Sedangkan Kedua mertuaku tidak nampak pun batang hidungnya. Kata ib
Pov MiraSeperti yang Adrian katakan, saat hari pernikahannya, Mas Lengga yang akan menggantikan pekerjaan dia. Sudah dua Minggu ini Mas Lengga mengurus pekerjaan di perusahaan baru milik Adrian, Karena dirinya harus pergi berbulan madu dengan Nenek lampir alias Sinta. Untung saja suamiku ini sangat cerdas, sehari Adrian memberi tahu semua pekerjaannya, dia langsung sigap dan tangkap. Penampilannya kini kembali tampan seperti Lengga yang aku kenal dulu, pokoknya sudah cocok untuk menjadi suami Mira, Adrian juga memberi cuma-cuma uang dua puluh juta rupiah sebelum dirinya pergi. Lumayan, untuk melunasi sisa cicilan kredit motor. Kehidupan kami sudah mulai membaik. Semua jelas berkat sepupuku yang baik hati itu.******____*******Dua bulan berlalu, kehamilanku sudah menginjak detik-detik melahirkan, hubunganku dengan Sinta juga sudah membaik, kami telah saling memaafkan. Bahkan, aku sering berkunjung ke rumah Sinta. Jelas perdamaian ini terjadi atas permintaan sepupuku Adrian, setelah
Pov Mira"Mas buruan! Lama banget!" Heran punya suami lelet banget. "Sabar kenapa, jangan grasah grusuh! Emang udah kelar semuanya?" "Kalau belum kelar, gak mungkin aku nyuruh kamu cepetan!" Segera mungkin suamiku itu mulai mengeluarkan sepeda motornya. "Cepet naik! Tadi nyepet-nyepetin!" sungutnya. "Sabar dong! Aku kan lagi hamil," kilahku. Namanya juga perempuan, harus selalu menang dong. Di sepanjang jalan aku tidak habis pikir, kenapa sepupuku yang terkenal kaya, tampan, dan sukses itu mau nikah sama janda, punya anak lagi, gak salah milih calon istri gitu? "Acaranya dimana?" tanya Mas Lengga."Di hotel Adnita, Mas," cetusku."Waow, keren. Orang kaya kah?" cetusnya."Iyalah orang kaya! Usahanya giat, otaknya cerdas! Beruntung itu perempuan yang jadi istrinya," pujiku. "Oh iya, pengusaha lagi. Kerjanya aja keluar masuk negara orang!""Owh, bagus dong," ucapnya singkat. Aku tidak berniat lagi untuk menjawabnya. ***Mataku begitu takjub ketika tiba di depan hotel Adnita, dari